14. Aku Muslim!

1.3K 163 11
                                    

"Abdullah!"

Setelah dosen keluar dari ruangan, aku langsung berlari menyusul Abdullah yang lebih dulu meninggalkan kelas.

Kulihat Abdullah berhenti, lalu membalikkan badan menoleh padaku.

"Ada apa?" tanyanya sambil menatap wajahku.

Aku berdiri tak jauh dari Abdullah. Kami terpisah oleh jarak sekitar 1 meter. Entah mengapa aku merasa kalau Abdullah selalu menjaga jarak denganku kecuali bila kami kebetulan duduk bersebelahan saat di dalam kelas. Dalam artian saat itu kami berada dalam jarak yang dekat. Meski Abdullah tak pernah mengeluarkan sepatah kata pun kecuali untuk sesuatu yang penting. Kurasa.

"Kenapa kamu berbohong?"

"Tentang apa?"

"Puisi itu hanya kamu sendiri yang menulis."

"Aku tidak berbohong. Kita memang kerja sama. Aku bahkan datang ke rumahmu. Lagipula, itu sudah kesepakatan kita. Hanya mengambil salah satu dari puisi yang ada. Dan kita memakai hasil karyaku. Kamu sudah sepakat, kan?"

Benar juga. Seharusnya aku tidak melupakan fakta kalau dia tidak mau berkolaborasi denganku.

Aku mengangguk paham.

"Masih ada yang ingin kamu bicarakan? Kalau tidak, aku akan pergi."

"Oh, silakan," sahutku sambil mengangguk singkat.

"Permisi," ucapnya kemudian berlalu meninggalkanku.

Aku memandangi punggung Abdullah yang semakin lama semakin menjauh.

Permisi katanya? Aku baru menyadari kalau ternyata selama ini Abdullah tak pernah mengucapkan salam layaknya orang islam padaku. Padahal aku selalu mendengarnya berucap salam kepada yang lain. Apa dia tidak tahu bahwa aku agama islam?

Aku harus menanyakannya.

Sontak aku berlari menuruni anak tangga. Hendak mencari keberadaan Abdullah yang baru saja menuruni tangga ini beberapa menit yang lalu. Kuharap aku masih menemukannya. Untunglah keadaan di sekitar tidak terlalu ramai sehingga aku tidak perlu mengantri untuk turun.

Setelah mencapai anak tangga terbawah, aku langsung berbelok ke kiri, mencari keberadaan Abdullah.

"Abdullah!" seruku tatkala melihat siluetnya dari balik kaca.

Aku bergegas menuju ke arahnya.

"Apa lagi?" tanya Abdullah dengan wajah datar.

Aku membenarkan letak kaca mataku. "Uhm, kamu tahu? Aku ini beragama islam."

Abdullah mengangkat alisnya tinggi. "Kenapa kamu memberitahku? Aku bukan petugas sensus penduduk."

Eh? Kenapa aku memberitahunya? Dia 'kan mahasiswa bukan petugas sensus. Apalagi dia jurusan sastra, bukan statistika.

"Maksudku, kamu selalu mengucapkan assalamualaikum pada orang lain. Sedangkan padaku kamu tidak melakukan hal yang sama."

"Jadi, kamu ingin aku mengucapkan salam layaknya orang islam padamu?" tanyanya seolah hendak memastikan.

Aku mengangguk cepat.

"Apa kamu tahu? Perbedaan antara kamu dan Putri."

Aku dan Putri? Kenapa dia menanyakan hal itu? Mana aku tahu apa perbedaan kami. Aku tak pernah memperhatikan siapapun secara detail. Terlebih membandingkan diriku dengan orang lain.

"Tidak."

"Coba kamu perhatikan cewek yang ada di sana." Abdullah menunjuk ke arah seorang perempuan yang sedang duduk pada bangku yang terletak tidak jauh dari tempat kami berdiri.

Aku menoleh, mengikuti arahannya.

"Kamu paham maksudku?"

"Bagaimana caranya? Kamu sama sekali tidak menjelaskan apapun."

"Bandingkan pakaianmu dengan pakaian gadis itu. Kalau kamu belum mengerti, silakan baca alquran QS. Al-ahzab ayat 59 dan An-nur ayat 31." Timpalnya sembari memasukkan tangan ke dalam saku almamaternya. "Sudah ya, aku pergi. Selamat sore." Kemudian ia benar-benar berlalu dari hadapanku.

"Hei, kamu belum menjawab pertanyaanku!"

Dia malah terus berjalan dan mengabaikan aku.

Aku mendengus kasar. "Dasar sok misterius."

Daripada bingung sendiri, lebih baik aku bertanya pada perempuan yang ditunjuk oleh Abdullah tadi.

"Permisi," ucapku setelah sampai di depannya.

Gadis itu mendongak. Wajahnya berubah bingung begitu melihatku.

"Boleh aku bertanya padamu?"

"Silakan." Suaranya terdengar lembut dan bersahabat.

Aku yakin dia tidak mengetahui siapa namaku. Karena kalau tahu, dia pasti akan menjadi aneh seperti mayoritas orang.

"Apa perbedaan antara aku dan kamu?" tanyaku penasaran.

"Maaf?"

"Lupakan saja." Aku mengibaskan tangan. Percuma aku bertanya padanya. Dia 'kan tidak tahu apa pokok permasalahannya. "Terimakasih dan selamat tinggal."

Sebenarnya apa maksud Abdullah?

-TBC-

05 Oktober 2017

Anonim | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang