Empat Puluh Empat

4.7K 177 39
                                    

"Kamu harus mati!" teriak Alva sambil berlari menerjang Berlian.

Badan Berlian mudur seketika menahan dorongan Alva.

Angin terus berhembus kencang di atap gedung,dimana mereka sekarang berada.

Alva memindahkan tangannya ke leher Berlian dan mencekiknya.

Berlian merasa sesak dan sakit ditenggorokannya.

Kedua tangan Berlian menahan dirinya yang bersandar di pagar atap gedung yang ukurannya hanya setengah badannya.

Alva terus saja mendorong bahu Berlian. Tangan lainnya semakin mencekik gadis itu.

"T..t..." ucapnya tak jelas. Ingin rasanya berteriak minta tolong. Tapi tenggorokannya sangat sakit. Rasanya seperti pita suaranya terjepit.

Dia melihat sekilas banyak kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana.

Ada dua kemungkinan, dia akan mati jatuh menggenaskan, atau mati karena cekikan Kakak angkatnya.

Berlian menitihkan air mata. Akan kah ini akhir hidupnya?

Tidak dia tak ingin berakhir seperti ini dan meninggalkan ibunya sendirian.

Gadis itu memberanikan kakinya menendang Alva.

Dan sial lelaki itu berhasil menahannya.

Berlian berusaha menendangnya lagi.

Dan satu tendangan berhasil mendarat di perut Alva.

Alva murka dia melepas cekikannya dan menjambak rambut Berlian.

Gadis itu berteriak kesakitan.

Tangan merogoh sakunya, dengan sedikit melirik Berlian melihat sebuah pisau lipat ukuran lumayan besar sudah menanti menancap di lehernya.

Berlian menelan ludahnya. Badannya bergetar,tenaganya sudah melemah. Apa dia masih sanggup melawan Alva lagi. Tenaganya sudah habis karena berlari dari lantai satu hingga atap gedung ini.

Pakaiannya sudah compang camping karena perkelahiannya dengan Alva.

Alva menendang perut Berlian hingga gadis itu jatuh tersungkur dihadapannya.

Dengan senyum di wajahnya Alva menjambak rambut Berlian dan sudah bersiap menusuk lehernya.

"Berhentiii..."

Teriak seseorang, Alva menoleh dan terlihat Juve berdiri dengan satu tongkat disisi tangannya.

Nafas Juve tersengal-sengal dan keringat membasahi wajahnya.

Alva tersenyum dan melepas rambut Berlian.

Berlian panik apa yang akan dilakukan oleh Alva. Gadis itu berusaha menarik kaki Alva dari bawah.

Alva menunduk ,ditendangnya wajah Berlian hingga hidungnya mengeluarkan darah.

Tak menunggu lama,

Alva berjalan dan menusuk perut Juve hingga darah terciprat dilantai dan baju Alva.

Melihat lelaki yang di cintainya ditusuk Berlian berteriak memanggil nama Juve.

Juve tersenyum ke arah Berlian sambil jatuh memegangi perutnya.

"Selamat tinggal Berlianku."

"Juveee........."

*****

"Ian Bangun Ian... Kamu mimpi apa nak. Bangun nak." Bu Vina menggoyang-goyangkan tubuh anak gadisnya itu.

Berlian perlahan membuka kedua matanya.
Wajahnya sudah basah karena air matanya.

Melihat wajah lembut ibunya, Berlian langsung bangun dan memeluk ibunya.

Syukurlah itu semua hanya mimpi. Mimpi buruk yang rasanya sangat nyata.

Dia menangis di pelukan ibunya. Rasanya hambusan angin yang dingin dimimpinya ,telah menghilang karena kehangatan pelukan seorang ibu.

"Kamu mimpi apa nak?"

Berlian hanya menggelengkan kepalanya. Dia tak sanggup untuk cerita kepada ibunya.

"Ya sudah sekarang kamu mandi dan pergi sarapan ya, Olden sudah menunggu kamu di bawah."

"Iya buk.." Berlian menggangguk. Ibunya berdiri dan akan berjalan keluar. Tapi Berlian mengejarnya dan memeluk ibunya dari belakang. "Lima menit aja buk.. Aku pengen meluk ibu."

Bu Vina tersenyum, mungkin anaknya butuh bersenang-senang agar pikirannya lebih tenang.

----

"Bagaimana kalau hari ini kalian libur saja dan kita pergi ke pantai nak sudah lama ibu tidak kesana." ucap Bu Vina saat mereka sedang sarapan.

Semua anggota keluarganya yang sedang sibuk menyatap sarapannya pun menoleh.

"Ide bagus itu bu, Olden juga lagi males kesekolah. Kadang kepala Olden pusing kalau buat mikir."

"Alasan lo aja, lo kan udah sembuh.bilang aja kalau males mikir." ucap Ian.

"Lah emangnya lo pernah ngerasain kepala lo di hancurin hah?"

Ian menatap Olden sambil mengejek dengan memacungkan hidungnya.

"Sudah... Sudah.. Cepat kalian selesaikan sarapannya, kita pergi jam 8 , oke?"

Mendengar papa mereka sudah bicara mereka pun mengangguk dan berhenti bertengkar.

Ibu mereka pun tersenyum kecil.sudah lama tidak mendengarkan pertengkaran kecil ke dua anaknya itu.

Selama beberapa minggu ini , semua masih shock dengan beberapa kejadian yang di luar pikiran mereka.

Pemuda yang selalu tersenyum dan ramah ternyata memiliki sisi yang lain dari dirinya.

Kakak yang mendukung Olden dan menemaninya mulai kecil berubah dratis hanya karena beberapa surat saja.

Anak yang sejak kecil dirawat dan selalu menjadi harapan keluarga berubah menjadi monster yang menyerangnya.

Setelah kepergiannya Apakah ini semua akhir dari masalah keluarga ini?

-----

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Idiot MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang