"Mei kok tadi adeknya dimarahin terus toh, Mei?" tanya Masha saat berjalan sambil menggandeng tangan ibunya.
Sejak beberapa saat yang lalu, tepatnya saat jajan di warung. Mata Masha awas mengamati seorang ibu yang mengajak anaknya berbelanja. Ibu itu marah-marah karena anaknya terlalu lama memilih mainan. Ketika akhirnya menemukan pilihan yang diinginkan, ibunya kembali marah karena mahal. Lalu, kejadian itu selesai dengan sang Anak yang hanya mendapatkan balon tiup.
"Adek yang mana, Kak? Yang tadi beli itu?"
Masha mengangguk.
"Iya, Mei."
Bila terdiam memikirkan jawaban yang akan diberikan kepada Masha. Salah bicara dengan Masha, itu bisa repot. Anak sekecil dia masih sangat polos dan ingatannya sangat tajam.
"Padahal tadi kan cuma milih mainan kan, Mei. Kak Masha kalau milih suka lama, tapi ndak dimarahi, malah dibantu sama Memei soalnya bingung," ujar Masha lagi menyampaikan keheranannya.
"Emmm, kenapa ya, Kak? Ibunya lagi buru-buru kali, Kak. Atau mungkin lagi lapar."
"Kayak iklan di tivi gitu, Mei? Kalau lagi lapar nyebelin."
"Iya."
Bila memilih jawaban aman.
**
"Assalaamu'alaikum," ucap Masha dengan semangat ketika melihat ayahnya sedang memangku Naufal di teras.
"Wa'alaikumsalaam...."
"Yah, kasih dedeknya ke Memei sekarang, Yah!"
"Lho? Memangnya kenapa, Kak?" tanya Daffa tidak mengerti. Ucapan Masha seperti kalimat perintah yang harus dijalankan. Bos Kecil!
"Kak Masha mau cerita!"
"Cerita ya cerita aja, Kak. Duduk sini sebelah Ayah."
Masha menggeleng cepat. "Ndak mau! Meiiii, buruan ambil dedeknya."
Bila yang datang belakangan mengucapkan salam dan meraih tangan suaminya, dikecupnya singkat. Sejak dari warung Masha memang berjalan cepat meninggalkannya. Dia langsung mengerutkan kening mendengar ucapan Masha.
"Memei kan mau masak dulu, Kak. Katanya mau digorengin ayam?"
"Ahhh, pokoknya dedeknya diambil. Ditidurin dulu aja, baru masak nanti. Kak Masha belum lapar kok. Kak Masha sekarang mau cerita dulu sama Ayah, mau dipangku juga," rengek Masha.
"Buruan, Mei!" lanjutnya sambil menarik lengan ibunya.
Bila menatap suaminya dengan tatapan minta bantuan. Masha dengan mudah memintanya menidurkan Naufal, padahal tadi saat mereka ke warung, bungsunya itu sedang terlelap. Artinya sekarang Naufal baru bangun tidur dan tidak akan tidur lagi. Sindrom kakak baru belum juga hilang, Masha masih belum bisa diajak berbagi dengan adiknya. Hufft.
"Emmm, kita ke kamar main aja yuk, Kak? Jadi, nanti adek bisa main mobil, terus Kak Masha bisa cerita. Gimana?" tawar Daffa mencoba memberi solusi.
Masha mengangguk cepat tanda setuju. Dia berjalan cepat mendahului kedua orangtuanya.
"Anak ayah, semua aja kalau ayahnya bilang langsung ngangguk. Coba tadi aku yang bilang gitu, Kak. Pasti dia geleng-geleng," gumam Bila sebelum mengikuti Masha masuk ke dalam rumah.
"Nggak usah cemburu gitu sama anak sendiri, Bil. Kamu tetap cinta pertamaku kok." Daffa menjawab dengan tenang. Digendongnya Naufal yang dari tadi hanya diam karena memang masih mengantuk.
Kalau sudah mendengar kalimat pujian seperti sekarang, Bila tidak bisa berkata-kata lagi. Sebuah senyum terukir lebar di wajahnya. Dia berjalan menuju dapur untuk meletakkan makanan. Setelahnya membawa gelas berisi air putih untuk Masha yang tadi mengeluh kehausan. Bila berhenti tepat di depan pintu. Naufal sedang sibuk tengkurap dengan mobil-mobilannya, sementara Masha duduk di pangkuan sang Ayah.
"Mau cerita apa tadi, Kak?" tanya Daffa penasaran.
"Itu, Yah. Tadi di warung ada adek kecil dimarahin sama ibuknya sampai nangis. Kata ibuknya kelamaan milih gitu. Kasihan deh, Yah. Kok ibunya marah-marah toh, Yah?"
Bila yang mendengar obrolan ayah anak itu menggelengkan kepala. Jadi, dari tadi Masha heboh memintanya membawa Naufal hanya karena ingin bercerita tentang kejadian di warung. Anak itu menanyakan pertanyaan yang tadi sempat ditanyakan kepadanya.
Jadi, belum puas sama jawaban tadi ya, Sha? Harus banget ayahmu yang jawab?
Saya suka miris lihat anak yang dimarahin ortunya cuma karena masalah jajan, bahkan ada juga yang sampai dicubit mulutnya karena si Anak berulang kali bertanya apa yang harus dibeli. Padahal, saya pernah membaca kalau memarahi anak di depan umum itu intinya berefek kurang baik. Bukankah lebih baik dinasehati/diberi pengertian semacam perjanjian atau notif sejak dari rumah untuk membeli A saja, atau tidak boleh lama-lama milihnya karena ada urusan lain? Saya juga pernah kesel waktu antar bocil jajan lama milih, nggak enak sama Mbak Warung kasihan nunggu kita milih kelamaan, tapi selanjutnya saya coba nego dari rumah. Kalau di lokasi masih galau, dibantu dipilihkan. Cepat dan nggak perlu kesel di depan umum. Ibu-ibu, tante, kakak sholihah, jangan ditiru ya contoh jelek cerita ini, nanti bisa digosipin sama Kak Masha ^.^

KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
HumorIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.