"Vit, ih kamu mah jahara,"kata Lina padaku saat kami sedang menulis laporan. Kebetulan hari ini kami bertiga dapat shift malam. Jarang-jarang kami bisa satu shift bertiga, selama aku bekerja disini, mungkin bisa dihitung dengan jari.
"Emang Vita kenapa, Lin?", tanya Hilda ikut-ikutan ingin tahu.
"Tau tuh, nih baru mau diinterogasi tapi orangnya malah sok-sok nggak denger, budeg beneran baru tau rasa," sindir Lina karena merasa aku tak mengacuhkannya.
Spontan aku mengelus dada, "Astagfirullah, Lin do'amu itu loh."
Lina hanya balas nyengir, "Hehe, ya habisnya kamu jahat, nggak mau cerita yang kejadian waktu di mall itu. Ih kenal sama cogan tapi ngakunya nggak kenal."
Celotehan Lina membuat Hilda yang mulanya masih serius menulis jadi tidak konsentrasi lagi. Sedangkan aku yang telah lama mengenal Lina, mencoba cuek.
"Hah, cogan? Vita? Serius, Lin? Soalnya aku nggak pernah lihat Vita jalan sama cowok selama ini," sambung Hilda dengan nada curiga.Lina membenarkan rambutnya lalu menambahkan, "Nah ini makanya Vita mesti klarifikasi biar nggak terjadi gosip-gosip."
Mendengar omongan Lina mulai melantur, aku pun mulai terganggu, "Apaan sih Lin berisik tau, ini aku jadi nggak konsen nulis laporannya."
Lina beralasan,"Kan biar nggak ngantuk, Vit. Jaga malam gini kan rentan tau. Cerita dong, Vit."
"Apa yang mau diceritain coba?", tanyaku
"Ya cowok ganteng waktu itu lah."
"Dia teman SMA aku dulu, udah kan. Kalau mau kenalan nanti aku kasih kontaknya."
"Terus kalau teman kok kamu ngaku nggak kenal?", selidik Lina.
"Kepo ah. Kami cuma teman kok."
Lina lalu mencoba mencari dukungan dari Hilda, "Tapi nih ya, Hil dari aura-auranya waktu itu tuh, kayaknya mereka berdua punya sejarah panjang deh, nggak mungkin cuma teman."
"Kami nggak ada hubungan apa-apa, Lin, ya ampun. Awas ya kalau kamu nyebarin gosip-gosip."
Lina menatapku gemas, "Lha makanya cerita to, Mbakyu apa susahnya sih?"
"Belum ada yang bisa diceritain, nanti ya kalau udah ada aku cerita deh ke kalian," kataku mencoba menghindar. Dan untungnya Hilda kemudian mengalihkan pembicaraan.
"Eh besok aku nginep tempatmu ya, Vit. Boleh kan?"
"Oh, boleh lah, Hil besok kan?"
Hilda mengangguk mengiyakan sedangkan Lina kuduga masih berupaya mengorek cerita dariku.
"Soalnya aku pas libur itu udah ada janji."
"Sama tuh cowok ya, Vit," tembak Lina.
"Lin, dengerin deh kalau yang ini aku bisa ngasih klarifikasi nih. Aku ada janji ngajak jalan-jalan adikku sama cowok."
"Tuh kan, apa kubilang, Hil," sahut Lina sok tahu.
"Tapi cowok itu B-A-P-A-K-ku," kataku dengan menekankan pada kata Bapak.
Lina nampak mengingat-ingat lalu berkata dengan nada heran, "Loh Bapakmu, Vit? Bukannya kamu cuma punya Mbah ya?"
"Iya, panjang ceritanya. Intinya Bapakku pernah khilaf ninggalin aku dan adikku tapi sekarang beliau udah sadar dan pengen kami sekeluarga bisa ngumpul lagi
"Serius, Vit ninggalin kamu dan adikmu? Kok tega sih. Makanya kamu tinggal sama Mbah mu?", tanya Hilda lagi.
"Yaah, seperti yang tadi kubilang, beliau pernah khilaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Impression
ChickLitSemangat seorang Vita Prameswari begitu menggebu untuk mengukir masa depan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya. Tapi hidup ini memang penuh dengan kejutan yang terkadang tak pernah terpikirkan. Jalan kehidupan yang berliku membawanya bertemu...