Helpless

14.4K 432 0
                                    

Christine POV
Aku mempercepat langkahku menuju ke University of Washington Medical Center. Aku mendapat telepon beberapa saat yang lalu, seorang pria yang mengaku sebagai salah satu perawat disana mengatakan bahwa ayahku sedang dirawat disana akibat kecelakaan. Hujan yang sedang menyelimuti Seattle tak menghentikan langkahku. Dalam hati aku sangat khawatir, ayah memang memiliki beberapa kondisi yang menyebabkan beliau tidak boleh bekerja berat. Inilah yang aku takutkan ketika setiap hari melepasnya pergi bekerja.
Aku masuk ke dalam rumah sakit dan melihat ayahku tebaring diatas ranjang UGD dengan banyak sekali alat menempel di tubuhnya.
"Permisi, apa anda miss Ariston?" Tanya seorang pria dengan pakaian hijau. Aku mengangguk
"Saya yang menelepon anda tadi, mohon maaf miss, kondisi ayah anda sangat kristis, ayah anda mengalami cedera parah pada bagian kepala dan tulang punggungnya akibat terjatuh. Saya sarankan anda secepatnya menemui doctor Aaron, untuk membicarakan proses operasi ayah anda miss." Ucap pria itu. Aku tidak mampu berkata-kata dan hanya mengangguk dan segera mencari dokter yang dimaksud.
Aku melihat sebuah pintu dengan tulisan Dr. Aaron G. Harris dan mengetuk pintunya. "Masuk." Sebuah suara menjawab dari dalam dan aku membuka pintunya.
"Ada yang bisa ku bantu?" Tanya dokter itu, namun matanya tidak lepas dari tab yang di bawanya. Aku sempat membayangkan jika dokter bedah ini adalah dokter tua dan beruban, namun aku salah. Jika dilihat dokter ini belum genap 30 tahun, tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Aku mengumpulkan suaraku yang tersisa sambil menahan diri agar tidak menangis.
"Ayah saya mengalami kecelakaan kerja dan harus segera dioperasi, perawat di UGD menyarankan saya untuk datang kepada anda." Jawabku sebisanya. " dokter itu melirikku sebentar. "Bisa kulihat rekam medis nya?" Tanyanya singkat.
Aku menyerahkan amplop besar yang sempat diberikan oleh si perawat tadi. Dokter Aaron memeriksanya sebentar kemudian menatapku. "Ayahmu akan mati, tidak ada gunanya melakukan operasi." Ucapnya singkat. Aku bengong, diam. Tidak tahu harus berkata apa. Tangisku pecah dan memaki dokter Aaron. "Kau kira siapa dirimu memvonis hidup mati seseorang! Dasar dokter tidak tahu diri!" Aku beranjak keluar dari ruangan itu dan membanting pintunya.
Aku berlari ke arah UGD namun tak sengaja menabrak seseorang. Aku mendongak untuk melihat siapa yang kutabrak. Aku melihat namtag yang bertuliskan Dr. Ryan. "Maafkan saya dokter, saya sedang buru-buru." Aku meminta maaf ditengah tangisku.
"Tidak apa-apa, kenapa anda menangis?" Tanya dokter Ryan. Aku menceritakan semuanya kepada dokter Ryan, dan kutahu bahwa dokter Ryan juga ahli bedah saraf sama seperti dokter brengsek itu. Dan dokter Ryan bersedia mengoperasi ayahku.
Baru 30 menit ayahku memasuki ruang operasi, seorang perawat keluar bersama dokter Ryan, dan memberitahu bahwa ayahku meninggal saat pembedahan. "Maafkan aku Christine, aku tidak dapat menyelamatkan ayahmu." Sesal dokter Ryan.
"Ini semua karena dokter sialan itu, jika saja aku tidak harus bertemu dengannya dlu, ayahku pasti tidak akan mati karena terlambat dioperasi." Teriakku dalam tangis.
"Walaupun aku mau mengoperasi ayahmu tadi, tidak ada gunanya, organ dalam ayahmu sudah berhenti bekerja, ayahmu bertahan hanya karena alat penunjang. Jadi dioperasi tadi ataupun sekarang akan percuma. Aku hanya berusaha mengurangi bebanmu. Namun tampaknya kau mengabaikan kebaikan hatiku." Tiba-tiba sebuah suara dari belakangku menjawab. Aku melihat dokter brengsek itu berdiri sambil melipat tangannya didepan dadanya. Aku menatap tajam pria itu dan berbalik meninggalkannya. Saat aku ke bagian administrasi untuk mengurus biaya rumah sakit. Aku terkejut melihat nominalnya, US.12000
Aku lemas, seakan kemalangan menimpaku bertubi-tubi. Dimana aku akan mendapatkan uang sebanyak itu.

I'm in love with you, doc!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang