Aaron POV
Sudah seminggu pasca operasi yang dijalani oleh Christine, namun Ia tidak kunjung bangun. Dokter yang menanganinya mengatakan Ia sudah melewati masa kritisnya, namun aku tetap khawatir padanya. Aku sempat meminta kepada dokter, agar Christine dipindahkan ke Seattle, agar aku bisa menanganinua langsung, namun dokter dan pihak kepolisian melarangnya, alasannya adalah demi kepentingan penyelidikan. Setiap hari aku hanya melihatnya terbaring dengan berbagai alat yang bertengger disekitar tubuhnya.
Pintu yang terketuk membuyarkan khayalanku.
"Hey, bagaimana keadaannya? Apa dia sudah sadar?" Ternyata Sophie. Ia sama putus asanya denganku. Aku hanya menggeleng. Ia menghela napas berat.
"Kau sudah 2 hari tidak pulang. Kau terlihat kacau. Biar aku menggantikanmu, lagipula hari ini aku libur." Ucapnya.
"Tidak, aku baik-baik saja. Aku ingin memantau perkembangannya." Jawabku tanpa melepaskan pandanganku pada Christine.
Sophie hanya menghela napas panjang.
Sophie menyerahkan sebuah tas dan meletakkannya di meja disebelahku.
"Setidaknya kau harus ganti baju Aaron. Dan turunlah untuk makan. Aku akan menjaganya. Biarkan aku menjadi sahabat yang berguna untuknya barang sekali saja." Pintanya kali ini dengan wajah memelas.
Aku menghela napas dan akhirnya mengangguk. Aku mengambil tas itu dan melenggang ke kamar mandi.
Setelah mandi, aku bersiap turun untuk mencari makan. Namun langkahku terhenti ketika ponselku bergetar.
"Hallo?" Kataku menjawab teleponnya.
"...."
"Baiklah, saya akan kesana sekarang." Jawabku dan menutup teleponnya.
Aku segera turun. Dan masuk kemobilku lalu menyetir menuju kantor polisi.
Disana ada seorang dengan setelan jas rapi yang sudah menungguku.
"Dokter Aaron?." Tanyanya sambil menjabat tanganku.
"Just Aaron lieutenant." Jawabku sambil menyambut jabat tangannya.
"Jadi aku memintamu kesini untuk menanyakan beberapa pertanyaan." Ucapnya.
"Baiklah. Apa ini ada kaitannya dengan kasus Christien." Tanyaku.
"Benar, kami menangkap pelakunya pagi ini, disebuah club, berkat kamera pengawas yang berhasil menangkap wajahnya saat kejadian. Itu dia." Jawabnya sambil menunjuk kearah sebuah ruangan kaca dan disana duduk seorang yang bersetel jas sedang menginterogasi seorang pria besar berbaju hitang dengan banyak tato dilengannya.
"Dia teridentifikasi bernama David Winston, apa kau mengenalnya?" Lanjutnya.
"Tidak, kenapa aku harus tahu?" Tanyaku, aku mulai tidak mengerti kemana arah pembicaraan Letnan ini.
"David memiliki riwayat yang kotor di kepolisian. Pencurian, percobaan pembunuhan, perampokan bersenjata dan penjualan narkoba. Dan kau mengatakan bahwa kau tidak mengenalnya. Apa kau pernah menangani pasien? Atau orang yang memiliki dendam pribadi? Atau mungkin Christine?" Tanya Letnan itu lagi.
"Aku tidak pernah mendapat pasien dengan nama David Winston, ataupun dengan marga Winston. Dan aku yakin Christine tidak akan mau mencari masalah dengan pria yang memiliki riwayat seperti itu." Jelasku pada sang Letnan.
"Ia jelas tidak memiliki motif untuk mencoba membunuh miss Ariston, dan alibinya sudah kami cek, ia mengatakan bahwa saat itu dia sedang mabuk, kita tidak bisa memastikan alibinya benar atau tidak, karena satu-satunya bukti yaitu alkohol didalam tubuhnya sudah hilang berhari-hari lalu dan tidak ada seorang saksipun di TKP." Katanya padaku.
"Apa yang sedang anda pikirkan letnan?" Tanyaku.
"Untuk saat ini saya tidak bisa menduga-duga sebelum mendapatkan bukti terlebih dahulu. Jika ada perkembangan, saya akan menghubungi anda dokter." Ucapnya.
"Baiklah, terima kasih Letnan Brody. Saya permisi dulu." Jawabku seraya pergi dari kantor polisi.Aku berpikir keras saat perjalanan ke rumah sakit. Sekeras apapun aku mengingat. Aku tidak pernah memiliki masalah dengan pasien bernama Winston.
Dengan frustasi aku membelokkan mobilku kearah restoran siap saji dan masuk ke drive thru. Aku memilih makanan secara acak dan segera kembali kejalan. Aku sama sekali tidak berselera makan, namun perutku bergejolak menuntut haknya.
Sesampainya di rumah sakit, aku bergegas menuju ke lift. Dan berpapasan dengan seorang wanita, aku memandangnya sejenak, dan merasa ia mirip dengan seseorang, perhatianku buyar saat ponselku berdering.
"Hallo."
"...."
"Benarkah?! Baik aku sudah disini, aku akan segera naik." Jawabku sambil menutup telepon dan segera menuju kekamar Christine karena Sophie baru saja meneleponku dan mengatakan Ia sudah bangun.Sesampainya dikamar, untuk pertama kalinya aku melihat matanya terbuka, walaupun telihat lemah. Namun aku sangat bersyukur bahwa Tuhan telah mengabulkan doaku.
"Hey there my Christine." Ucapku sambil mengelus puncak kepalanya dengan lembut.
Ia hanya tersenyum, senyum yang selama ini kurindukan."
"I miss you." Bisiknya.
Aku tidak mendengar suaranya, namun aku dapat membaca gerakan bibirnya.
Tanpa sadar tubuhku bergerak dan mengecup bibirnya lembut.
Ia nampak terkejut. Dan aksiku terhenti saat Sophie berdehem keras dan terkekeh.
"Dasar kalian pasangan baru, jika kau melakukannya dengan mendadak, Christine bisa koma lagi" ucapnya sambil terus terkekeh.
Aku ikut tertawa dan mengenggam tangan Christine.
"Thank you for not giving up." Kataku sambil mengecup tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with you, doc!
RomanceHidup Christine berubah setelah kemalangan datang bertubi-tubi. Ayahnya yang meninggal dan hutangnya yang menumpuk. Dan hampir saja kehilangan kehormatannya akibat terlalu percaya. Pikiran Aaron tidak bisa berpaling darinya, deja vu yang datang dan...