WI 29

8.9K 726 32
                                    

Karena rasa sebal yang lebih menguasaiku, kuacuhkan pesan singkat dari Kahfi. Lagian emang dia sesibuk apa sih sampai-sampai mengirimkan sebuah pesan saja membutuhkan waktu dua minggu lebih?

Kuhela nafas lalu setelah pikiranku mulai agak jernih, aku beristigfar. Astagfirullah kok aku jadi posesif gini ya, terlebih pada orang yang belum ada hubungan apa-apa denganku. Aku menangkupkan kedua tanganku ke wajah, merasa malu sendiri.

Dering nada panggilan masuk menyentakku kembali dari lamunanku. Nama Kahfi berkedip-kedip di layar hape yang sedari tadi masih kugenggam di pangkuanku. Ih pake nelfon lagi si Kahfi, nggak tau apa kalau aku lagi sebel sama dia.

Waduh, ini gimana ngangkatnya ya?

Efek kelamaan bergaul sama hape senter ya gini, agak gaptek. Duh nasibku emang, baru punya smartphone di saat semua orang kayaknya udah punya smartphone android dari bertahun-tahun yang lalu.

Bentar-bentar deh harusnya tinggal kusentuh ikon berwarna hijau ini kan. Tapi aku pernah beberapa kali minjem hape teman, ada yang disentuh aja, ada yang mesti digeser, ini masuk tipe yang mana ya. Ragu-ragu kusentuh ikon berwarna hijau. Tapi baru kusentuh eh layarnya menggelap.

Ih Vita kelamaan mikir kaaan....

Aku masih merutuki kegaptekanku saat ada panggilan masuk lagi, kali ini panggilan video. Segera aku menyentuh ikon berwarna hijau kembali. Tapi belum tersambung juga. Ah mungkin harus digeser. Jari telunjukku terulur menggeser ikon tadi ke atas. Dan wajah Kahfi yang tersenyum menyambutku di layar. Dia sepertinya sedang berada di sebuah ruangan di rumah sakit.

"Astagfirullah!!!", pekikku kaget.

Brakkk...

"Vit...Vita..."

Dengan malu hati kupungut hape malang yang sempat terjatuh ke lantai tadi.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Emang mukaku berubah seram ya kok kamu jadi kaget gitu?"

Malu-malu aku menjawab, "Eh, bukan gitu, aku kaget aja tadi, jadi hapenya nggak sadar jatuh."

"Kok telfonnya tadi nggak diangkat?"

"Itu tadi.... pas ku dudul tombol hijaunya eh malah mati panggilannya. Hape ini kayaknya terlalu canggih deh buatku.

"Oh....", jawab Kahfi singkat tapi wajahnya terlihat jelas menahan tawa.

"Kenapa kamu senyum-senyum gitu? Kamu mau ngetawain aku ya karena gaptek? Ih ngeselin banget."

"Nggak kok...nggak itu tadi cuma keinget kejadian lucu aja. Aku nggak bilang kamu gaptek lho," kilah Kahfi.

" Bohong."

"Beneeer, tapi bagus dong, itung-itung kan kamu bisa belajar pake smartphone sekarang, tenang aja hape itu mudah kok penggunaannya, kalau udah terbiasa nanti nggak ada masalah. Udah ah, change topic aja biar nggak berantem. Daripada ngehabisin waktu buat berdebat lebih baik kan kangen-kangenan."

"Ih siapa yang kangen siapa coba?"

"Iya deh walaupun kamu nggak, tapi aku yang kangeeeeen banget sama kamu."

"....."

"Jadi speechless gitu kan kamu."

"Lagi wegah ngomong ae keleus."

"Hahahaha, gemash banget sih kamu kalau ngomong bahasa Jawa gitu ke aku. Piye kabare, Adinda?"

"Sae, Ndoro."

Wrong ImpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang