Bab 35

1.2K 86 2
                                    

         Yessie sudah melangkah keluar dari toilet waktu Austin mencekal tangannya. Yessie menoleh, tatapan sedu Austin membuatnya tak bisa marah. "Aku pernah janji kalau aku akan mengajakmu nonton konser Shawn Mendes. Apa kau mau temani aku ke sana? Setidaknya aku mau menyenangkan hatimu meski hanya sekali. Aku mau melunasi janjiku."

       Austin menunjukkan tiket konser di saku tuksedo miliknya. "Ini acara penting keluargamu. Apa kau mau meninggalkan acara ini?" Sialnya adalah acara ulang tahun McDowell Enterprise tampaknya mengharuskan Austin tetap tinggal di acara itu.

       "Aku tidak peduli, Yessie. Aku hanya mau kita menghabiskan waktu bersama sebelum kau ke Harvard. Kumohon, Yessie." Austin memelas. Yessie tidak sanggup menyakitinya kendati dia punya dendam pribadi. "Baiklah. Aku menuruti kemauanmu untuk terakhir kali."

         Yessie dan Austin kabur dari acara perayaan ulang tahun perusahaan McDowell Entreprise. Austin membawa istrinya ke acara konser Shawn Mendes. Konser itu sudah hampir selesai saat mereka masuk ke dalam sana. Shawn masih sempat menyanyikan lagu Stitches dan Lost in Japan waktu Yessie dan Austin berada dalam konser itu.
Fans Shawn Mendes histeris saat penyanyi itu membuka pakaian miliknya. Shawn Mendes memiliki tubuh atletis dan berotot, penonton wanita benar-benar menggila. Yessie pun tak sadar berteriak namun dia menyadari perbuatan gilanya itu waktu Austin menertawainya.

         Konser Shawn Mendes cukup membuat Yessie melampiaskan perasaan sedih dalam dirinya. Austin tidak sejahat yang Yessie bayangkan. Austin tidak lagi mendesak Yessie melenyapkan bayi mereka setelah Yessie mendaratkan tamparan di pipi Austin tempo hari. "Tadi aku berteriak karena aku tertarik kepada lelaki seksi seperti Shawn," kata Yessie saat konser selesai.

        Mereka tidak bisa mengobrol di dalam ruangan karena di sana sangat bising. Dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk bicara. "Aku paham. Itu sebabnya kau tidak menolak waktu aku buka baju di toilet. Kau sangat bergairah waktu itu. Kau kesepian tanpa aku." Austin tertawa atas ucapannya sendiri ditambah lagi karena Yessie memberikan tatapan melotot.

         "Aku tidak begitu. Kau yang memaksa aku melakukan hal itu," sela Yessie. Setelah konser ini, hubungan mereka benar-benar telah berakhir. Austin berhasil menunaikan janjinya, menemani Yessie menonton konser Shawn Mendes meskipun mereka telat. Austin tidak berniat berdebat dengan istrinya. Dia memilih, melirik pemandangan taman luar gedung konser. Ada air mancur di sana, dia sangat tertarik menyaksikan keindahan tempat itu.

          Austin tidak melihat Yessie. Dia berujar, "Apa kau ingat momen saat di New Jersey? Aku merasa senang waktu kita menghabiskan waktu berdua di dalam hutan. Momen seperti itu jarang terjadi dalam hidupku." Austin membuka obrolan baru. Yessie tidak mau membuka lembaran lama. Dia tidak akan membiarkan Austin membangkitkan cinta yang berusaha dia hapuskan.

        "Kau terlalu sibuk berpesta. Itu sebabnya kau tidak pernah ke hutan." Yessie memperbaiki posisi duduknya. Semua terasa lebih ringan kalau mereka tidak berdebat tentang hubungan mereka. Ponsel Austin berdering, Erica menghubunginya. "Kenapa kau tidak mengangkatnya? Kau bisa melakukan itu di hadapanku," kata Yessie. Austin menggeleng. Dia mematikan telepon selulernya itu.

         "Rasanya salah kalau aku melakukan itu." Austin berubah menjadi seperti lelaki sedih. "Apa kau merasa kehilangan karena aku mau ke Massachusetts? Maaf tetapi aku merasa tidak nyaman kalau kau kelihatan muram, seolah kau melarang-ku pergi?" Yessie hanya menebak, dan Austin langsung menyeringai waktu mendengar perkataan istrinya.

         "Aku sama sekali tidak memikirkan-mu," sahut Austin pasti. Yessie mengangguk. Dia menyadari hubungan antara dia dan Austin tidak bisa bersatu lagi. Mereka hanya akan saling menyakiti bila terus bersama. "Baguslah kalau begitu."

        Hening, tidak ada lagi obrolan di antara mereka. Angin berembus, rambut Yessie terbang. Austin menatap istrinya intens, menyaksikan betapa indah rambut wanita itu diterpa angin kencang. "Kita seharusnya pulang. Kalau kau masih mau di sini, aku akan pulang senfitian," ucap Yessie. Dia tidak bisa terus berada di dekat suaminya. Dia tidak mau menjadi lemah hanya karena Austin memberi dia perhatian yang sifatnya sementara.

       "Apa kaubisa temani aku sebentar? Aku mau menceritakan tentang diriku kepada dirimu." Yessie terkesiap, Austin mau menjelaskan kehidupannya? Lelaki ini memang aneh. Mengapa tiba-tiba dia mau bercerita tentang keluarganya yang kaya raya? Itu terdengar sangat konyol.

        "Katakan saja. Aku akan memberimu kesempatan untuk bicara." Yessie kembali duduk. Dia memperbaiki posisi kupingnya hanya agar dia bisa mendengar jelas perkataan suaminya. "Waktu aku kecil, aku dirawat oleh juru masak di vila New Jersey. Kau kenal dia, bukan? Camila merawatku sampai aku berumur 12 tahun." Yessie pernah dengar Austin menyebut kalau dia besar di vila New Jersey dan mau anaknya merasakan kebahagiaan besar di sana.

        "Mom tidak selalu menemaniku. Dia seperti Dad. Mereka selalu bekerja dan aku hanyalah hiasan rumah," jelas Austin. Yessie masih belum memahami inti dari pembahasan Austin. Jadi dia tetap diam untuk mendengarkan cerita suaminya. "Kau mungkin lebih bahagia hidup di panti. Rachel pasti memperhatikanmu."

         "Rachel memang memperhatikan  semua kebutuhanku," sahut Yessie membenarkan. "Apa kau mau cerita kalau masa kecilmu buruk? Karena aku tidak akan percaya kata-katamu. Kau pernah mengklaim kau senang besar di vila New Jersey. Setahuku ceritanya begitu." Ingatan Yessie masih tajam. Austin tak bisa menipunya dengan mudah.

         Austin tersenyum miring. "Aku tidak pernah bilang kalau masa kecilku buruk. Aku hanya mau bilang kalau--." Austin tak melanjutkan ucapannya. "Kalau apa?"

         "Tidak ada. Aku mungkin sedang mabuk. Sudahlah. Aku akan mengantar kau pulang." Austin menampakkan sebuah senyuman. Yessie tidak paham apa yang sebenarnya diinginkan suaminya. Austin menghabiskan sepuluh menit Yessie dengan bicara omongan tak berarti. "Ya, kau memang sudah seharusnya mengantar aku pulang setelah kau berhasil merusak sepuluh menitku," kata Yessie kesal.

       Rasa kesal itu hanya sesaat karena di dalam mobil Yessie berkata, "Malam ini keren. Aku ingin berterima kasih atas hadiah konser ini. Aku mungkin tidak pernah bilang padamu, namun aku akan mengatakannya sekarang. Kau terlihat berwibawa saat tidak berbuat kekacauan."

        Yessie tidak mau munafik, bukan karena dia sangat mengagumi Shawn Mendes. Akan tetapi Austin telah membuatnya terkesan, membuat dia merasakan kesenangan untuk malam ini. Yessie memang membutuhkan hiburan sebelum akhirnya melakukan wawancara di kota Massachusetts. Yessie butuh pikiran tenang agar dia tidak stres menghadapi tim penyeleksi Universitas Harvard.

        "Kau harus gapai impianmu, Aussie. Belum terlambat, kaubisa terima tawaran UCLA. Kaubisa kuliah dan meraih mimpimu di sana. Begitu pun aku, aku akan meraih mimpimu di Massachusetts. Putri kita akan merasa bangga kepada kita." Lebih baik seperti ini. Tak ada pertengkaran, semua lebih baik jika mereka tidak berselisih.

See u next time! Instagram :sastrabisu

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang