Empat Puluh

2.4K 148 6
                                    

Kicauan burung menyambut pagi yang cerah. Bu Vina berjalan membuka korden ruangan rawatnya.

Dia menatap jam didinding sudah pukul 6 pagi. Pemandangan diluar sungguh indah. Pepohonan yamg rindang dan dedaunan yang basah karena embun pagi.

Melihat pemandangan seperti ini ,Beliau teringat tepat 19 tahun yang lalu dia berada di tempat ini.

Diruangan yang sama,kala itu beliau sedang merawat seorang pengusaha berlian yang nampak pucat tak bersemangat.

Dengan penuh dengan senyum Bu Vina mulai memeriksa keadaan pasien barunya yang bernama Pak Setya.

Dari raut wajah pak Setya terlihat nampak sedih dan seperti tak mempunyai semangat hidup. sebagai perawatnya Bu Vina berinisiatif untuk sedikit menghiburnya.

Dia mulai mengajak berbicara. Percakapan yang normal dan kadang membuat lelaki 50 tahun itu tersenyum. Tapi hanya senyuman yang sekilas saja. Bu Vina tampak ragu untuk menanyakan ada apa dengan beliau,tapi tiba-tiba pasiennya menceritakan apa yang sedang ada difikirannya.

Dia merasa perasaan yang campur aduk antara senang dan sedih.

Kala itu Pak Sahaja menawarkan sesuatu padanya. Tawaran yang sangat menggiurkan. Bahkan sulit untuk menolaknya. Bu Vina mulai tertarik dengan tema pembicaraan mereka.

Sebagai pasien yang mengidap gagal jantung,cangkok jantung adalah salah satu jalan yang membuat harapan hidupnya meningkat Dan pak Setya saat itu sedang membutuhkannya.

Yang membuat pasien tersebut sedih adalah pendonornya. Beberapa hari sebelum Bu Vina mendapat bagian merawatnya ,pak Sahaja memperkenalkan pendonor itu padanya. Dan diluar dugaan beliu ternyata pendonor itu seorang yang cacat fisik. Orang tuanya malu mempunyai anak yang tumbuh tak seperti remaja biasanya.

Kakinya lumpuh dan remaja itu pun nampak lesu dan seakan tak sanggup lagi untuk hidup. Pemuda yang bertongkat itu mengatakan "tolong lakukan apa yang diminta orang tua saya, karena saya tak ingin menjadi beban mereka lagi. Dan uang dari anda bisa untuk biaya sekolah adik-adik saya yang masih kecil."

Hati pak Setya pun rasanya seperti teremas. Bagaimana mungkin dia bisa tega mengambil jantung seorang anak yang bahkan selama hidupnya belum merasakan bahagia. Hanya demi untuk hidup beberapa tahun saja. Dia tak ingin egois, beliau juga yakin pemuda itu tak sepenuh hati mengucapkannya. Di dunia ini siapa yang ingin mati begitu cepat. Tak ada satu manusia pun yang sudah siap untuk itu.

Tapi kalau pak Setya tidak segera mendapatkan operasi itu , beliau bisa meninggal dan membuat istri dan anak-anaknya yang masih kecil sedih. Bukan itu saja , ratusan karyawannya akan menganggur karena perusahaannya cepat atau lambat akan bangkrut.

Bu Vina mendengarkannya dengan menahan kesedihannya. Pak Setya pun meminta saran bu Vina. Apa sebaiknya dia menyetujuhi donor jantung tersebut atau tidak.

Bu Vina bingung. Terlalu banyak resiko. Di satu sisi kalau pak Setya tak melakukan percangkokan itu resikonya dia bisa meninggal dan membuat keluarga dan beberapa ratus karyawannya terlantar karena tak ada yang memimpin perusahaannya. Di sisi lain. Kalau jantung pemuda itu diambil, pemuda itu akan meninggal, tapi keluarganya akan bahagia.

Kenapa untuk hidup di dunia ini begitu sulit??

Bu Vina pun hanya bisa terdiam sambil tersenyum. Semua pasti ada jalannya. Meskipun disetiap cerita pasti ada yang berkorban.

Bu Vina dengan langkah cepat keluar dari kamar itu. Beliau berlari ke arah ruang admistrasi dan mencari setiap data pasien vvip dirumah sakit dia bekerja.

Hasilnya pun mengejutkan. Ternyata bukan pak Setya saja yang mendapatkan pemawaran tersebut.

Beliau mengopi semua data itu dan menyembunyikannya di dalam tasnya. Ini semua tidak benar. Nyawa dan kesehatan seseorang sudah dia atur oleh Tuhan. Kita sebagai petugas medis hanya bisa membantu mereka dengan keahlian masing-masing,bukannya memperjualkan nyawa orang yang sehat ditukar dengan orang yang memiliki harta yang lebih banyak.

My Idiot MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang