"Wah, Magic Kongka memang tak pernah terkalahkan."
Senyumku sumringah mendengar komentar-komentar yang bersahutan ketika kami tengah mengecek nilai ujian tengah semester di mading. Tentu saja aku-lah yang meraih posisi pertama kali ini. Berkat Kongka.
Kongka adalah nama bunga langka di planet kami. Ah tidak, bukan saja langka, tapi satu-satunya! Kenapa begitu spesial? Sebab bunga raksasa dengan kelopak pink menganga menghadap langit itu dapat mengabulkan permintaan. Ya, jika para manusia---makhluk planet sebelah---ada yang percaya dan menyembah pohon, kami spesies Murlin, sejenis manusia namun bertubuh jangkung-cungkring, percaya Kongka.
"Apa kau tidak bisa mengandalkan kemampuan otakmu?"
Oh oh, ini dia. Komentar bernada sinis yang sudah kuduga. Kepalaku pun berputar ke kiri. Wajah dongkol Pilsa seolah ingin mengirisku dengan mata ungunya.
Namun aku tersenyum. Prihatin juga dengan gadis yang satu ini. Sebab Pilsa biasanya memang selalu meraih ranking pertama. Kecuali, jika ada yang mengajukan permintaan berupa nilai pada Kongka seperti aku begini. Tapi buat apa aku malu? Segenap Murlin juga kerap berjuang agar permintaannya dikabulkan Kongka.
Aku mengerling pada Pilsa. "Makanya, saranku berhentilah bersikap seolah-olah kau manusia," dengusku geli. "Pakai otak? Itu hanya mitos."
Ya, buat apa aku harus menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan jika ada Kongka?
Kakiku lekas menjauhinya dengan senyuman lebar. Kini aku tinggal menunggu permintaan keduaku terkabul.
Kongka juga spesial karena bunga itu memiliki perasaan. Dan kuncinya adalah, Nektar Grue. Bukan hanya suka, Kongka tergila-gila dengan jenis nektar langka itu.
Alhasil jika ada yang memberinya Nektar Grue, respons pertama Kongka adalah kelopaknya akan bercahaya selama beberapa malam. Kongka juga akan menyebarkan wewangian segar di sekujur planet. Dan bagian terbaiknya, Kongka akan mengabulkan bukan hanya satu, melainkan dua permintaan untuk Murlin yang memberikannya nektar tersebut.
"Sezi!"
Lamunanku buyar. Hover berlari menghampiriku dengan senyum tampannya. Membuat gadis-gadis Murlin ternganga karena cowok tenar itu biasanya selalu cuek. Banyak mata pun menyipit curiga. Sementara aku memasang senyum terbaikku dan menyambutnya. Permintaan keduaku.
"Kau ada waktu malam ini?" Hover tampak terengah namun rahangnya yang tegas secara tidak biasa mengumbar senyuman hangat.
Seketika aku pura-pura mengingat jadwalku malam ini. "Hmm, sepertinya ada setelah jam tujuh. Ada apa?"
Senyum Hover merekah. "Bagaimana kalau kita jalan?" Manik abu-abunya menembus dalam hingga ke pusat jiwaku. "Sudah lama aku ingin mengenalmu lebih dekat."
Tubuhku seketika lemas. Oh Kongka, I heart you!
***
"Pergi kau dari sini!"
Tubuhku berjengit dan spontan saja aku menyembunyikan diri di balik batang pohon. Suara nyalang itu amat familier. Apalagi bagi Murlin sepertiku, yang hampir selalu menemuinya setiap minggu untuk mengemis Nektar Grue. Untuk apalagi jika bukan demi Kongka?
Oh ya, aku sudah bilang kan jika Nektar Grue sangat langka? Terbukti hingga kini aku hanya mengetahui satu tempat untuk mendapatkannya. Yakni rumah Madam Grue, pemilik suara melengking yang baru saja menyulutkan nyaliku siang ini.
Madam Grue adalah generasi kesembilan dari pengelola nektar langka yang diberi nama keluarga mereka itu. Masalahnya, Madam Grue tidak menjual nektarnya. Apalagi membagikannya secara cuma-cuma.
Jika ingin mendapatkan Nektar Grue dari wanita itu, para Murlin harus berusaha sekreatif mungkin. Namun masalahnya kau tidak akan bisa menduga cara kreatif mana yang paling ampuh di hari kedatanganmu ke rumahnya.
Sebab ada yang pernah berhasil dengan membawakan Madam Grue kue jahe. Ada juga yang sukses dengan menampilkan tarian khas Murlin. Atau bahkan yang sepele seperti memijat kaki-kaki gempalnya. Sedangkan aku yang baru sekali berhasil namun telah puluhan kali mencoba, akhirnya sukses dengan cara menceritakan Madam Grue dongeng komedi.
Parahnya jika mood Madam Grue sedang buruk seperti barusan, dia takkan segan-segan mengusir pengunjung rumahnya dengan kasar. Syukur-syukur jika dia tidak sedang memegang sapu yang alamat dilayangkannya.
Aku sudah hendak memutar badan sebab tampaknya mendatangi kediamannya siang ini sama saja seperti menyetor nyawa. Namun, langkahku tertahan. Sebab kini aku dapat melihat jelas wajah gadis yang baru saja ditendang keluar Madam Grue.
Mataku menyipit. Pilsa? Aku nyaris saja tertawa keras. Namun akhirnya aku hanya melengos. "Percaya otak?" desisku sinis. "Kau pun percaya Kongka!"
Sebuah ide memintasi benakku. Kali ini aku baru punya satu permintaan. Tentang hubunganku dengan Hover. Kami memang sudah sangat dekat, namun kali ini aku ingin agar cowok itu abadi bersamaku. Tentu saja itu bukan permintaan sulit bagi Kongka. Dan untuk permintaan keduaku, aku tersenyum licik menatap punggung lunglai Pilsa yang menjauh. "Aku akan meminta Kongka menendangmu keluar dari planet ini."
***
Napasku terengah begitu tiba di taman tempat Kongka berada. Lekas kudekati bunga raksasa itu dengan kedua lengan memeluk botol berisi cairan emas lezat. Yap, Nektar Grue!
Sesaat aku menoleh pada Hover yang menungguku di gapura taman. Dari atas motornya cowok itu balas melempar senyum.
Hover memang pengertian sekali. Dia selalu mengantarku ke mana-mana selama dua bulan ini dan bahkan sore ini tanpa bertanya macam-macam, Hover mengantarkanku ke sini.
Setibanya di dekat Kongka, aku mengernyit mendapati sosok lain tengah menyiramkan Nektar Grue di sekujur akar Kongka. Alisku sontak terangkat menyadari punggung itu milik Pilsa. Baiklah, sepertinya dia lebih dulu berhasil mendapatkan nektar itu. Alhasil aku bersabar menunggu giliran. Lagi pula aku penasaran akan kedua permintaannya.
Pilsa tampak mendongak memandangi kelopak Kongka yang seketika bercahaya. "Permintaan pertamaku..."
Entah mengapa aku yang berdiri di belakang kirinya sehingga cukup mampu melihat separuh wajahnya, mendadak merasakan firasat buruk melihat senyuman Pilsa.
"Aku ingin semua permintaan Murlin yang kau kabulkan, se-mu-a-nya, hangus!"
Aku terperanjat. Wajahku memucat dan sontak aku menoleh. Mataku pun melebar menyaksikan Hover yang kebingungan menatap sekitar. Cowok itu lalu menyalakan motornya dan meninggalkanku.
Namun belum juga keterkejutanku mereda, suara Pilsa kembali terdengar.
"Dan permintaan kedua... aku ingin kau hancur, Kongka! Matilah hingga jangan sampai ada lagi Murlin yang menggantungkan hidup mereka padamu."
Aku tersentak. Bau busuk seketika menusuk hidung kami, lalu bola mataku seolah ingin melompat ketika akar kokoh Kongka menghitam seolah disuntikkan ramuan beracun, lalu kini menjalar hingga seluruh kelopaknya menghitam layu.
Botol di tanganku terlepas. Jatuh menghantam tanah hingga cairan nektar membasahi alas sepatuku. Aku terpancang bagai disihir. Pilsa menoleh. Tersenyum picik.
"Sudah kubilang kan?" Pilsa melangkah mendekat. "Kepercayaan bodohmu itu hanya akan membunuhmu di masa depan. Dan aku tidak punya cara lain untuk mempercepat "masa depan" itu, selain sekali saja menjadi bodoh sepertimu." Tangannya menepuk bahuku. "Selamat datang di dunia tanpa shortcut."
End
Author: Resti Pradini Dahlan
Genre: Fantasy
Editor: Ally Jane
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pilihan
Historia CortaCerita-cerita yang ada di sini merupakan hasil karya para Memberdeul KANOI. Enjoy reading! ^_^