"Jadi?"
Aku bersedekap di dada, kemudian memalingkan muka darinya. Jujur saja, aku masih kesal karena dia memasuki ruangan pribadiku tanpa izin dariku.
"Kamu masih marah? Padahal aku sudah datang ke sini spesial untukmu loh."
"Aku tidak menyuruhmu,"
"Sayang sekali, temanmu sudah capek menghubungiku hanya untuk menjawab kebingunganmu."
Sontak aku menoleh ke arahnya tatkala dia menyebutkan kata teman.
"Siapa? Abdullah?" tanyaku memastikan.
"Apa kamu punya teman lain?" sahutnya dengan wajah polos.
Jleb!
Apa dia harus mengatakannya? Tanpa diingatkan aku pun sudah hafal kalau aku tidak punya teman selain dia.
Dia terkekeh. "Aku bercanda. Kalau mau, kamu bisa menganggapku teman," ucapnya sembari menyodorkan selembar kertas.
Aku tersenyum.
Dia adalah teman keduaku. Entah bagaimana caranya secara tidak langsung Abdullah berperan penting dalam mempertemukan aku dengan teman baru.
"Apa ini?"
"Baca,"
Aku membuka lipatan kertas itu. Seketika wajahku mendadak berubah jadi datar saat membaca tulisan yang tertera di dalamnya.
"Apa yang kamu rasakan?"
Untuk apa dia mempertanyakan perasaanku? Apa teman harus selalu tahu urusan satu sama lain.
"Jadi?" ulangnya sekali lagi.
Aku diam. Mencoba mengidera lebih dalam.
Hampa. Tak mampu menjamah rasa.
Kosong. Bagaikan langit malam tanpa bintang.
Gelap. Tak ada setitik cahaya di dalamnya.
Nihil. Aku menyerah karena lelah terus berputar pada tempat yang sama.
"Tidak ada," sahutku singkat.
"Wajar saja. Itu karena kamu tidak tahu apa sebenarnya yang ingin kamu indera. Iya, kan?"
"Lantas?"
"Agar mempu menjawab kebingunganmu, kamu harus membuat hidupmu lebih berwarna. Karena semakin beragam warna yang kamu torehkan, maka semakin banyak pula gradasi yang tercipta. Pada akhirnya jawaban itu akan muncul dengan sendirinya. Tapi, untuk membuat hidupmu berwarna-"
"Aku harus melukis tubuhku?"
Risa tertawa. "Kamu ini ada-ada saja."
Aku ikut tersenyum.
"Kamu harus mampu mengerti apa tujuan hidupmu sesungguhnya. Dari situ, kamu bisa menentukan target dan langkah apa yang akan kamu gunakan kedepannya."
"Simple as that?"
"Simple? Aku ingin tahu sudah sejauh apa kamu melangkah menapaki tahap itu."
Aku tertegun.
Nol. Aku masih di sini, berada di tempat yang sama. Bermain dengan rasa sakit dan kesunyian.
"Bagaimana denganmu? Apa kamu sudah menentukan apa tujuan hidupmu?"
"Aku? Tentu. Jauh sebelum terlahir, tujuan hidupku telah ditentukan."
Hah? Jangan bercanda. Bagaimana bisa? Tujuan ada saat kamu ada. Kalau orangnya saja belum muncul, bagaimana caranya tujuan bisa timbul?
Aku tidak pernah berteman sebelumnya. Dan sekali aku memiliki teman, ternyata yang mendekat justru orang-orang yang membingungkan.
Dia dan laki-laki itu. Sepertinya mereka makhluk yang setipe.
"Kamu bohong."
"Tidak. Sebelum itu, aku ingin tanya," tuturnya pelan.
"Apa?"
"Darimana kamu berasal?"
"Aku? Berasal dari Pencipta. Kemudian terlahir akibat fertilisasi kedua orangtuaku. Aku lahir dari seorang wanita yang kupanggil ibu."
Setelah penjelasannya waktu itu, aku paham bahwasanya manusia tidak muncul begitu saja hanya karena hasil fertilisasi. Melainkan ada 'sesuatu' yang menciptakannya.
"Dan siapa Pencipta yang sebenarnya?"
"Allah, Tuhan semesta alam."
"Nah, untuk mengetahui apa tujuan dibuatnya ponsel. Kamu harus bertanya pada siapa?"
"Hah?!"
Kenapa malah beralih ke alat telekomunikasi?
Risa terkikik.
"Wajahmu lucu," ucapnya sembari menyeka sudut matanya. "Jawab saja."
"Tentu pada si pembuat ponsel."
"Benar. Lalu bagaimana cara untuk mengetahui tujuan kamu diciptakan?"
"Apa? Pencipta? Allah?" Aku melotot. "Hei! Kamu menyuruhku untuk mati agar bertemu Allah. Begitu?" seruku kesal.
Dan tepat setelah itu, dia malah tertawa terbahak-bahak.
"Pffft ... hahahah ..."
"Hentikan."
"Uhm ... huft," Risa menghembuskan napas perlahan.
"Jadi?"
"Karena itu Allah menurunkan alquran sebagai petunjuk hidup. Dari sana kamu bisa paham apa tujuan penciptaan manusia."
"Huh?"
"Alquran surah Adh-Dhariyaat ayat 56."
-TBC-
10 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonim | ✔
Espiritual[Chapter lengkap] Ini tentang Anonim yang berusaha menemukan makna hadirnya di dunia. Lewat tiga pertanyaan besar yang selalu menghantui pikiran. Dari mana manusia berasal? Apa tujuan hidup di dunia? Setelah meninggal, ke mana manusia akan pergi? Su...