"Kung, kucingnya boleh Kak Masha bawa satu? Dibawa pulang?" tanya Masha kepada eyangnya.
"Boleh. Itu kan kucingmu to, Kak. Yang dulu dikasih sama Om Rangga."
"Iya, tapi sekarang anaknya udah banyak. Kak Masha mau satu aja."
"Dua aja, Kak."
"Kenapa begitu, Kung?"
"Kalau satu kasihan, nggak ada temennya."
Bila yang sedang menghabiskan hari libur di tempat orangtuanya memerhatikan interaksi ayah, juga putrinya dari kejauhan. Dia tidak mau mendekat pada Masha yang sibuk dengan kucing karena menggendong Naufal.
"Mei, Kakak boleh bawa pulang kucingnya kan, Mei? Dulu kan karena adik masih kecil, jadi ndak boleh. Sekarang adek udah bisa jalan megal megol. Boleh, ya?" tanya Masha yang sekarang sudah berada di dekatnya, meninggalkan kakeknya yang sedang menutup kandang.
"Ndak boleh, Kak."
"Kok gitu?" tanya Masha dengan wajah cemberut. Ekspresinya berubah total dengan ketika datang menghampiri.
"Adek kan takut sama kucing, Kak. Suka nangis."
"Taruh di garasi aja, Mei. Jadi adek ndak lihat," saran Masha tak mau menyerah.
"Tetap aja suaranya itu lho, Kak."
"Dek Nopal mah cengeng. Masa sama kucing aja takut. Ayam juga. Semua aja ditakutin. Takut ayam tapi kalau dikasih bubur ayam kok mau," ujar Masha dengan kesal.
Bila tidak tahu harus menanggapi apa untuk keluhan Masha kali ini. Memang benar, Naufal ini tipe penakut, juga rewel. Berbeda sekali dengan kakaknya. Masalahnya untuk ketakutan Naufal atas binatang yang disebutkan Masha, Bila belum menemukan solusinya. Lain hal jika dengan burung, Naufal sangat girang dan bersemangat ketika melihatnya. Mungkin karena suaminya yang sudah mengadopsi dua love bird milik ayahnya, sehingga suara dan penampakannya akrab dengan Naufal. Jika sangkar diturunkan dari gantungan, Naufal akan bertepuk tangan sambil berteriak dalam bahasanya.
Hm, dia tidak bisa membayangkan bagaimana rewelnya Naufal kalau sampai Masha membawa pulang kucing-kucing itu.
"Kak Masha sebel deh sama Dek Nopal. Penakut!" lanjut Masha lagi.
"Ehm, Dek Naufal adeknya siapa tuh, Kak?"
Bila menoleh ke belakang. Daffa, suaminya terlihat membawa buah apel di tangan, lalu memberikannya pada Naufal.
"Adeknya Kak Masha," jawab Masha tak bisa mengelak lagi.
Suaminya nampak tersenyum puas dengan jawaban Masha. "Jadi yang cengeng sama penakut adeknya Kakak, ya?"
Masha tampak pasrah, "Iya."
"Kalau adeknya penakut sama cengeng buat Kakung boleh, Kak?"
Ayah Reffi ikut bergabung menggoda Masha. Putrinya itu menatap Naufal lalu kakungnya beberapa kali.
"Tapi... nanti Kak Masha ndak punya adek lagi, Kung."
"Bilang ke Ayah sama Memei minta adek baru."
"Boleh, Yah? Mei? Kakak mau adik baru," ujar Masha langsung memraktekkan instruksi dari kakungnya.
"Cewek, ya, Mei, Yah. Biar bisa main boneka sama ndak cengeng," lanjutnya.
Glek....
Bila memandang ayahnya dengan protes. Sementara di sisi lain, suami dan anaknya tampak tersenyum senang mendengar ide itu.
"Aamiin, ya Rabb."
Suara lirih itu terdengar tak lain dan tak bukan dari mulut suaminya. Ah, Kak Daffa memang mempunyai cita-cita memiliki penerus yang cukup banyak. Pengalaman menjadi anak tunggal, membuatnya menjadi demikian. Dalam hati, Bila berdoa semoga adik barunya Masha ada ketika Naufal sudah agak besar dan bisa diandalkan.
"Yeay! Adek baru!" teriak Masha kegirangan. "Nanti kalau ada adek baru, Dek Nopal boleh ditinggal di sini, Kung!"
Nggak gitu juga kali, Kak.
Karena kita tidak akan bisa memilih di keluarga mana dan seperti apa akan dilahirkan. Entah itu keluarga harmonis atau tidak, keluarga kecil atau besar. Semua adalah ketetapan Allah (Qada). Selanjutnya yang bisa dilakukan adalah bagaimana cara kita menerima ketetapan-Nya dan melaluinya dengan positif.
![](https://img.wattpad.com/cover/94711782-288-k62649.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
ComédieIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.