FF - Ilustration to Fiction - Aiu Ahra

71 3 2
                                    

di KANOI saat ini lagi bahas tema YOUNG and FUN alias remaja dan YA :)

dan kita ada challenge nulis berdasarkan gambar ilustrasi. Berikut yang minwar rasa bagus ^^

 Berikut yang minwar rasa bagus ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Bicycle-

Angga mengayuh sepedanya dengan lambat. Bahkan terlalu lambat untuk jalanan yang sebetulnya lebih mulus dari kulitku.

"Aku berat ya, ngga?" tanyaku cemas. Jangan-jangan berat badanku bertambah beberapa kilo.

"Enggak!" Angga menjawab singkat lalu mulai mempercepat laju sepedanya. Entah mengapa Angga terlihat berbeda hari ini. Wajah tampannya yang selalu ceria dan lucu setiap pulang sekolah, kali ini ditekuk seperti kaleng sarden.

"Terus kenapa kamu aneh banget hari ini?" aku mencoba mengembalikannya ke dunia nyata. "Apa ada yang kamu taksir? Kamu nggak usah jemput aku juga nggak apa-apa kok, aku bisa pulang sendiri. Biarpun kita tetanggaan dan satu sekolah dari kecil, bukan berarti kamu harus anter jemput aku terus!"

"Kamu memang nggak tau atau pura-pura nggak tau sih?" tanyanya ketus sambil menghentikan sepeda.

"Loh, mana aku tahu kalau kamu daritadi nggak bilang apa-apa?" aku menarik napas, membuang semua rasa kesal yang membuatku sesak.

"Kamu pikir kenapa aku mau susah payah anter jemput kamu setiap hari? Iya, kamu memang tambah berat, tapi aku sayang kamu! Kenapa kamu terima Dion jadi pacar kamu tanpa bilang aku?"

Aku terpana, "Aku kira kamu cuma anggap aku adik, aku belum jawab apa-apa kok ke Dion," ujarku pelan, tapi tak mampu menyembunyikan binar bahagia di mataku.

-Shirley Du Assa-
***

Sekolah sudah mulai sepi. Hampir semua kelas sudah dikosongkan, kecuali XI-IPA-1. Melisa masih di sana. Terlelap di atas buku Fisika yang soal-soalnya membuat kepalanya pening. Dan wajah Melisa yang tampak sangat pulas itu, membuat Kevin tidak tahan untuk tidak mendekat.

Pemuda itu mengendap-endap masuk ke dalam kelas. Dengan hati-hati, ia duduk di samping gadis itu, menatapnya dalam diam. Perlahan ingatannya memutar kenangan indah yang pernah mereka lalui berdua. Kenangan yang selalu berhasil membuatnya tersenyum kembali setelah minggu-minggu berat ini.

Melisa tampak sangat damai.

Tidak ada yang Kevin harapkan selain melihat pemilik hatinya tersenyum. Meskipun berat karena harus jauh darinya, tapi tidak ada yang membuatnya lebih lega selain kebahagiaan gadis itu.

Mendadak, sesak di dadanya berulah. Rindu itu mendesak agar Kevin menyentuh Melisa.

Mengusap rambutnya tidak akan melukai siapapun.

Kevin menggeleng cepat. Menyingkirkan ide gila di kepalanya.

Tidak. Akan jadi masalah jika Melisa terbangun dan mengetahuinya. Terlebih kalau gadis itu tidak suka. Sudah cukup hubungan istimewa mereka hancur. Kevin tidak mau dibenci juga olehnya. Ia tidak akan sanggup.
Pemuda itu menatap Melisa lagi, lalu tersenyum sedih.

"I miss you, Mel."

-Garretha Sampouw-
***

Kelas ini hening, tak seramai kemarin. Beberapa siswa masih sibuk dengan mikroskop dan preparat mereka. Sementara aku memilih untuk menyibukkan diri dengan pikiranku yang berkelana. Saat itu pikiranku jatuh pada pecahan kenangan seorang lelaki bernama Dan.

Lelaki itu, yang mampu membuat debarku begitu gemuruh. Lelaki yang bola matanya menyerupai telaga hitam, yang jika aku menatapnya terasa seperti menikamkan duri pada dadaku sendiri.

Ah, lelaki tak tahu diri. Seharusnya aku menyumpah di hadapannya persis seperti ini. Namun, aku tak mampu. Tak pernah mampu. Aku lebih memilih bungkam ketika melihatnya merayu Aisha, sahabatku sendiri, menggoda Mona, dan melempar senyum penuh arti pada Raya. Bagiku kami sama-sama bodoh. Ia bodoh karena tak bisa menjatuhkan pilihan untuk satu perempuan saja. Dan aku bodoh karena telah terjerat segala muslihatnya.

"Masih suka hujan, kan'?" tanya itu terdengar dari seseorang, membuatku kaget. Suaranya membuatku terbangun dari lamunan tentang lelaki itu.

"Tentu saja, masih." Aku berpura-pura mengamati preparat-preparat di dekatku sambil mencatat sesuatu. Aku tak mau menatap wajah Dan. Wajah yang hanya akan membuatku tergila-gila pada rasa sakit.

"Ini gerbang September."

"Lalu?"

"Seperti katamu dulu, Rei, hujan akan segera mendatangi kita, barangkali ia juga mengumpulkan pecahan-pecahan kenangan yang sempat hanyut dan membawanya ke dasar ingatan."

Kenangan katanya? Ah, semudah itukah lidahnya mengecap kata kenangan? Sedang kata itu yang tak pernah bisa aku hilangkan di kepala. Ya, hanya di dalam kepalaku sendiri. Mungkin saja jika kenangannya berupa hujan, ia akan tajam menembus ubun-ubunku berkali-kali.

-Violin -
***

Cerita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang