WI 21

11.1K 940 25
                                    

"Vit...Vittt!! Eh malah bengong dia. Kenapa? Kamu kenal sama cowok itu?", tanya Lina sambil melambai-lambaikan sebelah tangannya di depan mukaku karena dikiranya aku sedang melamun.

"....."

Melihatku terdiam, raut wajah Lina berubah usil,"Kok diam aja? Oh aku tau, kamu juga terpesona sama kegantengan dia kan? Hihi, ngaku aja Vit nggak pa-pa, nggak usah malu," katanya lagi dengan alis yang naik turun.

"Ish, apaan sih, Lin, ngaco deh ngomongnya, aku nggak kenal sama orang itu. Kamu udah selesai makan belum? Aku pulang duluan ya."

Aku hendak mengambil tas yang kuletakkan di kursi samping tapi Lina menahanku.

" Loh, ngapain buru-buru pulang? Aku udah selesai sih makannya tapi masih nunggu pesanan ayam buat kamu dulu. Duh demi apaaaa, tuh cowok kesini, Vit."

Gawaaat...

Aku seketika merasakan kepanikan dan seandainya bisa ingin ku menghilang. Aku benar-benar butuh kekuatan teleportasi saat ini. Aku baru akan berdiri dari dudukku saat kudengar suara dari arah belakangku. Suara yang sudah lama tak kudengar.

"Ehemm, bisa saya bicara dengan Vita?"

Lina melirikku sekilas dan dari tatapannya aku tahu pasti dia secepatnya akan meminta penjelasan dariku karena aku tadi tak mengakui mengenal Kahfi. Tapi sejurus kemudian dia mengembangkan senyumnya dan dengan ramah menjawab," Ooh, mari Mas silahkan, duduk aja gabung sama kita."

Aku tak berani menoleh ke belakangku saat Kahfi menambahkan.
"Maksud saya berdua saja dengan Vita."

"Aku pulang sekarang, Lin," kataku cepat-cepat mengambil tas. Tapi kali ini perkataan Kahfi yang menahanku.
"Aku perlu bicara sama kamu, Vit. Penting," tegasnya.

Aku baru hendak menjawab tapi disela oleh seorang pelayan restoran yang menghampiri meja kami.
"Permisi, ini pesanan Mbak tadi," katanya sembari menyerahkan pesanan ayam goreng kepada Lina.

Lina lalu meletakkan plastik berisi ayam goreng tadi di meja depanku dan berdiri. Aku tambah merasa panik, tanganku sampai berkeringat.

Masa Lina tega sih meninggalkanku sendirian bersama beruang kutub disini?

"Aku tinggal ke kasir, kalau kalian mau bicara berdua aja silahkan. Aku duluan ya, Vit."

"Kamu kok ninggalin aku, Lin?"

"Mas ini ada perlu penting sama kamu, berdua aja, Vit. Aku pulang ya, sampai ketemu besok."

Ternyata memang dia sahabat yang sangat tak pengertian karena dia lalu meninggalkanku begitu saja setelah berpamitan singkat. Masih dengan senyum mencurigakan yang tersungging di bibirnya.

Huh... awas saja dia besok!

Mau tak mau aku kembali duduk, masih enggan menatap wajah Kahfi yang kini menempati kursi di depanku yang barusan ditinggal Lina. Aku harus membuat pembicaraan ini sesingkat mungkin jadi aku berinisiatif membuka pembicaraan.
"Mau ngomong apa, Fi? Kalau masalah utang, udah aku titipin ke Kak Rania kok sisa utang aku."

"Kenapa mesti kamu titipin? Segitunya nggak mau ketemu sama aku lagi?"

Perkataan Kahfi barusan membuatku seketika menatapnya. Apa-apaan dia membuat seolah semua tindakanku salah.

"Buat apa aku ketemu kamu lagi kalau urusan kita udah selesai? Bukannya kamu sendiri yang bilang ke aku supaya nggak ganggu keluarga kamu lagi."

Kahfi menghela nafas seperti berat hendak mengatakan sesuatu.
"Aku... soal yang waktu itu.....aku mau minta maaf," katanya pelan.

Wrong ImpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang