9. Mati Rasa

1.5K 182 25
                                    

"Tolong perhatiannya!" Seorang dosen wanita berseru sembari mengetuk-ngetuk papan tulis menggunakan spidol. Dia berdiri di atas podium seraya menatap garang kepada seluruh mahasiswa.

Sebenarnya aku tidak ingin berburuk sangka terhadap dosen itu tapi sikapnya membuatku terpaksa berpikir yang tidak-tidak. Sejak memasuki ruangan dia tidak pernah tersenyum dan raut wajahnya selalu cemberut. Nampaknya dia sedang bermasalah dengan pasangannya atau mungkin dia sedang mengalami fase pre menstrual syndrom [PMS]. Mungkinkah raut wajahnya memang begitu?

"Kenapa kalian tidak memperhatikan saya?" Dia bertanya seraya berkacak pinggang.

Kami tidak memperhatikannya? Apa tadi dia menjelaskan dengan mata terpejam. Setahuku, semua orang fokus mendengarkan penjelasan dosen itu.

"Kamu!"

"Saya, Bu?" Aku menunjuk diriku sendiri.

"Siapa namamu?"

"Anonim, Bu."

"Oh, jadi kamu si mahasiswi bernama Anonim yang ramai dibicarakan itu?" tanyanya sembari mengangkat sebelah alis.

"Saya?"

Kenapa bisa? Apa karena namaku lagi? Sejak aku menginjakkan kaki di bangku sekolah, aku sudah sering menjadi bahan perbincangan orang-orang. Awalnya aku merasa risih namun secara perlahan-lahan hal itu sudah menjadi sesuatu yang biasa bagiku. Pada akhirnya aku memutuskan untuk menjalani hidup dengan caraku sendiri.

"Anonim, silakan tunjuk salah satu mahasiswa yang ada di kelas ini."

"Maaf, untuk apa, Bu?"

"Lakukan saja. Saya yang jadi dosen di sini, bukan kamu."

"Tapi saya punya hak untuk bertanya, Bu."

"Hei! Apa kamu tidak bisa sehari saja membuat kelas ini tentram?" Seseorang melemparkan bola kertas ke arahku.

"Aw." Aku mengelus belakang kepalaku sambil menoleh ke belakang. Aku mendapati Putri tersenyum mengejek padaku.
Nampaknya Putri masih menyimpan dendam karena kejadian 2 hari yang lalu.

"Kamu sengaja cari sensasi, ya?"

"Dasar tukang cari sensasi! Jadi artis saja, sana!"

"Huhh ..." mereka serempak menyorakiku.

Aku sebisa mungkin berusaha agar tidak merespon mereka. Ini tidak seberapa dibanding bully-an yang aku alami semasa sekolah dasar.

Hidup memang seperti ini, kan? Sepanjang zaman manusia akan senantiasa saling menindas satu sama lain. Orang keji dan semena-mena pasti selalu muncul disetiap masa. Kebaikan dan keburukan akan terus mengiringi kehidupan manusia. Itu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Sang Penguasa Segalanya. Begitu kalimat yang tertera dalam buku yang pernah aku baca.

"Stooop!!!" Bu Ani berteriak menghentikan semua kerusuhan yang terjadi.

"Kalian ini mahasiswa! Bukan preman pasar! Apa kalian tidak belajar tata krama?"

Hening.

"Mahasiswa zaman sekarang memang tidak tahu aturan!"

Anonim | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang