Bab 27

1.1K 74 4
                                    

***

         Melupakan masa lalu seperti mengusir hantu yang tak mau meninggalkan suatu tempat. Yessie sudah mencoba menjalani kehidupan dia secara mandiri. Namun Austin masih saja hadir bagaikan sebuah magnet yang siap menarik wanita itu kembali kapan saja. Yessie jelas tidak akan menemui lelaki itu lagi.

         Kini Yessie merenung sesaat di dalam kamarnya. Memandangi gambar bayi mungilnya. Hanya dengan melihat cetakan itu, Yessie merasa lebih baik. Seakan seluruh beban yang dia pikul terasa lebih ringan. Yessie akan merawat bayi itu meskipun Austin tak mengharapkan kelahirannya.

          Yessie mengabaikan semua masalah yang menerpa hidupnya. Dan perlahan-lahan hal baik itu datang. Seseorang benar saat dia bilang, "Apa yang kita inginkan akan terwujud saat kita berhenti berusaha." Kata-kata itu mungkin agak pesimis namun itu bekerja di kehidupan Yessie. Saat semua siswa sibuk memilih kampus sebagai tempat kuliah, Yessie pun mendapatkan kabar bahagia.

         Esok hari, dia duduk di ruangan kelas ketika dia mendapat email dari Universitas Harvard. Email itu memberitahukan kalau Yessie lolos seleksi administrasi sebagai mahasiswa S2 di Universitas itu. Dekan Yessie dari Universitas Yale merekomendasikan wanita itu untuk mendapatkan beasiswa penuh di Harvard. Dan pihak Harvard menerima baik usulan itu.

        Yessie menangis haru ketika membaca pesan elektronik itu. Siapa yang mau menolak Harvard? Semua orang hebat kuliah di sana. Semua orang memimpikan untuk menempuh pendidikan di sana. Bukannya Yessie meremehkan Universitas Yale, kampus dia sebelumnya. Yessie terharu karena beasiswa penuh dari Harvard. Seandainya Universitas Yale mau menawarkan beasiswa, Yessie pun akan merasakan kebahagiaan yang sama.

          Lima hari lagi Yessie akan wawancara dan dia tidak sabar mengikuti tes itu. Tangannya bergetar seiring air mata haru membasahi pipinya. Dia tidak sadar melompat, mengekspresikan rasa gembiranya. Dia seakan lupa kalau dia tengah mengandung bayi. Dia berhenti melompat waktu perutnya terasa nyeri. Dia mengambil risiko saking senangnya.

        Yessie menghapus air matanya, mengemas barang-barang bawaannya berupa tugas siswa serta tas jinjing nya. Entah mengapa dia butuh tempat berbagi cerita. Dia mau mengabarkan ketua panti asuhan tempat dia dibesarkan bahwa dia lolos administrasi di Universitas Harvard. Mereka pasti senang atas kabar gembira dari Yessie.

           "Miss Monthgomory bisa kita bicara sebentar." Nick menghampiri Yessie yang keluar dari ruangan kelas. Nick kelihatan serius dan Yessie berkata, "Maafkan aku, Nick. Aku harus pergi. Jika kau mau membahas masalah Aussie. Lebih baik jangan katakan. Aku bosan mengatakan kalau aku lelah mendengar semua sifat buruknya."

         Nick bungkam dan itu membuat Yessie merasa bersalah. Dia tidak bermaksud bicara kasar. "Dengar, Nick. Aku sedang bahagia. Aku diterima di Harvard. Aku tidak mau mendengar hal buruk untuk hari ini." Setelah Yessie berhasil mengutarakan itu, Nick merubah mimik seriusnya jadi sumringah. "Benarkah? Itu hebat, Yessie. Wow! Kau berhasil melakukannya." Rasa senang Yessie menjalar di udara. Apakah Austin menunjukkan ekspresi yang sama ketika tahu Yessie diterima di Harvard?
        
         "Terima kasih, Nick." Yessie tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia masih belum percaya kemurahan hati Universitas Harvard kepadanya. Beasiswa penuh? Betapa beruntungnya Yessie mendapatkan semua rejeki itu. Rasa sakit yang diberikan Austin tampaknya sudah terbayar sekarang. "Aku akan berikan kau pelukan. Aku merasa sangat bangga kepadamu, Yessie. Ini perlu dirayakan." Nick merengkuh tubuh Yessie sebagai tanda syukur wanita itu berhasil meraih mimpinya.

          "Bayimu akan sangat senang akan prestasi-mu. Dia akan bangga kepadamu. Dan kau harus traktir aku, Yessie." Nick tidak bisa berhenti memuji keberhasilan Yessie. Dia mau membahas masalah rumor tentang dia dan Yessie menikah diam-diam. Tetapi sekarang rumor itu tidak lagi penting. Dia mau merayakan berkat Tuhan dengan makan-makan bersama Yessie.

         "Kalau kau mau. Kita bisa ke panti asuhan New Haven. Aku mau mengabari Rachel mengenai berita ini. Aku akan memasak buat kalian semua." Rachel merupakan pemilik panti di New Haven. Ide Yessie cukup brilian sehingga Nick menyambutnya dengan antusias. Lelaki itu menemani Yessie belanja di pasar kemudian meluncur ke panti asuhan pinggiran New Haven.

        Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar satu jam setengah tetapi Nick bilang dia sanggup mengendara sejauh itu. Yessie mengingat momen waktu dia ke New Jersey bersama Austin. Momen itu menakjubkan tetapi dia mesti merelakan kenangan tersebut untuk tak dikenang. Yessie pantas mendapatkan kebahagiaan lain.

         "Aku bisa membuatkan surat rekomendasi untuk daftar di Universitas Yale kalau kau mau. Dulu aku kuliah di sana." Yessie memecah keheningan. Kebetulan New Haven adalah kota tempat kampus itu berada. "Tadinya aku berniat melanjutkan kuliah di sana. Tetapi kurasa Harvard jauh lebih baik. Mereka punya tim sepak bola yang terkenal." Nick memutar musik agar mereka bisa menikmati perjalanan.

         "Universitas Yale punya tim sepak bola yang keren. Jangan meremehkan kampus lamaku. Yale adalah saingan ketat Harvard," jelas Yessie. Antara New York dan New Haven tidak terlalu jauh hanya menghabiskan satu jam lebih perjalanan sementara New York ke Massachusetts tempat Universitas Harvard berada, butuh tiga jam lebih bila berkendara dengan mobil.

        "Aku akan menaruh Harvard di pilihan pertamaku kemudian Universitas Yale urutan kedua." Berbicara dengan Nick membuat Yessie merasa seperti kembali muda. Apalagi dia sebentar lagi menjadi mahasiswa S2. Memang masih tahap wawancara, tetapi beberapa teman Yessie bilang wawancara hanya formalitas.

        Yessie tersenyum. "Itu pilihan yang bagus." Dia melihat ke arah jendela. Perjalanan terasa melelahkan. Angin berembus cukup kencang dan itu membuat Yessie merasakan kantuk. Dia tertidur selama empat puluh menit. Nick membangunkan Yessie waktu mereka sampai di New Haven.

      Yessie menyapa anak-anak panti asuhan sebelum akhirnya bertemu Rachel. Mereka melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu. "Suami-mu sudah cukup berubah. Aku merasa wajah nya tak setampan biasanya." Kebetulan Rachel hadir di acara pernikahan rahasia Austin dan Yessie. "Dia bukan suamiku, Rachel. Namanya Nick. Dia teman baikku."

          "Namaku Nicholas Hugo." Nick mengenalkan diri. Rachel menyambut tangannya. "Aku Rachel. Akulah yang merawat Yessie saat dia masih sangat kecil." Rachel menyambut hangat dua orang itu. Yessie meminta Nick istirahat sementara Yessie bergegas ke dapur. Dia belum mengatakan apa-apa ke Rachel tentang Harvard.

         Yessie membuat makanan Tionghoa. Dia sangat suka makanan Asia. Dan berusaha mengenalkan kudapan itu ke semua orang. "Kau datang jauh-jauh hanya untuk memasak. Kau istirahatlah, Yessie. Kau tidak boleh kelelahan. Apa kata Melanie kalau tahu menantinya bekerja keras. Melanie sudah banyak berjasa dengan panti asuhan ini. Di ia menyumbangkan banyak uang setiap bulannya berkat dirimu."

        Yessie barusan mendengar informasi itu. Dia tidak pernah tahu orang tua Austin mau membiayai panti asuhan tempat Yessie dibesarkan. "Sebenarnya--, aku berniat berpisah dari Aussie. Aku sadar kami punya banyak perbedaan. Dia tidak pernah menganggap aku istrinya." Rachel menutup mulutnya tidak percaya.

         "Apa perpisahan jalan terakhir? Bagaimana dengan bayi kalian?" Yessie menghela napas. Dia tidak mau bersedih lagi sehingga dia membalas dengan riang. "Sudahlah. Aku tidak mau bagasi dia lagi. Aku akan murung kalau mengingat dia terus."

        Rachel paham. Dia sama sekali tak memaksa Yessie kembali ke dalam pelukan suaminya. "Ngomong-ngomong. Kalau Melanie menelepon katakan padanya. Kau tidak pernah bertemu denganku." Rachel mengangguk mengerti sehingga Yessie bisa bernapas lega.

See u next time!
Instagram : sastrabisu
      

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang