Dua Puluh Dua

3.1K 207 4
                                    

"Apa ? Saudara kembar ? Orang itu pasti lagi mabuk.yah dia pasti mabuk dan belum sadar. Oke baik lah orang waras seperti aku harus mengalah."

Alva menyengitkan dahinya mendengarkan ucapan Berlian yang jelas-jelas mengatainya didepannya.

"Rasanya suara hatimu terdengar keras sampai kesini?" sindir Alva.

"Ah benarkah. Oh mungkin telinga anda saja yang terlalu tajam."

Berlian menatap tajam lelaki itu. Sedangkan Alva dengan dewasanya tersenyum manis.

Senyuman maut yang biasanya akan meluluh lantakan setiap wanita didekatnya.

Tapi sepertinya tak akan berhasil. Karena hati dan perasaan Berlian hanya untuk Juve seorang... Aaseek...

"Sepertinya anda hanya ingin bermain-main dengan saya. Dan cerita yang anda buat pun tak masuk akal. Saya?anak dari seorang dokter dan pemilik rumah sakit. Ah yang benar saja. Maaf hidup saya sudah terlalu banyak drama. Tolong jangan mendramatisi lagi. Permisi."

Berlian mundur dan berdiri meninggalkan meja itu.

Alva dengan cepat menarik pergelangan tangan Berlian.

'Tak ada waktu lagi. Persetan dengan itu semua. Hanya ini yang bisa membuatnya mendengarkanku.'

"Tunggu Berlian... Aku suka kamu..."

Kalimat sakral itu langsung keluar dari mulut Alva. Dia tak peduli lagi dengan larangan bodoh yang dia terapkan dalam beberapa minggu ini.

Cukup sakit hanya melihat Berlian dari kejauhan. Cukup nyeri rasanya hati melihat Berlian berjalan dan tertawa bersama kekasihnya.

"Maaf gurauan anda sangat tidak pantas. Apalagi untuk gadis yang masih memakai seragam seperti saya."

Berlian berusaha melepaskan pegangan lelaki itu.

"Lepasin."

"Dengar penjelasanku dulu Berlian... 10 menit aku hanya butuh sepuluh menit."

"Gak.."

"Tujuh menit."

"Gak."

"Lima menit. Aku mohon Berlian."

"Baik lah hanya lima menit."

"Terima kasih."

Berlian pun kembali duduk dan menatap tajam Alva.

"Aku sudah mengamatimu beberapa minggu yang lalu sejak ibu kamu dibawah adik saya kerumah."

Berlian diam saja memperhatikan.

"Saat itu saya melihat kamu sedang bekerja di sebuah cafe dan entah kenapa membuat jantung saya berdetak cepat. Saat itu saya akan menceritakan semuanya ini pada kamu. Tapi saya tidak tega menghilangkan senyum yang terpancar diwajahmu" Alva tersenyum sambil mengingat kejadian itu.

"Waktu anda kurang 3 menit."

"Saya yang tahu rahasia papa dan keluarga saya jadi tak enak kepada kamu. Bagaimana pun kamu harus mengetahui kejadian sebenaranya. "

"Papa dan mama kamu sebelumnya pernah menikah secara sembunyi-sembunyi. Dan mempunyai dua anak yaitu kamu dan saudara kembar kamu. Tapi karena suatu hal papa saya mengambil saudara kamu dan mama kamu membawamu."

"Dan maaf aku baru tahu soal mama kamu yang...."

"Idiot. Bilang saja. Aku sudah biasa dikatain. Waktu anda sudah berakhir. Terima kasih atas kebohongannya. Saya tidak akan percaya dengan cerita yang sangat sinetron itu . permisi."

"Tunggu Berlian mama kamu tidak idiot, dia hanya...."

Berlian tak mendengarkan penjelasan Alva. Gadis itu berlari dengan cepat keluar dari cafe itu.

Meskipun dalam hatinya dia masih ingin mengetahui lebih tentang masa lalu Ibunya. Tapi untuk apa? Kalau hanya bisa membuatnya bertambah sedih.

Derasnya hujan tak menyulitkannya berlari. Malah itu membantunya menyamarkan air matanya.

Sebenarnya hati dan otaknya sedang beradu argumen sekarang.

Antara hatu yang menyangkal semua informasi itu sedangkan otaknya yang menyuruhnya percaya.

Dia menangis dan berteriak sepuasnya.

"Hah? Dia bilang aku kembar? Kalau memang benar pasti dia hidup lebih dari layak. Lihat saja mobil kakaknya yang mengkilap itu. Sedangkan aku dan ibuku. Hidup penuh kesusahan. Kenapa baru sekarang hah ? Kenapa? Dulu kalian kemana saja?" teriak Berlian dipinggir jalan.

Badannya yang basah kuyup membuat tubuhnya menggigil kedinginan.

"Pasti mereka bahagia sekali sekarang. Apa mereka belum puas dengan kebahagiaan yang mereka miliki? Kenapa masih mau merampas ibuku? Harta satu-satunya milikku? Dasar manusia-manusia serakah..."

Berlian berteriak lagi. Teriakannya sekarang lebih kencang dari sebelumnya.

Hujan pun semakin keras, badannya menggigil dan perutnya terasa perih. Sepertinya maag nya kambuh.

Memang beberapa hari ini gadis itu tidak menjaga pola makannya.

Tin tin..

Terdengar suara klakson mobil.

Berlian pun menoleh.

Mobil yang sekarang melaju pelan disebelahnya itu membuka kacanya.

"Dek... Cepat masuk. Nanti kamu bisa sakit." ucap Alva dengan keras agar terdengar oleh Berlian.

Berlian diam tak menjawab dan mempercepat langkahnya.

"Dek .. Masuk kakak bilang."

Ucap Alva lagi.

"Adek? Adek dari mana? Ngaku-ngaku."

Alva pun mulai gemas dengan sikap Berlian.

Dia membuka pintunya dan turun membawa payung.

"Ayo aku antar." Alva berjalan mendekati Berlian.

"Lo mendekat ke arah gue selangkah lagi. Gue teriak."

"Dek jangan keras kepala. Daleman kamu tembus pandang loh."

Berlian langsung menoleh kearah seragam putihnya. Dan benar bra hitamnya terlihat karena seragamnya yang basah.

"Sialan otak lo mesum banget ya."

"Ayo lah dek kakak antar."

"Gak."

Berlian berjalan mundur. Perutnya terasa semakin perih.

I hope that I can turn back the time
To make it all alright, all alright for us
I'll promise to build a new world for us two
With you in the middle

Terdengar alunan lagu middle dari ponsel Berlian .

Lagu itu berdering berulang kali. Gadis itu bingung antara mengambil ponselnya dalam tas atau lari kabur dari Alva.

Dia yakin pasti yang menelepon adalah Juve.

"Dek kamu bisa sakit."

"Biar....in."

Bruuk..

Berlian tiba-tiba jatuh pingsan.

Alva kaget dan dengan cepat menggendong Berlian masuk dan menidurkannya dikursi penumpang.

Di tempat lain.

Juve yang mondar mandir mencoba menelepon Berlian.

Dia khawatir kenapa gadis itu belum sampai dirumahnya sampai sekarang.

Tbc

Triple update buat nebus aku yang menghilang kemaren-kemaren hehe..

Comment ya...

Makaci udah baca lop u all..

Aku mau menghilang lagi haha

My Idiot MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang