Kelas Games: Karakterisasi Berdasarkan Bulan Lahir

118 3 0
                                    


Halo, readers ^^)/
Bulan ini, Bigsis kebagian ngisi kelas games. Jadi kita bakalan ketemu tiap Jumat.
Sudah baca teori bikin karakter ala Eka Kurniawan di , kan? Nah, Jumat lalu, Bigsis ajak memberdeul menggambarkan karakter kalian dalam nggak lebih dari 300 kata.
Rulesnya gampang banget, bisa lihat di flyer. Siap?
Yuk, mulai ^^)/

 Siap? Yuk, mulai ^^)/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Contoh:


Dina termangu melihat Rafael menggerakkan pisau bedah. Sayatan itu dibuat begitu hati-hati. Lalu, dengan sedikit tarikan, Rafael membuka jaringan-jaringan di bawahnya.
"Dina! Jangan bengong!"
Suara Rafael terdengar datar. Tapi Dina merasakan jantungnya berdetak kencang. Bayangan Rafael di ruang ganti tadi tiba-tiba muncul di benak Dina. Siapa sangka, lelaki di balik seragam dokter itu adalah seorang laki-laki bertato dengan otot-otot liat yang begitu seksi?
"Dinaaaa!"
"Aduh, maaf, dok..." Dina melakukan penyedotan dengan gugup. Dia bahkan tidak berani memandang Rafael.
Namun, bisikan Rafael kemudian terdengar di telinganya, "Makanya, lain kali kalau mau operasi, jangan ngintipin orang ganti baju."
Sialan. Padahal kan dia cuma salah masuk ruangan.

Dan ...  inilah cerita-cerita dengan karakterisasi terbaik:

FIANE NURULHAFIFAH - ARTIS

Carla rela membayar berapa pun asal syuting hari ini segera selesai. Cuaca sangat panas. Sudah begitu, lawan main Carla adalah Ray, orang yang paling ingin dia hindari.

"CUT!" Suara Bang Andi tanpa TOA pun sudah menggelegar, apalagi ditambah dengan pengeras suara.

"Ray! Kamu ngapain diam saja? Ucapkan dialogmu!"

"Iya, Bang. Maaf, tadi saya lupa dialognya," kata Ray, "Habis kamu cemberut terus, Car ... " bisik Ray diam-diam. Hanya Carla seorang yang mendengar.

Carla melengos, "Basi!"

"Ya udah! Kita mulai lagi! Carla, kamu maju selangkah mendekati Ray! Ya, kayak gitu! Bagus! Oke, camera roll, action!"

"Maukah kamu menjadi kekasihku?"

Tatapan Ray yang dalam, membuat Carla terpaku.

"Iya," Carla mengangguk. Sentuhan tangan Ray di pipinya, membuat jantung Carla berdebar-debar.

"Cut!" Suara tepuk tangan para kru menyadarkan Carla.

Fiiuuuhhh ... akhirnya syuting selesai juga. Carla berjalan menuju mobil. Masih membayangkan adegan terakhir saat Ray menyatakan cinta.

Di dunia nyata, itu tidak akan pernah terjadi.

Hati Carla terasa remuk redam. Tanpa sengaja, dia menatap Ray yang sedang merangkul istrinya.


SHIRLEY DU - PILOT

Alin kembali menatap wajahnya di cermin, lalu menambahkan sedikit warna merah muda di bibir. Semua sudah terlihat sempurna. Tak perlu menambahkan perona pipi lagi. Pipi itu memang sudah merona sejak dia tahu siapa yang akan didampinginya nanti: Billy.

Sejak bekerja di maskapai penerbangan ini, Alin kembali merindukan sosok Billy yang lembut dan perhatian. Walaupun hubungan mereka di sekolah dulu hanyalah cinta monyet, tapi Billy adalah laki-laki terbaik bagi Alin. Waktu mereka masih satu sekolah, Billy sering mentraktir makan, bahkan meminjamkan uang saat Alin memerlukan.

Semoga saja, 15 jam perjalanan ke Frankfurt bisa mendekatkannya kembali dengan Billy.

Ah! Hanya membayangkan pria itu saja pipi Alin kembali merona. Siapa sangka, Billy juga bekerja di sini?

Sambil merapikan rok, Alin berbaur dengan teman-teman pramugari yang lain di depan toilet bandara. Matanya sibuk mencari-cari sosok Billy. Dimana dia?

"Cari siapa?" tanya seseorang yang sejak tadi berdiri di ruang tunggu samping toilet. Seragam pilot membuat sosok Billy semakin gagah. Jantung Alin pun berdetak semakin kencang.

"Kangen aku?" Billy tersenyum menggoda.

"Lho! ini kan toilet cewek, ngapain kamu di sini? Nunggu aku ya?" balas Alin sambil menenangkan gemuruh di dadanya.

"Iya. Mau nagih hutang!" ujar Billy sambil terbahak. "Nggak ingat, dulu aku sering bayarin kamu makan? Kamu juga kadang minjem uang ke aku."

"Oh ya?" mata Alin membulat. Ya ampun! Billy ingat semua hutang-hutangnya dan mau nagih sekarang?

"Iya! Aku catat semua, nih! Jumlahnya: empat ratus lima puluh enam ribu tiga ratus rupiah," ujar Billy sambil membaca sesuatu di ponselnya.
Alin menatap Billy tajam. Bibirnya terkunci rapat. Huh! kalau tahu begini, seharusnya tadi dia bertukar tempat dengan Yusi di jadwal penerbangan lain.

Memalukan!

"Tunggu! Jangan takut! Semua lunas asal kamu mau balikan lagi!" tukas Billy cepat.

Alin menatap pria itu tak percaya. Senyum paling manis menghias di bibir Alin.

Ya, pipi Alin memang tak akan memerlukan perona!


ENY MIRA QONITA - CHEF

 "Siap?"
"Yes, Chef!" Serentak semua staf dapur berteriak menghadap Kenzo, Head Chef di restoran "Eat or Die".
Tiba-tiba pandangan Kenzo berhenti pada gadis di pojok barisan. Gadis itu berpostur tubuh kecil, rambut bergelombangnya yang biasa dikuncir kuda, hari ini dikepang rumit sebelah. Yang menjadi perhatian Kenzo, bukan rambutnya, tapi wajahnya. Kalau saja anak buahnya tidak sedang manatapnya dan menunggu aba-aba darinya sebelum membuka restoran, sudah pasti dia akan menyemburkan tawa yang ia coba tahan sekuat mungkin.
"Karin," Kenzo memanggil gadis itu. "Ke ruanganku sekarang juga!" perintahnya.
"Yes, Chef!" jawab Karin gemetaran. Dia ketakutan, bosnya itu terkenal dengan temperamennya yang buruk. Setiap ada orang yang masuk ke ruangannya, pasti berubah jadi zombie. Tubuh lemas, mata cekung, dan tak ada kebahagian terpancar dari wajah mereka. Karin cuma bisa berdoa, semoga yang dialami teman-temannya, tidak terjadi padanya.
"Tutup pintunya!" tukas Kenzo setelah Karin memasuki ruangannya.
Kenzo mengambil tisu basah di mejanya dan berjalan ke arah Karin.
Apa yang akan dia lakukan padaku? tanya Karin dalam hati ketika Kenzo berdiri di hadapannya.
Alih-alih menyemprot dengan kata-kata kasar, Kenzo mengelap bibir Karin dengan tisu basah. "Kamu itu udah cantik, nggak perlu lagi berdandan kayak ondel-ondel begini. Kita di sini bukan mau ikutan karnaval, tapi mau masak," ucap Kenzo lirih. "Nih, bersihkan wajah kamu sampai bersih," tambahnya melempar sebungkus tisu basah pada Karin yang menganga menatap Kenzo.  



Yes, itu dia cerita-cerita yang sudah menggambarkan karakterisasi dan membaur dengan cerita.

Terima kasih buat yang sudah ikutan. Terus belajar, ya. Practice makes perfect.

Semangaaaat!

Disunting oleh: Putu Felisia.

Cerita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang