di KANOI saat ini lagi bahas tema YOUNG and FUN alias remaja dan YA :)
dan kita ada challenge nulis berdasarkan tema yang no Romance. Berikut yang minwar rasa bagus ^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Sial! Piroutte-nya tidak sempurna. Gerak dasar sesederhana ini saja dia tak mampu.
Apa yang sebenarnya Tuhan rencanakan untuknya? Ia telah berlatih keras sejak kecil, saat ia masih menganggap balet sebagai pembunuh waktu senggang.
Kini, ketika hati dan seluruh jiwanya ia peruntukkan untuk menari, takdir berkhianat.
Tersengal sesak. Keringat membakar tubuh. Namun semangatnya tak lantas padam. Sekali lagi. Sosok lelah di cermin itu tergopoh berdiri.
Diangkatnya satu kaki, posisi Passe. Tangan terentang. Ia meyakinkan diri. Kali ini ia pasti berhasil.
Lalu momen berhentak dan berputar.
Bruk!
Dia mengerang. Gagal. Percuma latihan ini.
Tidak akan ada yang memahami bagaimana perasaannya sekarang. Balet adalah hidup dan mimpinya. Berputar, melompat, melayang adalah napasnya. Emosi dan jiwa yang ia curahkan di atas panggung. Buah keberhasilan yang ia tunjukkan dari latihan-latihan panjang.
Tapi semua tak akan sama lagi.
Ujung pointe shoes-nya tampak buram. Untuk kali pertama, ia menangis tersedu-sedu. Kenyataannya, Piroutte tidak pernah hadir dalam hidupnya. Tak ada titik balik untuk berputar. Yang ada, ia harus rela waktu terus berjalan. Kakinya tidak akan pulih seperti sedia kala. Kecelakaan itu datang untuk mengakhiri impiannya.
(Fatim Az-zahroh)
***
#Impian
Nggak. Ini semua nggak mungkin terjadi. Baru kemarin mama ngajakin jalan-jalan. Mama juga mengajak Kevin menonton film di bioskop. Berkali-kali mama bilang, kalau dia sayang pada Kevin.
Tapi kenapa mama nggak bangun-bangun? Bukankah mama bilang dia hanya akan tidur sebentar?
Kevin melihat popo* mengusap air mata. Dadanya bergetar hebat.
"Kev. Maafkan mamamu, ya," kata popo.
Kevin heran. Kenapa dia harus memaafkan lagi? Baru saja dia disuruh memaafkan papanya yang pergi bersama wanita lain. Kini dia harus memaafkan mamanya.
Kenapa?
*popo = nenek
(Putu Felisia)
***
#Saudara
Diam-diam, Airin menarik napas panjang. Ia menunduk pasrah saat diomeli mamanya karena kamar yang berantakan.
Selain karena memberikan alasan apapun tidak akan akan didengar, membantah Mama yang sedang dikuasai emosi bukanlah hal yang bagus. Bukan hanya karena dosa, tapi lebih pada efek sampingnya. Omelan ronde dua. Berkat tumpukan PR dari sekolah dan bimbelnya, Airin benar-benar tidak punya waktu untuk mendengar omelan sang Mama yang pasti akan melantur ke mana-mana.
Tapi pelajar tahun akhir di SMA itu tak habis pikir. Jelas-jelas tadi pagi Airin membereskan kamarnya, sekalian mencari dasi sekolah. Lantas, siapa yang tega membuat usahanya menjadi sia-sia begini?
Omelan Mama berhenti sejenak saat mendengar salam dari Wendy yang baru pulang sekolah. Terlihat dari seragam SMPnya yang masih lengkap terpakai, bersama dengan ransel warna merah jambu kesukaannya. Juga jam tangan yang dijaga baik-baik oleh Airin di tempat persembunyiannya, yang melingkari pergelangan tangan gadis itu.
Seketika, amarah Airin tersulut. Jadi, dia pelakunya?
Mendapati tatapan sinis sang kakak, si bungsu buru-buru menyembunyikan kedua tangannya ke belakang punggung sambil memasang wajah tak berdosa. Membuatnya terlihat makin mencurigakan.
"Ma, aku ke kamar dulu, ya? Mau istirahat," pamit Wendy yang sudah keburu beranjak sebelum kalimatnya tuntas.
Dasar Cumi! Awas, kamu!
(Garretha Sampouw)
***
#Keluarga
Nia menatap perempuan di dalam kamar berwarna dominan putih. Seorang perempuan yang telah membuatnya terluka. Betapa ia telah berusaha untuk tegar. Namun gagal. Perempuan itu telah menyayat hatinya.
"Permisi, ibu siapanya dia?" seorang perawat mengagetkannya. Nia mengusap airmatanya dengan ujung lengan baju, "dia kakak saya, Sus. Hanya dia keluarga saya." Suara Nia seperti tertahan di tenggorokan. Derai airmatanya kian membanjir. Ia sesenggukan di daun pintu sambil terus menatap kakaknya.
Tiba-tiba badan kakaknya menggeliat. Ia mengamuk dan melotot hingga biji matanya hampir loncat. Dua orang suster menenangkannya, ia meracau.
"AINA sayang! Sini, Nak. Biar ibu peluk." Ia memeluk guling. Sejurus kemudian ia melemparkan gulingnya. "Tuhan! kembalikan anakku! Kembalikan brengsek!" Ia menangis dan menjambak rambutnya hingga sebagian rambutnya tercabut. Nia tak sanggup melihat semua itu. Ia berlari keluar dan menangis sejadi-jadinya.
"Aina sayang, semoga kamu bahagia dengan Ayah di tempat terindah di sisi-Nya. Tante akan menjaga ibumu," gumamnya. Ia menatap ke ujung lorong rumah sakit. Siluet Aina dan ayahnya belum pergi dari sana. Setelah kemarin dinyatakan meninggal karena kecelakaan.