Seperti yang telah Risa katakan bahwa jika aku menemukan tujuan hidup, maka aku akan mendapatkan apa yang selama ini kucari.
Akan tetapi, mengapa masih saja terasa ruang kosong di hatiku?
Apa yang salah denganku?
Tidakkah Pencipta ingin memberikan sedikit penerangan buatku?
"Terus? Apa hubungannya dengan tujuan hidupku?"
Risa menggaruk kepalanya yang terbungkus kerudung.
"Ya, itu ... kita harus mengabdi kepada Allah. Masa sudah sejelas ini kamu belum mengerti?" keluhnya sembari mendelik.
Aku tergelak. Sepertinya aku pernah mendengar dialog terakhirnya dalam sebuah kartun Jepang.
"Maksudku, itu 'kan berdasarkan pandangan islam. Hal yang memang telah ditentukan oleh Pencipta. Lalu apa hubungannya dengan warna dalam hidupku? Mampukah ia menciptakan gradasi warna yang indah dan beragam?" tanyaku sembari mengusap tengkuk.
"Ooh ... kalau kamu sudah tahu apa tujuan hidupmu. Semestinya kamu akan berjalan melewati jalur untuk mencapai tujuanmu. Iya 'kan? Dengan kata lain, kamu akan berjalan di atas koridor islam."
Aku memutar bola mata jengah. Aku merasa kalau jawabannya hanya berputar pada islam atau semacamnya.
"Memangnya apa yang bisa islam berikan dihidupku yang suram?"
Entah mengapa belakangan aku mulai memikirkan tentang hubungan sosial yang selama ini kuabaikan. Tentang aku yang tak memiliki banyak teman. Jujur saja, terkadang aku sedikit kesulitan bila ada tugas kelompok dari dosen. Hanya Abdullah satu-satunya yang membuatku nyaman dan tenteram mengerjakan tugas bersama.
Pertanyaannya, apakah dia akan selalu ada untukku?
Kulihat Risa menggeleng pelan, kemudian senyuman tipis terukir di bibirnya.
"Begini, Anonim. Bila kamu berjalan di atas koridor islam, maka warna-warna indah akan terukir dengan sendirinya. Teman yang baik, pandangan hidup yang jelas, hati yang selalu tenteram. Bukankah itu yang kamu inginkan?"
Aku terdiam. Apa benar itu yang kuinginkan?
"Uhm ..." aku mengangguk ragu.
Bisakah aku memperoleh semua itu?
"Sebelum menciptakan warna yang indah, kamu harus yakin tentang apa yang kamu inginkan dalam hidup ini. Setelah itu, kamu bisa mencobanya sendiri."
Apa yang paling kuinginkan dalam hidup ini?
Sebenarnya apa yang selama ini kucari?
Mengapa aku terus mempertanyakan berbagai hal?
Pertanyaan itu terus berputar-putar dalam otakku. Mereka seolah berlomba untuk mengejek dan menghakimiku. Aku si gadis aneh yang selalu bertanya tanpa tahu tujuannya. Untuk apa aku bertanya bila pada akhirnya jawaban yang kutemukan tak memberikan perubahan yang berarti.
Apakah selama ini aku telah melakukan suatu kesia-siaan?
Apa yang kuinginkan?
Sesungguhnya apa yang kucari?
Mengapa lubang di dalam hatiku tak kunjung tertutup meski aku telah mendapatkan jawabannya.
Apa yang salah denganku?
Aku menunduk, jatuh terduduk di atas lantai yang dingin. Tanganku bergerak menutup kedua telingaku, mataku terpejam erat. Suara-suara itu sangat berisik di dalam kepalaku. Mereka terus melontarkan pertanyaan menyesatkan. Menyeretku ke dalam jurang tak berujung. Memaksa tubuhku untuk berdiam diri di sana.
Nafasku tercekat, bibirku terbungkam, derai air mata jatuh begitu saja tanpa bisa kucegah.
Seseorang tolong selamatkan aku! Aku tidak mau berjalan terlalu jauh. Kumohon kembalikan aku ke jalan yang semestinya.
"Anonim, Anonim! Hei kamu kenapa?"
Kurasakan seseorang menepuk pipiku kuat sambil mengguncang bahuku.
Aku tersentak. Pikiranku kosong. Perlahan tapi pasti suara-suara itu lenyap dari indera pendengaranku. Menyisakan ketakutan yang menyergap benakku.
"Kamu bilang hidupku akan menjadi lebih baik bila aku mampu untuk menemukan tujuan hidupku. Kamu bohong, nyatanya lubang di hatiku semakin menganga lebar. Apa ini berupa hukum dari Pencipta karena aku terlalu banyak bertanya?" gumamku lirih.
"Mengapa aku tak diberi kesempatan untuk menemukan kebahagiaanku sendiri?"
Oh tidak! Bisikan-bisikan itu kembali menghantui pikiranku.
Apa arti bahagia?
Bagaimana agar aku bisa bahagia?
Seberapa penting kebahagiaan dalam hidup manusia?
"Anonim sadarlah," ujar Risa sembari memegang bahuku. "Jawaban yang kamu temukan takkan berarti apa-apa bila kamu tak mengaplikasikannya. Berhentilah bertanya, dan mulailah untuk bertindak. Sungguh, masalah takkan selesai hanya karena beribu pertanyaan yang kamu lontarkan."
"Apa maksudmu?"
"Kamu yakin bahwa Allah adalah Tuhan kita, Muhammad adalah rasul kita, dan alquran adalah kitab suci kita. Benar begitu?"
Aku hanya mengerjapkan mata sebagai jawabannya.
"Tapi kenapa kamu masih bertanya? Kurasa akan lebih baik bila kamu tunduk pada perintah Allah."
"Apa yang terjadi jika aku tidak mau tunduk pada perintah Allah?"
Kening Risa berkerut. Dia nampak berfikir keras. Kemudian dia tersenyum simpul.
"Apa yang terjadi kalau kamu tidak mengerjakan tugas dari dosen?"
"Huh? Untuk apa kamu tanya itu?"
"Kamu bisa jawab atau tidak?" tanya Risa kekeuh.
"Dosen tidak akan peduli, dan paling mentok hanya akan mengomel."
"Benarkah? Bagaimana kalau kamu terus-menerus melakukan kesalahan?"
Aku memicingkan mata, menatap Risa. Kenapa pertanyaannya makin melantur? Aku 'kan bertanya tentang konsekuensi dari mengabaikan perintah Tuhan, bukan dosen.
"Kalau kamu selalu mengabaikan tugas dari dosen. Apa yang akan terjadi?"
"Silakan mengulang tahun depan," sahutku horor.
Risa menatapku serius seraya berkata, "begitu pun halnya dengan Tuhan. Dia akan memberikan balasan yang setimpal untuk segala perbuatan yang kita lakukan. Sayangnya Pencipta tak memberi kesempatan untuk mengulang kehidupan. Apabila kamu mengabaikan perintahnya, maka bersiaplah untuk menerima hukuman. Tatkala nyawa sudah berada di tenggorokan, dan telah tiba hari pembalasan, maka hanya ada dua kemungkinan; tertawa diatas kebahagiaan, atau menangis dalam penyesalan."
-TBC-
Mungkin kedepannya aku gak bisa lagi update tepat waktu, tapi akan kuusahakan. Soalnya agenda kampus lagi padat banget, dan belum lagi persiapan 3 minggu menjelang UAS. Yosh!
16 November 2017
Umul Amalia,
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonim | ✔
Spirituale[Chapter lengkap] Ini tentang Anonim yang berusaha menemukan makna hadirnya di dunia. Lewat tiga pertanyaan besar yang selalu menghantui pikiran. Dari mana manusia berasal? Apa tujuan hidup di dunia? Setelah meninggal, ke mana manusia akan pergi? Su...