FF Genre Bebas

146 3 0
                                    

Memberdeul diminta membuat FF dengan genre bebas. Syaratnya hanya harus memakai nama tokoh asli dari Indonesia dan menyebutkan salah satu ciri khas kebudayaan/ciri khas Indonesia.

FF by Yeti Nurmayati

Aku tergesa melangkah menuju kelas. Hari ini ada ulangan matematika dan semua orang pasti mencari posisi paling strategis. Aku takut posisiku dekat Asep diambil si Lani. Bisa-bisa aku mati kutu nanti di hadapan Pak Maman. Asep kan jenius dan pemurah lagi. Nggak kaya si Rozak tuh pelitnya minta ampun.

"Sarah! Cepet amat langkahnya macam mau ketemu artis aja!" Tiba-tiba ada suara dari belakangku. Duh, mampus! Itu pasti Bejo, anak paling absurd di sekolah. Jangan-jangan hari Kamisku akan kembali sial seperti Kamis yang lalu.

Aku tak menghiraukan Bejo yang menyejajarkan diri dengan langkahku.

"Lo cantik hari ini, Rah. Batikmu unik banget. Motif apa itu?"

Aku tahu Bejo hanya basa-basi, jadi tak kuhiraukan. Bejo pun akhirnya diam dan menguntit di belakangku yang setengah berlari.

Sesampainya di kelas, bangku hampir tak ada yang kosong. Sial!
"Sarah! Silakan duduk." Bejo menyuruh aku duduk disebelahya. Dan memang tak ada pilihan lain. Aku duduk di sebelahnya.

Memang hari Kamis selalu apes!

**********

FF by Aliza Bithia Dee

(sebagian dari cerita ini diilhami dari kisah nyata)

Malam hari di angkringan pinggir jalan dekat stasiun tugu jogja, aku dan simbak widhi tengah menikmati makanan sambil menyeruput kopi joss.
Segelas kopi dengan arang menemani malam kami.
Aku memilih kopi dengan susu, aku tidak terlalu suka rasa pahit kopi. Simbak Widhi memilih kopi hitam.
"Mbak ternyata suka yang pahit-pahit."
"Hm? Kenapa mas?"
Aku terkekeh, "biasanya cewek suka yang manis-manis. Suka jamu pahitan juga?"
"Suka. Enak, bikin sehat juga."
"Simbak ini..." aku mencubit pipinya, "manis-manis gini sukanya pahit."
"Masnya, kalau aku minum manis nanti ketularan, terus masnya diabetes gimana. Ini kan biar ngimbangin gak terlalu manis."
Lesung pipit di muka simbak mengembang. Ya, memang manisnya entah kenapa bisa menular ke kopiku.

********
FF by Nuria Betty

Horja

"Tapi kalau salah gimana, Bang? Aku kan ndak ngerti apa yang mereka omongkan." Dengan logat Kediri-nya yang kental, Peni berbisik lagi di telinga suaminya.

“Inggak akan. Kalau mereka lagi bicara, kau cukup senyum-senyum sadza. Kalau mereka minta kau lakukan sesuatu, kau menurut sadza. Kalau mereka minta kau bicara, bilang sadza terima kasih, mohon doa restu. Begitu sadza.” Zulham meyakinkan istrinya agar lebih percaya diri.

“He, lihat itu, Da. Si Zulham mesra kali sama istrinya. Lengket macam perangko. Bikin iri sadza.” Uda Hakim berkomentar keras-keras melihat kemesraan pasangan pengantin baru itu. Saudara-saudara lain yang duduk bersama membuat hiasan di ruang tengah tertawa mendengar celetukan Uda Hakim.

“Ini, Da, gugupnya si Murni ini. Khawatir salah,” jawab Zulham.

“Inggak perlu takut, Dek. Kami ini baik-baik nya. Inggak akan marah. Suara kami sadza yang keras, tapi hati kami lembut kali pun.” Kak Jomina menghibur Murni sambil melipat kain ulos yang akan dipakai besok.

Murni tidak pernah bermimpi bahwa dirinya akan mengalami hal yang sama seperti anak Bapak Presiden. Ngunduh mantu alias Horja Godang. Tuhan telah mempertemukan Murni binti Paino dengan pemuda Batak yang kini menjadi suaminya, Zulham Pulungan. Murni kini punya marga yang juga sama dengan anak Bapak Presiden, Siregar. Murni terharu.

*******
FF by Louis Krisna Putra Suryanata

Hujan sore itu begitu deras. Sugiono berjalan mondar-mandir di teras rumah joglonya.
"Bagaimana ini?" ujarnya berulang-ulang sambil menggelengkan kepala.
Tiba-tiba, muncul sosok perempuan dari dalam rumah sambil membawa nampan. Ternyata itu istrinya, Fuminem.
"Ada apa, Pak?" ujar Fuminem sambil meletakkan nampan di meja dan memberikan segelas teh yang dibawanya kepada suaminya.
"Aku lagi pusing. Aku baru berhenti dari kerjaanku, padahal anak kita akan lahir sebentar lagi" jawab Sugiono.
"Bagaimana kalau kita buka warung tegal?" tanya Fuminem yang baru saja menyeruput tehnya.
"Kamu kan tidak boleh terlalu capek kalau lagi hamil. Kasihan kamu dan anak kita" jawab Sugiono.
"Kalau begitu jadi supir ojek saja" balas Fuminem.
"Lah piye to Bu. Kalau aku tidak ada di rumah, lalu terjadi sesuatu denganmu, bagaimana?" jawab Sugiono lagi.
"Lah Bapak ini maunya apa to?" sekarang Fuminem ikut geleng-geleng kepala. Tiba-tiba Sugiono bersin, sepertinya karena kedinginan berpikir di tengah hujan seperti itu.
"Ya sudah, Pak. Masuk rumah dulu, jangan sampai kena flu lagi" lanjut Fuminem sambil menuntun Sugiono masuk ke rumah. Sugiono menuruti ajakan istrinya.
"Nanti kita diskusi di meja makan ya. Aku buatkan ronde dulu" ujar Fuminem. Sugiono hanya tersenyum melihat istrinya yang mungil nan cekatan walaupun sedang hamil.

******
FF by Emmy Herlina

Judul : Memulai Kisah di Sekolah Baru

“Raden Ajeng Ambarita Sunyoto. Pindahan dari Solo. Ayo, duduk di sebelah Ratu.”
Ambar memasang senyum sambil melangkah dengan canggung. Dia bisa merasakan tatapan seisi kelas seakan menelanjanginya. Untungnya bangku yang ditunjuk Pak Tino berada di baris ketiga di tengah, tak begitu jauh dengan papan tulis. Gadis berkacamata itu mengucapkan permisi kepada Ratu sebelum duduk di tempatnya.

“Ratu, titip salam buat gadis manis sebelah niku, nyak demen. Tipenya Iwan tuh!”
“Ish, apaan sih. Duduk sana!”
Ratu mendorong pundak Iwan yang menyorongkan badannya agar kembali di bangkunya yang tepat berada di belakang Ratu sementara Ambar hanya tersenyum tipis.

“Bujang sini memang banyak yang tudauw. Dang kaget. Tenang aja.”
Ratu menjelaskan dengan singkat kepada Ambar sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Kening Ambar berkerut tanda tak paham dan segera pandangannya teralihkan oleh benda yang kini dipegang Ratu.

“Bagus sekali. Itu tapis?”
Ratu mengangguk dan membuka retsleting kotak pensil bersulamkan tapis miliknya untuk mengeluarkan sebuah pena. “Iya, buatan gue.”
“Wah, kamu keren. Aku mau punya yang seperti itu.”
Ratu kembali tertawa. “Iya, iya, nanti gue buatin. Spesial buat Ambar.”

Ambar menarik napas lega dan mengucapkan terima kasih pada Ratu yang sepertinya akan menjadi teman baiknya di sekolah ini.

Note:
Niku = kamu
Nyak demen = Saya suka
Tudauw = ganjen, menel
Dang = jangan

Cerita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang