"Wah, tak kusangka ternyata penulis novel Anonim seorang gadis yang mempesona."
Aku tertawa kikuk tatkala mendengar pujian orang yang sekarang duduk berhadapan denganku. Kami hanya terpisah oleh sebuah meja kecil.
Apanya yang mempesona? Aku 'kan memakai penutup wajah! Seperti cadar, tapi tidak begitu tebal. Sengaja kulakukan untuk menutupi identitasku.
"Kita bisa mulai, ya, Kak?"
Aku mengangguk. "Panggil saja Azalea."
"Baiklah, Azalea. Perkenalkan, saya Tiara akan menjadi moderator untuk memandu jalannya acara hingga dua jam kedepan," ucapnya sambil tersenyum ramah.
Aku balas tersenyum. Merasa yakin kalau dia dapat melihat senyumku di balik kain tipis penghalang.
"Hari ini kita akan bedah novel Anonim, betul?"
Aku mencibir dalam hati. Yaiyalah, mana mungkin kita mau bedah manusia!
"Novel berjudul Anonim ini berkisah tentang seorang gadis penuh luka yang berusaha menemukan dirinya. Dalam pencarian itu dia dipertemukan dengan banyak tokoh. Salah satunya Abdullah, karakter yang punya andil besar dalam perubahan sang heroine. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sosok Abdullah menghilang ..." Tiara menjelaskan secara garis besar tentang cerita dalam Novelku. "Kisah yang menarik," gumamnya masih dengan senyum terpatri.
"Terimakasih."
"Bagaimana kamu bisa menemukan ide seperti ini?"
"Novelnya terinspirasi dari kisah seorang teman. Awalnya aku menulis untuk membantu Anonim agar terus mengingat sosok Abdullah. Orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya."
"Kisah seorang teman? Apa ini pertanda kalau cerita dan karakternya nyata?"
Aku terkekeh ringan. "Bukankah penulis sering memasukkan kisah dan karakter orang di sekitarnya ke dalam cerita yang mereka buat?"
"Ah ... benar juga. Novelmu sedikit unik, bisa kamu ceritakan tentang perjalanannya?"
Aku mengangguk singkat. Kemudian mulai bercerita tentang perjalanan panjang Anonim sebelum akhirnya bisa berjejer di toko buku.
Novel Anonim berkali-kali ditolak oleh penerbit dengan alasan tak logis, beberapa mau menerimanya dengan syarat judul dan nama tokoh utama harus dirubah. Tentu saja aku menolak tegas. Bagaimana bisa aku menbunuh karakterku sendiri?
Kuputuskan untuk tidak membuat karya lain sebelum Anonim berhasil terbit. Aku nyaris menyerah karena penolakan. Untung saja ada orang-orang yang senantiasa mendukungku. Akhirnya, setelah menunggu lama, ada satu penerbit yang mau menerima naskah orisinil Anonim.
Alhamdulillah. Allah memang tak pernah mengabaikan usaha seorang hamba.
Aku harus berterimakasih pada Putri. Dia sangat berperan penting dalam terbitnya novel Anonim. Dia berhasil mempromosikan novelku pada penerbit tempatnya bekerja sebagai editor. Dia pula yang berakhir menjadi editorku.
Tentu saja aku tak menyebut identitas Putri dalam penjelasan itu. Aku hanya menyamarkannya sebagai seorang teman.
"Jadi kamu tidak mau menulis karya lain sebelum novel Anonim terbit?" tanya Tiara heran setelah mendengar penjelasanku. "Kenapa?"
Aku menarik napas panjang. "Karena aku ingin novel Anonim menjadi undakan pertama untukku mencapai puncak." Seperti halnya Abdullah menjadi yang pertama bagiku.
"Tampaknya Anonim sangat berarti untuk Azalea," ucap Tiara bercanda seraya menghadap ke arah peserta.
Aku tersenyum lebar tanda setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonim | ✔
Espiritual[Chapter lengkap] Ini tentang Anonim yang berusaha menemukan makna hadirnya di dunia. Lewat tiga pertanyaan besar yang selalu menghantui pikiran. Dari mana manusia berasal? Apa tujuan hidup di dunia? Setelah meninggal, ke mana manusia akan pergi? Su...