33. Ujian

1.1K 152 24
                                    

"Selamat sore."

"Sore Bu ..." sahut suara lemah seluruh mahasiswa.

Udara sejuk yang menelusup dari balik tirai serta sinar jingga sang surya yang masuk melalui ventilasi memberi kesan syahdu sore ini. Namun nampaknya tak cukup mampu untuk melunturkan ketegangan yang tercipta di kalangan mahasiswa.

Sore itu adalah hari terakhir diminggu terakhir perkuliahan semester ganjil. Sebentar lagi sudah waktunya bagi kami untuk mengistirahatkan otak dari tumpukan tugas-tugas yang seolah tak ada habisnya. Sebentar lagi. Hanya tersisa satu mata kuliah. Dan kami bisa bebas untuk satu bulan kedepan.

Aku duduk seraya mengetuk-ngetukkan pena pada ujung meja. Kakiku bergerak seiring dengan irama tanganku yang kian cepat. Ini adalah hari terakhir, namun entah mengapa kekhawatiran begitu menghantui diriku. Aku takut akan sesuatu hal yang tidak jelas adanya.

Diam-diam kuamati seluruh penjuru ruangan yang mampu terjangkau oleh mataku.

Senyum sinis tersungging di bibirku tatkala aku menemukan beberapa mahasiswa yang mencoba berbuat curang.

Apa yang harus kulakukan? Haruskah kubiarkan saja? Atau kulaporkan?

"Seperti yang telah kita sepakati. Tidak ada kecurangan dalam ujian ini. Bagi yang ketahuan curang, maka otomatis nilainya E." Suara tegas Bu Ani membuyarkan lamunanku.

Bagaimana nasib mereka bila kulaporkan? Mengulang tahun depan untuk mata kuliah yang sama tentunya.

Aku menggigit bibirku. Bimbang.

Tidak terima kalau mereka memperoleh nilai tinggi dengan cara berbuat curang. Namun di lain sisi, aku tidak tega kalau mereka harus mengulang.

Setan-setan di dalam hatiku mulai berbisik.

Bukankah selama ini mereka tak pernah peduli padaku? Lalu mengapa aku harus peduli?
Mereka bukan temanku, tak ada urusannya denganku. Dengan atau tanpa dilaporkan, mereka selamanya takkan pernah menganggapku ada.

Aku menghembuskan napas kasar.

Meski berat, aku tidak boleh melakukannya. Biarkan mereka berbuat sesuka hati. Proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik. Sesuatu yang dimulai dengan dusta pasti akan berakhir nista.

Bu Ani menyuruh Raka selaku ketua kelas untuk membagikan kertas soal ujian.

Kuperhatikan Raka senantiasa melempar senyuman pada mahasiswa yang menerima lembaran-lembaran itu. Tak kusangka kalau dia adalah orang yang ramah.

Aku memang duduk di deretan pojok kanan bagian belakang. Sehingga aku bisa mengamati keseluruhan penjuru kelas.

Setelah tiba di depanku, Raka hanya menatapku sekilas dengan tatapan penuh peringatan. Dia memperlakukanku seolah penjahat yang harus diwaspadai. Kemudian dia berlalu tanpa mengulas sebuah senyuman.

Ah, bukan berarti aku mengharapkan senyum Raka. Tapi, apa salahnya tersenyum padaku?

Ugh, apa yang kupikirkan sih?

Kutatap kertas putih yang ada di atas mejaku. Raka meletakkannya dengan cara terbalik sehingga tulisannya terhalangi. Begitulah yang diperintahkan oleh Bu Ani. Entah apa tujuannya.

"Baiklah," Bu Ani bangkit dari duduknya. Kedua tangannya dia tumpukan pada meja. "Kalian boleh melihat soalnya!" serunya lantang.

Sontak semua orang langsung mengikuti instruksi Bu Ani.

Tanganku bergerak menyentuh ujung kertas, aku menyunggingkan senyum percaya diri, lalu dengan cepat membalik kertas tersebut.

Terdengar suara gumaman keterkejutan dan beberapa decakan protes.

Aku yakin itu pasti disebabkan oleh soal yang tertera di baliknya. Hanya satu nomor. Namun apa yang ada di dalamnya benar-benar tidak mewakili mata kuliah yang kami ampu selama ini. Dasar-dasar menulis.

Entah kami harus bersyukur atau merana karenanya.

Benar-benar. Dosen memang suka berbuat semaunya. Apa tujuannya membuat soal semacam ini? Kami sudah mahasiswa, bukan anak SD lagi.

Deskripsikan seseorang yang ada di kelasmu.

Aku melipat kedua tangan di atas meja, kemudian berbaring dengan lengan menjadi tumpuannya.

Siapa yang harus kudeskripsikan?

"Huft ..."

Ujian tak pernah menjadi hal yang menyenangkan. Kecuali bagi mereka yang siap menghadapinya.

-TBC-

A/N:  Oiya, coba kalian baca ulang chapter sebelumnya Fakta satu, Risa bukan angkatan 2013 ya guys, ada yang berubah. Kalau jeli, kalian mungkin bisa menebak ending cerita ini. *evilsmirk

btw, aku penasaran. teman-teman selama baca Anonim siapa yang kalian bayangkan? Visualisasi tokoh yang cocok menurut kalian:

1. Abdullah
2. Anonim
3. Risa
4. Putri
5. Raka

Tolong jawab ya. heheh,

sekian jangan lupa votemen :)

Umul Amalia,

10 Desember 2017

Anonim | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang