WI 2

14.8K 1.1K 19
                                    

Saat jam makan siang, Kak Rania mencariku di kantin. Sejujurnya sejak keluar dari ruangan Kak Rania tadi, aku tidak ke kantin tapi hanya melihat-lihat rumah sakit, menghabiskan waktu karena malu kukatakan bahwa aku tak punya uang untuk membeli sekedar minuman di kantin. Uang yang kubawa hanya tersisa cukup untuk naik angkot saja. Makanya aku senang sekali Kak Rania menerimaku bekerja di rumahnya.

Begitu jam makan siang tiba, baru aku ke kantin, takut Kak Rania kebingungan mencariku. Apalagi kami lupa belum bertukar nomer hape tadi.

Belum ada lima menit, ada yang menepuk bahuku dari belakang, ternyata Kak Rania.

"Kita langsung ke rumah ibu aja ya, Vit. Soalnya nanti aku mesti balik ke rumah sakit lagi habis jam makan siang."

"Iya, Kak."

Aku beranjak dari tempat dudukku dan mengikuti Kak Rania ke tempat parkir. Kami masuk ke mobil Kak Rania yang berwarna hitam metalik. Di dalam, aku mengagumi interior mobil yang mewah ini. Jok mobilnya terbuat dari kulit dan empuk. Walaupun di luar panas, tapi dalam mobil sejuk dan wangi pula. Waah mobilnya bagus dan mahal banget, kapaaan ya aku bisa punya mobil. Tapi ikut naik mobil mewah gini aja aku udah seneng. Ndeso banget tho Vit...

Kak Rania tersenyum melihat tingkahku, lalu mengingatkan," Jangan lupa pakai sabuk pengamannya, Vit."

Aku malu-malu menjawab,"I..iya ,Kak."

"Kamu lucu banget sih. Berapa bersaudara kamu?"

"Dua bersaudara, Kak. Adikku cewek kelas 1 SD."

"Rumah kamu dekat sini juga?"

"Iya, Kak naik angkot sekali, 15-20 menit udah nyampe. Tapi mesti jalan masuk gang, nggak jauh kok."

"Ooh, orang tua kamu udah tau kamu ngelamar kerja ngerawat orang sakit? Ya mungkin mereka lebih berharapnya kamu kerja di rumah sakit atau klinik gitu?"

"Kami tinggal sama Mbah, Kak. Ibu sudah meninggal pas melahirkan adikku Risa."

Raut wajah Kak Rania langsung berubah seakan baru saja salah berkata-kata.
"Oh...oh... Sorry banget, Vit, aku nggak tahu. Maaf ya aku nggak bermaksud bikin kamu sedih."

Aku tersenyum menatap Kak Rania," Ah nggak papa, Kak. Itu udah takdir dari Tuhan. Kita hanya menjalani. Aku ngerasa semua yang terjadi malah menempaku jadi orang yang lebih kuat dan mandiri."

"Waah keren kamu, Vit. Aku aja yang sudah berkeluarga kadang masih suka manja sama Papa Mama. Nggak kebayang kalau aku jadi kamu, nggak kuat aku kayaknya."

"Ah, Kak Rania terlalu muji aku, namanya manusia pasti ada ujiannya masing-masing cuma beda kadarnya aja."

"Nah iya, bener tuh. Ndak akan ketuker rejeki, jodoh sama takdir hidup kita."

"Ibunya Kak Rania udah lama sakitnya?"

"Nggak kok, belum lama ini sakitnya. Ya sebulan lebih lah. Tadinya Mama kelihatan masih sehat tapi tiba-tiba kena stroke separuh tubuhnya. Makanya itu aku bingung nyari perawat buat Mama, supaya kami agak tenang ninggalin Mama di rumah."

"Loh ibunya Kak Rania sama siapa selama ini di rumah?"

"Mama tuh tinggal sama Papa sama adik laki-lakiku. Nah selama sakit, ART yang kerja di rumahku kusuruh ngerawat Mama sementara sampai aku dapat perawat. Soalnya aku, suamiku, Papa dan Kahfi semuanya kerja jadi ya kami paling bisa bantu jaga Mama sepulang kerja. Gantian gitu. Kadang kami juga suka nggak tenang, kan Mbok Rami tuh udah lumayan sepuh, kadang suka lupa jadwal minum obat Mama. Makanya aku seneng banget kamu mau kerja di rumah Mama. Aku ngerasa dapat adik cewek, Vit."

Wrong ImpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang