FF - Paragraf Pertama

78 1 0
                                    

Christa yang sedang berangkat ke sekolah melihat kerumunan orang di sekitar rongsokan helikopter. Banyak orang mengatakan bahwa helikopter tersebut baru saja menabrak papan reklame dan meledak di tempat. Namun tidak ada tanda-tanda pengemudi maupun penumpang di dalam helikopter tersebut. Terjadi perdebatan apakah helikopter itu auto pilot, dikendalikan dari jarak jauh, atau pengemudinya telah kabur sebelum tabrakan terjadi.

by Louis Khrisna

***

Ennis mendengus dan memutar bola matanya dengan sebal. Dia mengentakkan kaki sambil berkacak pinggang. Hari mulai gelap dan Ennis masih di sekolah. Matanya mulai berkaca-kaca. Bukan. Bukan karena Ennis anak cengeng, tapi karena marah.
"Please, dong. Jangan kerjain gue lagi. Gue tahu, gue anak baru di sini. Tapi gue udah tahu tentang kalian. Terutama lo, Han. Gue tahu kok, kalo lo penghuni sekolah ini. Dan gue nggak takut sama lo." Ennis berteriak. Dinding kelas menggemakan suaranya. Sekolah jelas sudah kosong sejak tadi. Kalau ada yang melihat, mungkin Ennis akan disangka sebagai orang gila yang mengalami halusinasi. Tak ada seorang pun di sekitarnya. Sampai beberapa saat kemudian sesosok bayangan hitam melayang mendekati Ennis dari arah belakang.

by Nurria Betty

***

Hari pertama tabrakan. Hari kedua satu kelas.
Hari ketiga, musuhan dimulai.
Nasib gue yang sial kali? Kehidupan sinetron yang SANGAAAT gue benci malah nimpa gue. Bikin merinding, sumpah. Semoga saja hal ini tidak berlangsung lama, karena gue gak suka jadi bahan tontonan orang banyak.

by Muhammad Nuul Hiyat

***

Malam ini terasa lebih pekat. Tak ada bintang diatas sana, hanya remang cahaya bulan yang sayu tertutup awan tebal. Semilir angin sepoi yang berhembus menambah dinginnya suasana. Kulewati lorong jalan yang gelap gulita. Tak ada penerangan apapun, hanya mengandalkan lampu sorot dari mobil yang ku kendarai. Aku dan Hani mengikuti petunjuk dari selembar kertas kusam yang kami temukan terselip di salah satu buku di perpustakaan sekolah. Rumah joglo besar bercat hijau tua, di ujung perempatan jalan, itu yang kami baca.

by Naris Setyowati

***

Pagi yang cerah. Lyra menghirup udara pagi dengan senyum terkembang di wajahnya. Sejuk sekali. Gadis itu yakin kak Damar akan melewati jalan ini. Dengan langkah riang, ia berjalan menuju sekolah yang tak begitu jauh dari rumahnya. Sesekali ia menyenandungkan lagu kesukaannya. Kenapa sekolah rasanya begitu menyenangkan semenjak kedatangannya?

by Alyra Una

***

Selly nggak pernah membayangkan kalau dia bisa berada di samping Rey, duduk berdua menikmati es kelapa di pinggir pantai. Sudah lama dia diam-diam memperhatikan Rey, bermimpi suatu hari nanti mereka bisa dekat. Dan sekarang impiannya terwujud. Perlahan, dia menggerakkan tangan kanannya mendekati tangan kiri Rey, tapi tiba-tiba cowok itu menoleh dan membuatnya langsung berdiri karena kaget.

by Yessie L. Rismar

***

Kinan memeluk erat gawainya. Setelah ia melihat foto dan postingan seleb instagram terkenal Mr. Hansel. "OMG Hansel, kamu unyu banget," gumamnya sambil menciumi layar gawainya itu.

by Puing Kanaya

***

Keira meremas surat yang sedari tadi dibacanya berulang kali. Hati gadis cantik itu terasa perih, belum pernah ia merasa ditolak. Sesekali jemari lentiknya menyeka air mata yang telah tumpah. Hampir semua cowok di sekolah Keira antri untuk jadi pacarnya. Tak hanya cantik dan kaya, Keira memang populer. Sayang, ia tak sepintar Nada yang mampu menarik perhatian lelaki yang telah mencuri hatinya. Keira kecewa, marah, sekaligus sedih.

by Dian Mardiah

***

Aku bersumpah akan mencekik leher Asa sampai putus. Beraninya cowok itu bikin pengakuan di radio sekolah, kalau aku naksir Jova. Bisa baca pikiran orang, nggak berarti dia bebas mengeksploitasi isi kepalaku, 'kan? Kalau perlu, akan kubelah kepalanya dan kuberikan otaknya pada Spooki, anjing herder penjaga sekolah.

by Resy Ans

***

Here I am. Standing in front of the door of my new classroom. 10 IA 1.

Selembar kertas menempel di dinding sebelah kiri pintu masuk, berisi daftar nama dan asal sekolah yang sama persis seperti di papan pengumuman tadi. Namaku ada di dalam daftar itu. Dari kertas itu juga keliatan banget penghuni kelas ini bukan orang sembarangan. Mereka berasal dari sekolah bonafid. Apalagi kabarnya ini kelas pilot project. Hanya aku saja murid dari sekolah negri biasa yang beruntung masuk dengan nilai diatas rata-rata.

It must be the coolest thing to be here. I guess ...and I hope so.

by Lana R.

***

Harry menatap Vivian tak berkedip. Matanya terus mengawasi bibir merah gadis itu yang tak berhenti mengunyah. Suara pisau yang bergerak maju mundur diatas potongan daging panggang membuat liurnya menitik. Keharuman bumbunya berpadu dengan suara gigitan lemak yang terdengar renyah, membuat perut Harry mulai berisik. Terlebih lagi melihat tetesan minyak yang menetes di jemari Vivian. Lagi-lagi Harry hanya bisa menelan ludah, mengingat dua lembar uang dua ribuan di kantongnya.

by Shirley Du

***

"Dasar tahu isi! Nggak bisakah itu perut dikempeskan sedikit." Mia menunjuk perut buncitku dengan ekspresi mencibir. Suaranya yang nyaring tentu saja terdengar jelas di ruangan olahraga SMA Cendikia.

Aku tidak melihat jelas reaksi teman sekelasku atas ejekan Mia karena badanku berbaring di atas matras, akan tetapi aku bisa mendengar betapa kerasnya tawa mereka. Mukaku yang sudah merah karena berusaha keras mengangkat pantat dengan kedua tangan bertumpu pada siku, tampak semakin memerah akibat malu.

by Fara Della


***

Hujan tak menggentarkan semangat Siena untuk terus melangkah menaklukan gunung tertinggi di Indonesia itu. Begitupun dengan Arya dan Suci. Namun tak begitu bagi Dul. Cowok bertubuh tambun itu terengah-engah. Wajah Dul memerah dan keringat mengucur di kedua pelipisnya. Langkahnya kian gontai mengekor kawannya yang masih semangat. Keempatnya menyusuri jalan sempit menanjak. Suci yang tahu keadaan Dul mencoba menyimpan tawanya yang hampir meledak. Dia tahu kalau Dul ikut karena menginginkan perhatian Siena, Ketua Pecinta Alam SMA Bhineka. Dul pasti akan berusaha terlihat hebat di hadapan Siena.Tapi apakah dia akan sanggup?

by Yeti Nurmayati

***

"Adeek!" teriak Maya lantang. Kedua alisnya bertaut. Ceceran cat air sukses membuat mata bulatnya melotot. Dasar bocah usil, batin Maya kesal. Lukisan bunga Mawar yang sedari kemarin dikerjakan, kini tak berupa. Warna warni tak beraturan mengacaukan si cantik mawar. Padahal esok pagi lukisan itu harus dibawa ke bazar tahunan yang diadakan sekolah Maya.

by Ita Djamari

***



Cerita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang