Tiga Puluh Sembilan

2.3K 154 3
                                    

Berlian menatap cowok yang terbaring di brangkar. Pikiran Berlian melayang pada saat Clara mengajak bicara bapak tukang  pakir , saksi dari kecelakaan yang menimpa kekasihnya itu.

Saat itu keadaan jalan sudah  gelap, bapak tukang pakir di sebuah toko busana wanita hijab itu sedang berberes akan pulang.

Dari kejauhan terdengar suara sepeda motor yang sangat kencang. Awalnya bapak itu berfikir itu gerombolan anak muda yang suka balapan liar disekitar situ.

Rencana bapak pakir akan memvideonya dan melaporkan ke keamanan setempat agar tidak mengganggu lalu lintas lagi.

Saat sedang merekam tak lupa bapak tua itu menghidupkan flash pada kamera pemberian dari anak pertamanya itu.

Tapi setelah menunggu ternyata motor dibelakang Juve membawa sebuah tongkat kayu.

Braaak...

Tongkat kayu itu dipukulkan ke kepala Juve dengan keras. Bapak tukang pakir pun berteriak saat Juve jatuh terpentar dari motornya.

Beruntung jalanan sedang sepi. Motor Juve yang jatuh ditengah jalan tak mengenai kendaraan lain.

Bapak tukang pakir itu tanpa mematikan kameranya langsung berlari ke arah Juve yang jatuh tepat beberapa puluh meter di sampingnya.

Ada perasaan takut dan khawatir saat mendekati tubuh Juve.keadaannya sungguh parah dan ada darah di baju cowok itu. Dengan tangan gemetar bapak pakir pun melepas  helm yang keadaannya sudah tak karuaan itu. Ternyata sudah Juve tak sadarkan diri.

Tanpa menunggu lama bapak itu lalu menyetop sebuah mobil yang lewat dan meminta tolong untuk membawanya kerumah sakit.

Beribu ucapan terima kasih , Berlian ucapkan kepada bapak yang sudah lumayan tua itu. Kalau saja bapak tua yang dia sampai lupa menanyakan namanya itu tidak menolong Juve entah bagaimana nasip cowok bersimbah darah itu.

Pikiran Berlian teralih pada kaki Juve yang sudah di gips dan di beri penyangga. Cowok itu mengalami patah tulang pada kakinya.

Berlian meneteskan air matanya. Beruntung hanya helm cowok itu yang hancur buka kepala dan otaknya.

Entah apa jadinya kalau saat itu Juve tak menggunakan helm yang kuat itu mungkin cowok itu sudah meninggal. Sungguh sebuah keajaiban , kini bisa melihatnya terbaring di brangkar ini.

Berlian tidak bisa membayangkan kalau dia harus kehilangan orang yang dicintainya itu. Tapi Berlian harus kuat.  Demi menunggu cowok itu sadar dia harus menjaga dirinya agar tidak drop.

"Siapa sayang yang tega ngelakuin ini sama lo. Lo cowok yang baik tapi kenapa, dia sengaja nyelakain lo. Kalau gue udah nemuin pelakunya, gue gak bakal maafin dia. Kalau perlu dia dihukum seberat mungkin."

Tangan Berlian sudah lemas. Ingin menggapai wajah Juve. Tapi dia takut, sentuhannya bisa menyakiti cowok itu.

"Maafin gue Ve. Gue udah gak percaya sama lo. Bangun ya sayang. Gue bakal lakuin apa aja supaya lo sehat dan sadar sekarang."

-----

Olden menjerit kesakitan. Dia terus sajak merangkak dijalan menantikan seseorang lewat dan menolongnya. Sekarang dia merasa seperti seekor kucing yang sedang butuh uluran tangan seseirang untuk merawatnya.

Sebelum keluar dari gudang tua itu dia sudah memeriksa kantongnya. Tapi tak didapati ponsel maupun sepeser pun uang.

Dia bingung bagaimana caranya memberitahu Berlian kalau gadis itu sekarang sedang dalam bahaya. Bukan hanya kembarannya saja tapi juga kedua orang tuanya.

Kalau saja dia menyadari kejahatan Alva lebih awal pasti semua tak akan begini jadinya.

Ini semua salahnya. Tapi percuma saja menangisi apa yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang waktunya mengubah bubur itu menjadi sesuatu yang lebih penting.

Dikesenyian malam, entah dia berada dimana. Semua terasa gelap dan dingin. Kenapa tak ada satu orang pun yang lewat. Apa jam segini semua orang sudah tidur. Ah bodohnya dia. Ini kan tengah malam. Hanya orang bodoh yang berjalan di tengah jalan yang gelap ini.

Tuk.. Tuk..  Tukk..

Terdengar seperti suara kentongan.

Olden menyadari kehadiran seseorang dengan sisa tenaga dia berteriak meminta
tolong.

Semoga orang itu mendengarnya dan mau membantunya.

-----

Alva berteriak di dalam rumahnya. Dia mengobrak-abrik setiap lemari yang ada dirumah tersebut. Tujuannya sudah pasti. Untuk menemukan data para penjual dan pembeli donor ilegal oleh almarhum kakeknya.

Dia harus segera mendapatkannya. Kalau tidak data itu akan muncul ke media dan pasti akan menghancurkan nama baik si penolongnya dan membuat rumah sakit itu dicabut izinnya oleh pemerintah.

Dia tak ingin itu terjadi. Dia tak ingin apa yang sudah dibangun oleh almarhum kakeknya hancur berantakan. Selama ini dia sudah berusaha keras untuk menjadi seorang dokter dan tujuan akhirnya menjadi pemilik rumah sakit swasta terbesar di kota ini.

Setelah menjadi miliknya , dia akan mempunyai kekuasaan dan harta yang melimpah. Bukan hanya itu saja. Setiap orang berpengaruh dinegeri ini pasti saat sakit akan merengek memohon bantuannya.

Yah, itu akan sangat menyenangkan. Disaat dulu dia memohon belas kasihan dari setiap orang yang lewat , sekarang orang lain lah yang akan bertekuk luntut menyembahnya untuk sebuah kesembuhan.

Kekuasaan, kekayaan tak akan ada artinya bila dia sakit-sakitan. Bukan hanya itu saja, selain dia ahli dalam ilmu bedah, dia juga ahli berbicara manis kepada orang lain.

Hanya sedikit simpati dan uang para pembutuh uang akan dengan senang hati untuk menjual organ tubuhnya untuk orang lain.

Alva membanting guci yang ada di ruang keluarga. Dia harus segera menemuka data-data itu. Meskipun harus membunuh beberapa orang tak penting dihidupnya. Mereka hanya beberapa kerikil di jalannya. Dan nasip sebuah kerikil adalah untuk disingkirkan.



Tbc

My Idiot MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang