Di minggu ke-3 bulan Action Thriller KANOI, para member diajak untuk membicarakan tentang Action Thriller lokal. Jadi, saatnya coba-mencoba sesuatu yang berbau lokal. Para member KANOI kali ini ditantang untuk menceritakan legenda/cerita rakyat Indonesia, tapi dari mata tokoh yang bukan pemeran utama. Silakan nikmati karya-karya para member, dimulai dari host sendiri :)
******
STEFANI JOVITA:
Meski sudah bertapa bertahun-tahun, akalku tidak bisa menahan murka. Berani sekali mereka melempari seorang gadis dengan batu?!
Aku langsung berteriak, tetapi suaraku hanya gonggongan. Orang-orang itu memang berhenti, lalu menatapku sambil berbisik-bisik.
"Bukankah anjing ini biang keroknya? Bagaimana kalau dibunuh saja?"
"Apa yang kalian bicarakan?!" Gadis itu berdiri di depanku. "Bukankah kalian akan mengasingkanku? Aku akan pergi, jadi jangan ganggu kami!"
Pria paling depan tertawa. "Kau menolak menikahiku, lalu sekarang kau bilang 'jangan ganggu kami'?" Dia menjambak rambut si gadis. "Justru karena ayahmu sudah membuangmu, aku sekarang bisa melampiaskan penghinaanmu dulu!"
Entah apa yang merasukiku. Keempat kakiku langsung bergerak kala mendengar gadis itu berteriak. Aku langsung membuka mulut. Gigi-gigi kutancapkan pada betis empuk. Kali ini, pria itu yang berteriak. Aku melepaskannya ketika darah mengalir ke mulutku. Tak sudi aku menelannya!
Aku menggonggong ke arah si gadis. Dia tersentak, tetapi segera sadar, lalu berlari. Aku menyusulnya. Kami menyusuri hutan bersama. Kudengar pria itu membentak para bawahannya untuk mengejar. Aku tidak masalah, tetapi gadis ini benar-benar terlihat lemah. Kuputuskan untuk berhenti.
"Tumang!"
Aku menggonggong. Orang-orang itu semakin dekat. Mungkin karena melihat sosok orang-orang itu juga, atau isyaratku yang memang berhasil, gadis itu akhirnya pergi. Jika wujudku manusia, aku pasti sedang tersenyum. Begitu pandanganku kembali ke para pengejar, aku menggeram. Keempat kakiku menapak mantap.
Oh, Sang Hyang Tunggal, tolong ampuni dosaku dan jangan biarkan aku membunuh mereka.
Dengan satu doa itu, aku menerjang.
Aku menggigit, melompat, mencakar, apa pun itu yang penting bisa mencegah mereka melukai si gadis. Tanpa terasa, langit berubah gelap. Orang-orang itu menyerah. Aku mencari gadis itu. Pikiranku terus mengharapkan keselamatannya.
Di sela gemerisik, seorang gadis memanggilku, "Tumang?"
"Rarasati?" Aku terkesiap. Baru sadar kalau sedari tadi aku sudah berjalan dengan dua kaki.
Setelah memastikan diriku sebagai wujud asli Si Tumang, Rarasati memelukku. Akhirnya, aku pun bisa mendekapnya.
(297 kata, Legenda Sangkuriang)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pilihan
NouvellesCerita-cerita yang ada di sini merupakan hasil karya para Memberdeul KANOI. Enjoy reading! ^_^