Bab 2 : Accident

9.2K 357 10
                                    

***

Masalah adalah sesuatu yang membebani. Semua orang akan merasa pusing jika mendapat masalah. Takdir selalu senang menciptakan masalah. Takdir tidak selalu berpihak pada keinginan manusia.

Yessie Montghomory menyandarkan kepalanya di pintu kamar. Ia memegangi perutnya yang masih rata. Mengingat kembali hari saat dirinya diterima menjadi guru sebulan yang lalu. Saat itu pukul delapan malam, di kafe St. Smith. Yessie merasa gugup karena keesokan harinya akan menjadi hari pertama kali dia mengajar anak sekolahan.

"Butuh teman bicara?" Seseorang menyapa Yessie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Butuh teman bicara?" Seseorang menyapa Yessie. Berpakaian rapi dengan balutan jas berwarna abu. Yessie mendongaki pria itu. "Austin McDowell." ujar lelaki itu memperkenalkan diri. Austin tersenyum. Sebuah senyuman yang membuat Yessie tak berdaya. Senyuman yang sekarang menjadi senyuman mengerikan. Senyum terkutuk.

"Yessie Montghomory." Yessie mengatakannya tanpa melihat pria itu. Yessie berusaha untuk tidak peduli tapi, Austin selalu menanyai tentang dirinya. Bahkan meminta persetujuan untuk duduk. "Duduk saja." Yessie tidak pernah membayangkan bila sikap ramahnya ini justru membawanya pada petaka besar dalam hidupnya.

"Aku adalah CEO muda McDowell Enterprise. Aku barusaja pulang menemui klien. Jadi ya, di sinilah aku. Bagaimana denganmu?" Yessie kagum mendengar perkataan pria itu. Dia benar-benar tertarik untuk tetap mengobrol bersama pria ini. "Ya. Tentangku, Besok adalah hari pertamaku mengajar di sekolah. Dan aku merasa gugup. Aku tidak tahu seperti apa cara mendidik yang baik." Austin sedikit terkejut mendengarnya namun tetap tak menampakkannya.

"Berapa usiamu?" Yessie tidak bisa menebak umur Austin. Pria itu terlihat dewasa dengan balutan jas. "30 tahun?" Austin mengangkat alisnya. Yessie tergelak pelan. Dia tidak percaya pria itu.

"Kau tampak tidak yakin dengan usiamu. Kupikir kau lebih muda dari itu?" Austin berdeham. Menuangkan koktail ke dalam gelasnya dan gelas milik Yessie. "Kau bisa menebak usiaku."

"25 tahun. Kau terlihat dua tahun lebih tua dariku." Ini benar-benar menggelitiki telinga Austin. Tapi pria itu mengiakan tebakan Yessie walau tebakan itu seratus persen salah. Austin mengajak Yessie bersulang. Mereka semakin lama merasa semakin bebas. Dan menemukan kecocokan satu sama lain.

"Jika aku jadi muridmu maka aku akan bercita-cita tidur bersamamu." Austin bercanda. Yessie sama sekali tak berpikir jika Austin sedang membicarakan kenyataan. "Dan aku hanya akan tidur bersama CEO McDowell Enterprise." tutur Yessie. Austin terkekeh pelan. Memegang pipi Yessie lalu perlahan menciumnya. Hanya butuh beberapa menit mereka bisa sampai di hotel. Dan dari situlah masalah dimulai. Masalah yang membawa Yesdie pada pangeran muda yang sedikit kekanakan.

"Buka pintunya, Yess! What the hell you doing, heh?" Teriakan Austin membuyarkan lamunan Yessie. Wanita itu membuka pintu kamar mereka dan kembali melihat tatapan sinis Austin.

"Kau menangis?" Austin mengerutkan dahinya. Dia membuka pakaiannya sampai coretan-coretan di tubuhnya bisa terlihat. Di punggungnya ada gambar sayap elang, di bagian atas dadanya membentang tulisan "Welcome to my life" , dan di bagian lengan atasnya adalah gambar kepala singa. Sekilas dia tidak seperti anak sekolahan. Melainkan preman jalanan yang kebetulan dipungut keluarga McDowell Enterprise.

"Sejak kapan kau begitu perhatian dengan istrimu, Aussie! Bukankah pernikahan kita adalah pernikahan yang tidak kaukehendaki?" Austin mendengus. Dia tersenyum miring. Memandangi Yessie dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. "Kau terlalu berlebihan, Yess. Lihatlah dirimu. Kau sungguh tidak menarik terlahir sebagai perempuan, Yess! Kau sama sekali tidak menggodaku."

Austin menyeringai. "Aku mengerti ketidaktertarikanmu padaku. Karena aku tahu kau adalah seorang homo. Dan aku juga tidak tertarik dengan pria kecil sepertimu." Yessie membalas sambil tertawa sinis. Harus dia akui bahwa tidak mudah untuk akur satu sama lain. Bukan hanya dari segi usia saja. Melainkan karena dari awal hubungan mereka hanyalah sebuah tragedi.

"Aku bukan homo dan aku bukan anak kecil!" Austin berapi-api. Dia menatap Yessie penuh amarah. Wajah putihnya tiba-tiba memerah. Yessie ketakutan tetapi berusaha mempertahankan dirinya. "Itu katamu!" Yessie menantang tak peduli ucapannya malah membuat Austin semakin murka.

"Kau meragukan aku ternyata." Austin melempar kaosnya ke lantai dengan kasar. Mendekati Yessie yang sudah gemetaran. Austin bisa melihatnya. "Apa yang akan kaulakukan?"

Austin tertawa. Dia mencengkram kedua tangan Yessie yang bergetar tak karuan, "Kau tidak perlu menampakkan rasa cemasmu, Istriku!" ejek Austin. Yessie melototi pria itu, bertingkah kalau dia sama sekali tidak takut. Tidak ada alasan baginya untuk merasa takut pada anak sekolahan.

"Aku tidak takut pada homo sepertimu!" ujar Yessie sekali lagi. Austin tidak terima dengan pernyataan menghakimi dari Yessie. Pria itu mendorong tubuh Yessie menuju tempat tidur. "Sekarang kita lihat, apa aku homo atau tidak." Austin melahap bibir perempuan itu dan membuatnya tidak berdaya. Yessie tidak bisa menapik kalau dia juga menginginkan pria itu. Faktanya adalah mereka pernah melakukannya di hotel. Dan hal itu masih segar di pikiran mereka.

***

Terlelap sebentar, dan kehabisan tenaga. Austin tidak tahu seperti apa perasaannya. Haruskah dia bersyukur pada perempuan yang menyenangkannya ini atau justru mengutuk dirinya yang begitu berengsek memperlakukan perempuan. Austin merasa harga dirinya terhina ketika Yessie mendorongnya jauh dari perempuan itu.

"Kau yang memaksaku melakukan ini! Berhenti bertingkah seolah aku memerkosamu!" Austin bangkit dari tempat tidur. Mengambil sebatang rokok lalu mengisapnya di kamar itu. Sementara Yessie masih membeku dengan menutupi tubuh tanpa busananya dengan selimut. Tidak ada yang salah seorang suami menyetubuhi istrinya. Tidak ada yang salah. Hanya saja, cara Austin melakukannya tidaklah benar.

Austin membuka jendela kamarnya. Mengambil kaos biru lalu satu jaket kemudian keluar dari kamar itu. "Kemana kau akan pergi?" Austin mematung ketika Yessie bertanya padanya. "Aku hanya membuat suasana lebih nyaman. Aku mau ke pesta Erica."

Yessie tidak membalas, "Kupikir aku tidak pulang. Jadi, jangan biarkan bodyguard itu masuk ke apartemen." jelas Austin santai. Rasanya sangat aneh berbicara seramah ini. Nyatanya mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Ini semua karena Austin terlalu terpancing oleh perkataan istrinya. Dan membuat suasana semakin canggung.

"Pulanglah sebelum fajar. Dad-mu selalu memastikan kau selalu di apartemen ini. Jadi--" Austin mendengus kasar. "Berhenti, Yess! Aku tidak suka obrolan semacam ini! Kenapa kau tiba-tiba terlihat baik? Aku tidak mengerti reaksimu yang berubah-ubah. Aku akan pulang tetapi aku tidak akan menuruti kemauanmu. Aku masih muda. Aku punya kehidupan di luar. Kau paham!" Austin membanting jendela. Menyeberangi balkon demi balkon hanya untuk meninggalkan apartemennya. Dia sama sekali tidak peduli terhadap Yessie. Bagaimana pun dia lebih percaya bahwa dirinya dan Yessie tak memiliki hubungan apa pun. Itu faktanya.

See u next time!

Follow me

@sastrabisu dan @erwingg__

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang