Hujan

9.5K 1.3K 132
                                        

"Yahhh, ujan," gerutu Masha ketika tiba-tiba saja hujan turun saat dia sedang sarapan.

"Kemarin waktu panas, Kak Masha bilang mau hujan. Gimana toh, Kak?" tanya Bila menjawab gerutuan Masha.

"Kalau ujan itu pas malam aja, Mei. Jadi, Kak Masha nggak kepanasan kalau mau tidur. Pas pagi terang, jadi bisa ke sekolah."

Manusia begitu, ya. Selalu saja protes dengan apa yang diterima. Hujan salah, terang pun juga.

"Tahu nggak, Kak?" tanya Bila kemudian.

"Apa, Mei?

"Kalau kita berdoa waktu hujan, doa kita akan dikabulin sama Allah. Jadi, Kak Masha harusnya seneng misal turun hujan."

"Beneran, Mei?" tanya Masha dengan takjub. Matanya berbinar senang.

"Hm."

"Memei diam dulu, ya. Kak Masha mau berdoa."

Bila mengangguk. Dilihatnya Masha yang memejamkan mata dan menengadahkan tangan, lalu berkata, "Ya Allah, berhentiin ujannya ya, Allah. Kak Masha mau ke sekolah dulu biar pintar. Aamiin."

Masha membuka matanya sedikit demi sedikit. Wajahnya tampak kecewa.

"Lho, kok nggak berhenti, Mei?" tanyanya.

"Allahuma Shoyyiban Naafia'aa."

Daffa yang muncul usai mandi langsung menghampiri keduanya di meja makan dan ikut menimpali obrolan.

"Apa, Yah? Tadi doa apa?" tanya Masha tidak mengerti.

"Doa ketika turun hujan, Kak. Artinya, Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat."

Masha mengangguk mendengar penjelasan ayahnya. Dia tampak berpikir.

"Ohhhh, jadi pasti kemarin yang banjir itu gara-gara orang-orang ndak berdoa ya, Yah, Mei? Makanya hujannya jadi jahat gitu."

Bila menutup mulutnya rapat-rapat. Dibiarkannya sang Suami yang menjawab pertanyaan Masha. Dia sendiri bingung jawaban yang tepat untuknya.

"Emmm, karena Allah lagi mau bikin banjir, Kak. Kalau Allah mau banjir, ya banjir. Begitu."

"Oh, begitu toh."

Mendengar jawaban suaminya, Bila speechless. Jawaban yang diberikan sederhana dan Masha pun puas akan jawabannya. Herannya, dia terkadang tidak kepikiran tentang hal sesederhana itu. Suara tangisan bayi, akhirnya mengalihkan perhatian Bila. Dia segera beranjak menuju kamar, meninggalkan Masha bersama ayahnya.

"Yah, Kak Masha libur ya sekolahnya."

"Kenapa libur, Kak? Kok nggak ada surat liburnya? Bukan tanggal merah juga," tanya Daffa penuh perhatian.

"Kan ujan, Yah. Kak Masha ndak mau sekolah kalau ujan. Ntar berangkatnya gimana?"

"Diantar Memei pakai payung, Kak. Dekat ini," sahut Bila yang sudah ikut kembali bergabung bersama Naufal di gendongan.

"Ndak mau."

"Kenapa? Kemarin-kemarin juga begitu?"

"Nanti kalau Kak Masha diantar pakai payung, Dek Nopal keujanan dikitttttt gitu, Mei. Terus ntar langsung sakit. Kalau dek Nopal sakit, ntar maunya digendongggg terus. Kak Masha sebel, jadi ndak punya Ayah sama Memei," ujar Masha panjang. Wajahnya kini cemberut, nyaris berkaca-kaca.

"Diantar Ayah mau?" tawar Daffa mencoba memberi solusi. Dia tidak ingin jika Masha malas ke sekolah. Sekali bolos, akan ada bolos-bolos berikutnya.

"Mau."

"Nanti kalau tunggu jam sekolah Kak Masha, Ayah bisa terlambat kerja," tolak Bila tidak setuju. Dia tidak ingin Masha ketergantungan diantar oleh ayahnya.

Mata Masha yang tadi berkaca-kaca, kini sudah mulai mengalirkan air mata. Dia menangis kencang sambil menangkupkan kedua tangan di atas meja makan. Naufal yang sebelumnya masih terkantuk-kantuk langsung membuka matanya lebar. Bila dan Daffa berpandangan, seakan dengan begitu mereka bisa mencari solusi.

"Sssst, udah nangisnya, Kak. Habis ini Ayah berangkat kerja, terus biar Memei yang antar. Nanti Dek Naufal dititip ke rumah Budhe Adri, ya. Jadi, adeknya nggak keujanan. Gimana?" bujuk Bila sambil duduk di samping Masha dan mengusap bahunya.

"Beneran, Mei? Ndak papa Dek Nopal dititip?" tanya Masha sambil mendongakkan kepala.

"Iya."

"Ya udah sekarang Kak Masha mau sekolah. Besok-besok, kalau mau pergi, adeknya dititip aja terus, Mei. Jadi, ntar Kak Masha sama Memei bisa ke timezone kayak dulu. Yeay!" Masha bersorak senang. Tangisnya sudah hilang, lenyap, tak tersisa.

Naufal menatap kakaknya dan menirukan berteriak dengan bahasa bayinya. Bila dan Daffa bertatapan lagi.

Semaumulah, Sha.

Jadi, mulai sekarang jangan suka mengeluh karena hujan, ya kakak sholih/ah – Pesan Masha

Catatan Harian MashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang