WI 37

20.4K 1K 116
                                    

Malam harinya mataku seolah enggan terpejam. Pikiranku masih mencoba mencerna dan memahami semua cerita Kahfi sore tadi. Walaupun agak sulit untuk percaya bahwa Kahfi sudah menaruh hati padaku sejak kami berseragam putih abu-abu. Dengan raut wajah sok coolnya sejak dulu, manalah aku menduga dia ada perasaan terpendam yang herannya masih bertahan hingga saat ini.

Dan kenangannya tentangku di hari hujan itu, aku berusaha keras mengingatnya lagi. Sedikit-sedikit aku ingat ternyata Kahfi salah paham. Saat itu sebenarnya aku tersenyum bukan untuknya tapi untuk Roni yang saat itu kebetulan berdiri di belakang Kahfi. Dan payung yang kupinjam dari Kahfi, tidak pernah kukembalikan pada pemiliknya malah kupinjamkan lagi pada temanku yang lain. Seandainya Kahfi tau hal ini pasti dia ngambek lagi. Jadi biarlah kenangan itu seperti adanya, dalam memorinya dan dalam memoriku sendiri. Dengan pemikiran itu, aku pun mencoba terlelap ke alam mimpi.

***

Tidak lama lagi akan datang Bulan Ramadhan. Di daerah kami sebelum datangnya bulan puasa, ada tradisi ruwahan. Disebut ruwahan karena diadakannya di bulan Ruwah menurut penanggalan Jawa. Tradisi ruwahan saat ini mulai jarang dilakukan, dengan kata lain sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat walaupun sebenarnya tradisi ini sudah dilakukan turun temurun.

Ruwahan sendiri merupakan tradisi kebudayaan Jawa untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Di masa sekarang ruwahan khususnya mendoakan bagi keluarga yang telah meninggal dunia. Sedangkan di masa lampau doanya bisa lebih luas lagi misalnya selain untuk keluarga juga untuk para wali atau para sesepuh pendiri kampung misalnya. Acara ruwahan di daerah kami diadakan dalam waktu yang berbeda sesuai kebiasaan masing-masing desa. Ada yang mengadakan pada tanggal 20, 21 dan 23 di bulan ruwah atau yang dalam kalender hijriyah disebut bulan Sya'ban.

Dalam acara ruwahan biasanya diadakan kondangan dimana masing-masing rumah atau keluarga yang ada di desa memasak nasi dan lauk serta yang khas dalam ruwahan selalu ada kue apem, kolak pisang dan ketan.

Menurut orang-orang tua, adanya makanan tadi dalam acara ruwahan memiliki makna tersendiri. Kolak untuk mengingatkan adanya Sang Khaliq atau Sang Maha Pencipta. Kue apem untuk mengingatkan agar kita minta ampun atau bertobat. Sedangkan ketan yang berwarna putih untuk mengingatkan hati yang bersih dan selalu lekat dengan sesama. Di masa kini kolak dan ketan tak begitu lekat lagi dalam kebiasaan di desaku, hanya apem yang masih bertahan sebagai makanan yang wajib ada dalam ruwahan. Makanan dari masing-masing keluarga tadi akan diantarkan ke rumah tetua desa atau orang yang dihormati di desa pada waktu yang telah disepakati untuk kemudian diadakan doa bersama atau di tempat kami sering pula disebut kondangan. Setelah doa bersama kadang ada saja yang saling tukar menukar makanan sebelum makanan tadi dibawa pulang kembali ke rumah.

Selain kondangan, tradisi yang tak ketinggalan di bulan ruwah yaitu membersihkan makam keluarga yang sudah meninggal atau sering disebut nyadran.
Jika memberi makanan dalam kondangan tadi merupakan bentuk amal sedekah, maka membersihkan makam atau nyadran merupakan bentuk perhatian, sekaligus bukti bahwa kita tidak akan pernah lupa pada orang tua dan para leluhur yang telah lebih dahulu berpulang kehadirat Tuhan.

Tradisi ruwahan ini aslinya merupakan tradisi masyarakat Jawa dan tidak ada dalam ajaran Islam. Yang sering kita temui dalam ajaran Islam, yang disunnahkan dalam bulan Sya'ban agar kita memperbanyak puasa. Namun sebenarnya maksud dari ruwahan sendiri adalah baik. Acara kondangan atau berdoa bersama bisa mempererat tali silaturahmi bagi masyarakat desa. Begitu pula ziarah dan mengirim doa bagi yang sudah meninggal juga merupakan amal perbuatan yang baik.

Di desa kami acara ruwahan biasa diadakan pada tanggal dua puluh atau dalam bahasa jawa disebut rongpuluhan. Mbah Ati masih setia menjalani tradisi turun temurun tadi dari tahun ke tahun walaupun makin kesini peserta kondangannya semakin berkurang. Sampai tahun ini paling tinggal sepuluh rumah saja yang ikut dalam kondangan. Padahal dulu semua warga desa yang kira-kira ada lima puluhan rumah ikut semua. Sekarang ini warga desa tentunya makin bertambah tapi banyak yang bukan warga asli desa ini lagi. Kebanyakan orang dari daerah lain yang membeli atau menyewa rumah di sini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wrong ImpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang