Outbound

7.8K 1.2K 117
                                    

"Mei, Kakak pergi bentar ya. Assalaamu'alaikum."

Tanpa menunggu jawabannya, Masha langsung melesat untuk membuka pintu.

"Udah sore, Kak. Anginnya gede, di rumah aja," teriaknya agar Masha yang sudah cukup jauh bisa mendengar.

"Sebentar banget kok, Mei!" balas Masha tak kalah kencang.

"Caaaaa!"

Suara itu diikuti pula dengan teriakan Naufal. Tangannya melambai kepada kakaknya yang hilang seiring dengan pintu yang tertutup.

Tak lama kemudian, suara pintu terbuka terdengar bersamaan dengan salam. Daffa yang baru pulang kerja muncul dengan ransel di punggung.

"Kakak mau ke mana, Mei? Sore-sore begini kok main?" tanya suaminya usai ritual cium kening selesai. Naufal yang tadi sibuk bermain sudah berpindah ke gendongan ayahnya.

"Tadi tahu-tahu langsung pamit buru-buru, Yah. Aku mau nilang pas banget netah Naufal," adu Bila sembari menghela napas.

"Kakak itu, ya. Nanti biar aku bilangin pas pulang."

**

Daffa melepas lelah sebelum mandi sore. Naufal yang minta dipangku sejak tadi justru terlelap. Sementara istrinya sudah berlalu untuk menyiapkan pakaian gantinya. Tidak lama kemudian terdengar teriakan salam dari depan. Suara nyaring Masha membuat Naufal menggeliat beberapa saat.

"Assalaamu'alaikum. Ayah lihat kakak bawa apa?"

Daffa menatap tajam kantong plastik hitam yang ditunjukkan jarak jauh oleh Masha.

"Waalaikumsalaam... Mangga lagi, Kak?" tebaknya.

"Iya, lihat deh, Yah. Banyak banget, kan. Tadi anginnya gede, terus Kakak ke tempat Budhe Tatik. Ngumpulin mangga, dapat banyak banget."

Gelengan kepala menyambut cerita Masha.

"Dapat plastiknya dari mana, Kak?"

"Dari Budhe Tatik. Tadi Kakak manggil Budhe Tatik nanya mau minta mangga apa nggak, terus katanya nggak usah. Eh, Kakak malah dikasih plastik buat bawa."

"Jadi, itu aslinya mangga punya siapa sih, Kak? Kok jadi kamu yang mau kasih Budhe," sahut Bila yang muncul dari dalam.

"Punya kakaklah. Kan Kakak yang nemu."

"Suka suka Kak Masha," ujar Daffa menimpali keduanya.

Kemarin malam, Daffa sempat mengobrol dengan Pak Wahid, suami Budhe Tatik. Beliau berkata kalau pohon mangga yang menjulang tinggi itu sengaja tidak dipotong karena Masha dan anak seusianya. Jika tidak musim mangga, rumah Budhe sepi karena anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Jauh berbeda ketika musim mangga tiba, anak-anak kecil silih berganti untuk mencari mangga, terutama Masha. Tidak dipanen juga, karena pohonnya cukup tinggi dan bukan jenis mangga yang laku dijual. Memang sudah rezekinya Masha yang tidak menanam mangga.

"Mei, dijus ya mangganya. Nanti kalau udah jadi buatin satu buat Budhe. Katanya Budhe Tatik mau jusnya."

Baiklah....

**

"Kamu sibuk banget, Kak?" tanya Daffa iseng ketika melihat Masha sibuk melipat pakaian ganti.

"Ayah lupa? Besok lusa kan Kakak mau outbound. Ini baru nyiapin baju ganti."

Daffa tersenyum kecil. Bagaimana bisa lupa jika setiap hari putrinya selalu bercerita tentang kegiatan TK-nya. Kata Bu Guru besok nangkep ikanlah, kata Bu Guru besok berenanglah, dan masih banyak lagi. Begitulah Masha, acara hanya setengah hari, tapi persiapannya butuh jauh-jauh hari. Setiap hari dia bertanya tentang Kampung Flory, tujuannnya.

"Ingat, Kak."

"Ayah udah ngomong sama Uti kan kalau besok mau nitip Dek Nopal? Kakak ndak mau kalau Memei ajakin Dek Nopal juga. Nanti di sana malah minta latihan jalan terus."

"Siap!"

Keesokan harinya, sepulang sekolah

Seperti biasa, Bila menjemput Masha pulang sekolah bersama Naufal. Wajah Masha yang suram ketika keluar kelas langsung menarik perhatian. Tidak seperti hari biasa yang langsung tersenyum ketika melihatnya, kini Masha berjalan ke arahnya tanpa senyum.

"Memei kok belum bayar buat outbound, sih? Kata Bu Guru kan harus bayar kalau mau ikut, tapi kok Kakak belum bayar?" protes Masha begitu sampai di depannya. Sekadar mengucapkan salam dan bersalaman pun, Masha enggan.

"Bayar outbound?" tanyanya heran. "Kata siapa, Kak? Sudah bayar kok."

"Tadi Bu Umi bilang katanya yang belum bayar cuma Kakak aja, terus disuruh ngomong sama memei buat bayar. Emangnya Ayah belum ngasih duit, Mei?"

Bila mengerti sekarang penyebab wajah suram Masha. Jadi, karena ada salah komunikasi tentang biaya kegiatan. Menjelang pulang, diumumkan jika Masha belum membayar. Tadi, pasti Masha merasa minder, malu, dan sungkan.

"Udah bayar kok, Kak. Kemarin sambil nunggu Kakak keluar kelas, memei bayar ke bundanya Angin. Ya udah, sekarang ke dalam lagi yuk buat bilang sama Bu Guru.

Pada akhirnya Bila membawa Masha untuk meluruskan masalah pembayaran tersebut. Setelah dicek kembali ternyata nama Masha tertukar dengan temannya. Bunda Angin selaku bendahara sekaligus wali murid mencatat pembayaran Masha dengan nama Aqila B, tetapi ketika disampaikan ke Bu Erik selaku penanggung jawab uang berubah menjadi Aqila saja. Padahal Masha di kelas B. Efek nama depan yang sama-sama Aqila. Beruntungnya ibu Angin masih memiliki salinannya.

"Maaf ya Mbak Masha, Bu Umi salah cek, ternyata kamu udah bayar," ujar Bu Umi yang membuat bibir Masha kembali tersenyum sambil mengangguk pelan.

"Sekali lagi maaf ya, Bu. Tadi itu saya cuma nanya ke Bu Erik siapa kelas B yang belum bayar katanya Masha, jadi saya umumin di kelas. Habis itu Masha langsung diem aja."

Bila tersenyum lega. Wajar saja kalau Bu Erik menganggap pembayaran tersebut adalah Aqila siswa kelas A, karena beliau wali kelasnya. Di sisi lain putrinya selalu dipanggil dengan nama Masha. Selesai meluruskan masalah yang ada, Bila segera mengajak Masha untuk pulang.

"Jadi, sudah beres ya, Kak? Kakak sudah bayar, besok bisa outbound."

"Lagian, Memei sih bayar nggak bilang-bilang ke Kakak. Bilang dong, jadi kan Kakak tahu. Kalau ditanya Bu Guru bisa bilang udah bayar."

Ellah, masih kesal juga ya, Kak? batin Bila geli.

"Iya, maaf. Besok-besok kalau mau bayar bilang ke Kakak deh."

"Bener ya, Mei! Asikkkk, Kakak jadi outbound!" sorak Masha yang sudah happy 100%.

Karena seringkali, kita salah paham hanya karena salah komunikasi.

Catatan Harian MashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang