"Biarkan saja. Aku tidak peduli," sahutku cuek.
"Tapi aku peduli!"
Huh? Tak kusangka ternyata dia benar-benar seorang teman yang baik.
"Soalnya ayahku tidak suka mahasiswi yang telat lulus. Apalagi, kalau sampai kena DO."
Hah?! Lantas? Apa hubungannya antara aku tidak cepat lulus dengan ayahnya? Jangan-jangan ... dia benar-benar berniat membuatku menjadi ibu tirinya? Seperti yang dia katakan tempo hari.
"Terus? Apa hubungannya dengan ayahmu? Kamu tidak berniat menjadikanku istri muda ayahmu, kan?" tanyaku dengan pandangan curiga.
"Kamu sungguh tidak mengerti?" ucapnya seraya memiringkan kepala. Menatapku sekilas, lalu menuduk, memandangi sepatunya.
Aku mengangguk cepat. Sampai kapan pun aku tidak akan mengerti sebelum dia sendiri yang menjelaskannya.
"Mungkin suatu saat kamu akan mengerti."
Ah, kalimat itu lagi. Aku sudah terlalu sering mendengarnya. Sampai rasanya aku bosan untuk menerka.
"Kapan?"
Kapan aku mampu memahami hal-hal aneh yang terjadi belakangan ini. Tentang berbagai hal yang membuatku merasa bingung. Kejadian-kejadian yang terjadi diluar rencanaku. Seharusnya aku tahu kalau sejak awal bertemu dia sudah bersikap misterius.
Dia datang dan memperkenalkan dirinya sebagai hamba Allah. Kemudian bersikap baik dan bertindak layaknya seorang teman. Semakin lama, dia semakin terlibat di dalam hidupku hingga tanpa sadar aku mulai terbawa ke dalam permainannya. Parahnya, aku sama sekali tak diberi kesempatan untuk keluar. Pintunya benar-benar telah tertutup rapat. Aku tak menemukan jalan untuk kembali. Dia seperti mendesain terowongan untuk kutelusuri. Aku tidak punya hak untuk berbalik. Yang perlu kulakukan adalah terus berjalan hingga menemukan ujung terowongan itu.
Sialnya, walau lelah dan membingungkan. Aku ... mulai menikmati petualanganku.
"Siapa maksudmu?" ucapnya membuyarkan pikiranku.
"Hm?"
"Kalimat yang kamu tulis di kertas. Siapa yang kamu maksud?"
"Risa. Asal kamu tahu, kemarin dia menginap di rumahku."
"Aku tahu," Abdullah tersenyum simpul. "Ya, hubungan kami memang cukup dekat."
Seberapa dekat? Pertanyaan itu muncul kembali dalam benakku. Kemarin saat aku bertanya, Risa juga memberikan jawaban yang serupa. Tentu ini semakin membuatku penasaran. Bagaimana bisa? Mereka berdua begitu mirip. Seolah mereka memiliki keterikatan satu sama lain.
Siapa mereka? Dua orang berlainan jenis, tapi memiliki kepribadian yang serupa. Mereka yang secara tiba-tiba muncul dalam hidupku yang diliputi kebingungan. Hadir memberikan jawaban atas segala keriasauanku, walau tak dapat dipungkiri mereka pulalah yang menambah daftar pertanyaan rumit itu.
Satu pertanyaan kembali memenuhi otakku. Bukankah selama ini dia terlihat membatasi pergaulannya dengan lawan jenis? Lantas hubungan seperti apa yang mereka miliki?
"Abdullah."
"Ya?"
"Antara, aku dan dia," aku menghembuskan napas secara perlahan, "mana yang lebih dekat ... denganmu?"
Dan tepat setelah itu, Abdullah mengangkat wajahnya, mendongak. Tatapannya tepat tertuju ke arahku. Dia menggeleng seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Wajahnya yang tadi sumringah seketika berubah menjadi datar.
"Sudah pasti," Abdullah menggantung kalimatnya.
"Risa."
Kemudian berlalu tanpa memberikan penjelasan apapun.
-TBC-
Ada yang nunggu nggak? :p
04 Desember 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonim | ✔
Espiritual[Chapter lengkap] Ini tentang Anonim yang berusaha menemukan makna hadirnya di dunia. Lewat tiga pertanyaan besar yang selalu menghantui pikiran. Dari mana manusia berasal? Apa tujuan hidup di dunia? Setelah meninggal, ke mana manusia akan pergi? Su...