17. Pemikiran

1.3K 168 13
                                    

Bagaimana cara untuk mengerti?

Satu pertanyaan yang mengganggu pikiranku belakangan ini. Rasanya ada terlalu banyak hal yang harus aku pahami. Mulai dari hal-hal sepele sampai perkara rumit. Satu per satu pertanyaan terus bermunculan dalam benakku. Lama-kelamaan aku jadi bingung sendiri.

Terkadang hidup dan kehidupan memang begitu membingungkan. Banyak misteri yang sampai saat ini belum terpecahkan. Bahkan, oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih sekali pun.

"Anonim."

Aku tersentak saat seseorang menepuk pundakku. Segera aku memutar kepala, menoleh ke arah orang itu.

Senyumanku mengembang tatkala menemukan Ayah berdiri di sebelah lengan sofa tempat dudukku.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya sambil mendudukkan diri di sampingku.

"Aku belum mengantuk."

"Ada yang menganggu pikiranmu? Kuperhatikan kamu sedang tidak fokus. Seperti orang linglung." Ayah menatapku lembut.

"Anonim bingung, Yah," keluhku sambil menopang dagu pada bantal sofa.

"Ada apa?"

Aku menghadap ke arah Ayah. Lebih baik aku bertanya, daripada terus-menerus larut dalam kebingunganku sendiri.

"Bagaimana cara untuk mengerti?"

Aku tidak yakin dia akan paham dengan pertanyaanku. Sebab aku sendiri sesungguhnya tak begitu memahami makna kalimat itu. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba terbersit keinginan untuk mempertanyakan tentang hal-hal yang mampir dalam inderaku.

"Apa yang ingin kamu mengerti?"

"Hm?" Aku mendongak, menatap wajah Ayah.

Ayah tersenyum, kemudian tangannya terangkat mengusap rambutku.

"Ada banyak cara untuk mengerti tentang suatu hal. Semuanya bergantung pada jenis hal yang ingin kamu mengerti."

Aku mengangguk paham.

"Contohnya?"

"Uhm, bagaimana cara kamu untuk menyalakan televisi?"

Untuk apa ayah menanyakan hal itu? Aku 'kan bukan manusia purba yang tidak mengikuti perkembangan teknologi.

"Ya, aku hanya perlu menekan tombol on pada remote control."

"Bagaimana cara agar kamu bisa memasak?"

"Ya, aku harus memahami teknik dan resep makanan yang mau aku masak."

"Lihat? Ada beragam cara untuk memahami berbagai macam hal. Tergantung apa yang ingin kamu pahami. Tidak ada batasan dalam menggunakan cara kecuali halal dan haram. Manusia bisa memakai kreativitasnya sesuka hati, tapi tidak dapat dipungkiri kalau seringkali kita tidak butuh pemahaman logika untuk mengerti tentang sesuatu. Melainkan hatilah yang bisa menuntun kita pada kebenaran."

Aku mendengarkan penjelasan Ayah dengan saksama.

"Kamu butuh contoh lagi?"

Aku hanya mengangguk pelan.

"Kalau kamu ingin mengerti suatu pelajaran, maka kamu harus belajar tentang pelajaran itu," sahut ayah santai.

Uh, kalau itu tanpa dijelaskan aku juga sudah mengerti.

Ayah terkekeh sambil mengacak-acak rambutku.

"Kamu suka mendumel dalam hati, ya?"

Aku terkejut mendengar perkataannya. Bagaimana dia bisa tahu? Apa jangan-jangan dia bisa mendengar suara hati?

"Wajahmu menggambarkan segalanya. Dengan kata lain, bila ingin memahami seseorang kamu harus sering berinteraksi dengan orang tersebut. Biasanya perasaan seseorang tergambar dari ekspresinya."

Aku menatap Ayah ragu.

Benarkah apa yang dikatakannya itu? Bahwa perasaan seseorang tergambar dari ekspresi.

Aku menarik napas. "Bagaimana kalau ... orang itu lebih sering berwajah datar?" tanyaku lamat-lamat.

Kulihat Ayah memicingkan mata, memandangku. Tatapan matanya seolah memberikan penilaian.

"Ada seseorang yang sedang kamu pikirkan?"

-TBC-

A/n. Sengaja cepat update soalnya besok mau UTS #gaaadayangnanya.

15 Oktober 2017

Anonim | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang