Takbiran
Siang hari
"Mei, Kakak diminta kumpulin senter sama baju item. Beli sekarang yuk, Mei?"
Bila menatap putrinya dengan pandangan bertanya. Selalu saja, setiap pulang dari berpergian ucapan Masha itu suka aneh-aneh, seenaknya sendiri. Mungkin dipikirnya uang itu mudah sekali dicarinya.
"Senter sama baju item, Kak? Kamu kan udah punya baju item, itu yang terakhir dipakai buat nari pas perpisahan sekolah kemarin. Senter juga udah ada kok, jadi nggak usah beli."
"Ndak kekecilan, Mei?"
"Dulu kegedean, sekarang malah pas, Kak."
Masha yang mengangguk paham membuat Bila tersenyum. Beruntung tidak perlu ada drama harus minta baru.
"Bajunya ada di mana, Mei? Di lemari, ya? Kakak ambil, ya."
Begitu Bila mengiyakan, Masha langsung berlari menuju kamarnya. Tak lama kemudian, dia muncul dengan baju yang dimaksud.
"Ketemu, Mei. Sekarang Kakak mau ke mushola dulu, ya. Senternya kata Mbak Ana diminta dicass dulu biar teranggggg banget, tolong dicasin ya, Mei. Assalaamu'alaikum."
Baru juga pulang, Masha sudah hendak pergi lagi.
"Wa'alaikumsalaam. Nanti sore aja bawa ke musholanya, Kak. Sekarang istirahat dulu, Kakak ndak makan?"
"Kakak belum lapar, bukanya nanti pas Asar aja."
Bila menghela napas. Beberapa hari terakhir, kesibukan seperti tadilah yang menghampiri Masha. Setiap saat yang diingat begitu membuka mata hanya takbiran dan mushola. Putrinya itu lebih banyak menghabiskan waktunya di luar daripada di rumah. Latihan takbiranlah, melihat guru ngajinya bikin kostumlah, jadwal mengaji, dan yang lainnya. Dia senang saja melihat Masha suka ke mushola, tapi khawatir dengan kesehatannya yang seringkali lupa untuk istirahat ataupun makan. Kalau malam saja, anak itu selalu gelisah dalam tidur dan merengek minta dipijit. Lalu, berakhir dengan dia yang begadang hingga ketiduran di kamar Masha.
**
Malam Hari
Bila menatap suaminya yang pulang dari mushola tanpa Masha. Gelengan kepala langsung menyambutnya.
"Kakak mana?"
"Nggak mau pulang. Masih ramai di sana. Kamu coba gantian jemput gih, Bil. Siapa tahu dia mau kalau kamu yang jemput."
"Lha, dia yang biasanya nurut sama Kak Daffa, semua kata ayah aja nggak mau gitu, apalagi aku," ujarnya ragu.
"Justru itu, Bil. Kalau sama aku dia banyak merajuknya, kalau sama memeinya kan nanti kamu tegasin juga dia nurut," jawab suaminya kalem.
Bila manyun, tegas dan marah yang dimaksud suaminya ini beda tipis. Dia terkadang bisa khilaf ketika Masha terus merajuk dan berakhir dengan nada suaranya sedikit naik. Jika sudah begitu, Masha akan langsung bungkam dan menurut, tidak mengelak lagi. Kemudian, Bila akan menyesal karena tidak bisa bersabar.
"Giliran suruh marah-marah aja aku," keluhnya malas.
"Bukan marah, cuma tegas. Sesekali Kakak harus ditegasin, nggak boleh pulang terlalu malam misalnya. Kalau tidak begitu, dia nanti kebiasaan. Semau-maunya dia."
"Iya juga sih, tapi... kenapa nggak Kak Daffa aja yang begitu? Udah sampai mushola kenapa nggak bawa Kakak pulang sekalian? Ditegasin?"
Daffa yang menggaruk kepala sambil tersenyum membuat Bila urung marah. Dia tahu betul, suaminya ini paling tidak bisa berkutik di depan putrinya. Tidak tega selalu menjadi alasannya. Hhh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
HumorIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.