Kelas diasuh oleh honeydew1710
Selamat pagi!
Tema bulan ini adalah The Voice of Women di mana kita belajar untuk menyuarakan pesan dan pendapat tentang perempuan kepada perempuan. Kalau memberdeul mengira tulisan semacam ini hanya bisa disajikan dalam bentuk nonfiksi, memberdeul salah besar. Tulisan ini bisa disajikan dalam bentuk fiksi yang bagus sekali. Kita bisa menyisipkan pesan secara tersirat atau tersurat di dalam sebuah cerita.
Tugas hari ini adalah membuat FF maksimal 300 kata yang menyisipkan pesan untuk perempuan.
Contohnya ini saya ambil dari cerita wattpad saya yang lagi on going berjudul Filthy Shade of Drey . Dalam cerita ini saya memang menyisipkan banyak pesan. Nah, ini salah satunya:
Ternyata, aku cuma halu sendiri. Sekretarisnya yang cantik itu beneran datang sendirian. Maksud dari sendirian itu benar-benar SENDIRIAN.
"Saya mau ambil barang-barang Pak Drey yang tertinggal," katanya setelah kubukakan pintu.
Aku menyerahkan jas yang nggak berani kusentuh sejah kejadian itu kepadanya. Dia nggak langsung pergi setelah menerima jas itu. Cewek itu menatapku terus dengan ekspresi aneh.
"Kenapa?" tanyaku ketus. Semoga beneran ketus. Aku nggak suka cara dia memandangku seperti itu. Kemarin dia judesin aku di Clover Bank. Sekarang, aku boleh dong balas dendam? Ini daerah kekuasaanku.
"Kok bisa ini ketinggalan di sini?" tanyanya bingung. "Kamu ada main sama pak Drey?"
"Iya, main layangan," jawabku lebih kasar lagi. Beneran nggak selera aku ngomong sama dia. Bisa jadi Drey udah sering bobok-bobokan sama dia, kan? Sekretaris mah memang itu kerjaannya.
Dia memicingkan mata. "Beneran dia main sama kamu?"
Aku mendengus kesal. "Kalau maksud Mbak main yang ena-ena itu, nggak. Aku nggak main kayak gituan sama dia."
"Terus kenapa jasnya ketinggalan di sini?"
"Tanyalah sendiri, Mbak. Kan Mbak sekretaris dia."
Cewek itu menggigit bibir, kelihatan ragu-ragu. "Soalnya seumur-umur aku kerja sama dia, nggak pernah tuh diapa-apain."
Ya, ampun aku hampir ngakak dengar dia ngomong begini! Pengin joget-joget rasanya.
"Lipstik Mbak ketebelan kali. Makanya dia males," jawabku asal. "Mbak, tenang aja, aku juga nggak diapa-apain kok sama dia. Kalau aja dia berani ngapa-ngapain aku, bakalan lewat dia."
Cewek itu tersenyum lebar lagi. "Songong banget."
"Bukannya songong, Mbak. Setahuku jadi cewek harus punya harga diri sih. Digrepein bos itu bukan prestasi, Mbak," kataku penuh dengan kesotoyan.
***
Louis Krishna Putera Suryapranata
Kyure yang sedang berbelanja di pasar melihat ada kerumunan orang. Di tengah kerumunan, ada seorang gadis kecil yang sedang meringkuk dan merintih kesakitan. Disampingnya ada beberapa kue kecil yang berhamburan di tanah. Ada seorang laki-laki paruh baya yang memaki-maki gadis kecil itu.
"Ini ketiga kalinya kamu mengambil barang daganganku!" teriak laki-laki itu sambil mengayunkan tali tambang yang dipegangnya dan memecut gadis kecil itu. Tidak ada yang berani menghentikannya.
Tiba-tiba Kyure menyeruak ke tengah-tengah kerumunan, dan melempar kantong belanjanya hingga menghantam muka si pedagang dan terjatuh.
"SIAPA ITU?" teriak si pedagang itu dengan marah. Ketika dia melihat Kyure, bertambah marahlah dia.
"KAMU IBUNYA? SEHARUSNYA KAMU TAHU KALAU ANAK INI SERING MENCURI DAGANGANKU!" teriaknya lagi sambil mengayunkan tali, namun kali ini dia hendak memecut Kyure. Kyure melompati meja dagangannya, menendang dagunya hingga dia terjatuh dan kepalanya terbentur aspal jalan hingga tidak sadarkan diri. Selesai berkelahi, Kyure menghampiri anak itu.
"Nak, mengapa kamu mengambil barang dagangannya?" Kyure bertanya. Anak itu tidak menjawab. Orang-orang di kerumunan itu mengatakan kalau anak ini bisu dan tuli sejak lahir. Karena cacat sejak kecil, orang tuanya menelantarkan dia, sehingga tidak jarang dia meninggalkan rumah untuk mencari makan sendiri. Kyure segera menggendong anak itu dan pergi dari kerumunan. Tak lupa dia meninggalkan selembar uang setarus ribuan di dekat pedagang yang tergeletak itu.
"Ini uang untuk mengganti segala yang anak ini pernah ambil karena tidak mungkin anak ini mengambil banyak kue darimu. Seorang anak seperti selembar kertas putih, dia akan menjadi sesuatu berdasarkan apa yang diketahuinya. Jika dia tidak tahu bahwa mencuri itu salah, maka selamanya dia akan jadi pencuri. Maka itu, kita sebagai yang lebih tua harus mengajari mereka dengan benar" kata Kyure sambil meninggalkan tempat itu.
***
Si Pahit Lidah
Nita Oktifa
"Bubar...bubar. Si pahit lidah datang," Tika dan Mina buru-buru beranjak ketika Dina masuk pantry.
Aya, yang tak sempat pergi, pura-pura sibuk dengan gawainya. Ia melihat sekilas ke arah Dina dan tersenyum ke arahnya.
"Kenapa sih, orang-orang pada menghindari Gue?" ujar Dina dengan muka masam.
"Lagi ada keperluan kali," timpal Aya malas.
"Gak usah pura-pura nggak tahu deh. Bilang aja nggak suka," kata perempuan berambut sebahu itu.
Aya yang sedari tadi diam, akhirnya tak tahan juga. Ia berdiri dan memuntahkan semua uneg-uneg di dadanya.
"Mau tahu? Gue kasi tahu ya. Coba deh kalau ngomong itu direkam. Setiap ada orang bicara, Lu skak. Padahal mereka cuman bercanda. Tiap orang bicara salah dikit, Lu semprot. Kerjaan orang, Lu hina mulu. Kurang ini lah, itulah, kayak udah paling bener aja. Udah gitu, Lu ngomong sana-sini," kata Aya berapi-api.
"Jadi orang jangan egois! Maunya dimengerti, tapi nggak pernah mencoba mengerti orang lain. Suka banget jatuhin orang lain. Perempuan memang ada masanya terserang PMS, tapi nggak tiap hari juga kali menebar racun di mana-mana," tambahnya sambil berlalu meninggalkan Dina.
Perempuan yang disebut si pahit lidah itu melongo melihat orang yang biasanya jadi obyek risakannya, tiba-tiba berani memberondong dengan deretan fakta yang baru disadarinya.
***
Elsada Febryanti
Shin-bi menopang dagunya, sembari matanya terus menatap sang suami, Kyu-dong, yang tengah sibuk mengetik dengan laptopnya.
"Sampai kapan kau mau menatapku,hm?," tanya Kyu-dong.
"Sampai kau mengiyakan permintaanku," ujar Shin-bi.
Kyu-dong menghentikan gerakan tangannya. Ia mengalihkan pandangannya, balas menatap istrinya.
"Sayang, aku masih sangat mampu untuk mencukupi segala kebutuhanmu. Kenapa kau harus menyusahkan diri dengan bekerja menjadi guru SMA yang penghasilannya tidak seberapa? Kau juga tahu sendiri, murid SMA paling susah diatur, apalagi jika mereka melihat guru muda seperti dirimu. Jadi, berhentilah mengatakan bahwa kau ingin bekerja," ujar Kyu-dong tenang.
Shin-bi mengerucutkan bibirnya. Rupanya sang suami tidak mengerti. Kyu-dong pikir Shin-bi bekerja hanya untuk uang.
"Aku tidak seratus itu, oppa," ujar Shin-bi lirih.
"Menjadi guru adalah cita-citaku sejak kecil. Aku ingin menjadi guru, bukan semata-mata untuk mendapatkan uang. Bagiku, bekerja adalah kesenangan,"ujar Shin-bi. Kyu-dong diam, mendengarkan penuturan istrinya.
"Aku bukannya menganggapmu tidak mampu membiayai kebutuhanku. Sungguh, aku sama sekali tidak bermaksud begitu... Aku hanya ingin bekerja, mengisi waktu luangku. Jujur, aku bosan jika setiap hari harus duduk sendirian menonton TV sembari menunggu kepulanganmu," Shin-bi mengakhiri penjelasannya.
Kyu-dong mendesah pelan. Ia sedikit menyesal, karena tidak mendengarkan alasan istrinya terlebih dahulu. Mungkin Kyu-dong perlu mengikuti kursus "menjadi suami yang pengertian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pilihan
Short StoryCerita-cerita yang ada di sini merupakan hasil karya para Memberdeul KANOI. Enjoy reading! ^_^