Emoticon 😭 soalnya aku sudah nulis part ini sampai selesai eh malah kehapus mau enggak mau buat ulang part ini. Ngomong" Sabar ya kak baca part ini 🙏🙏
***
Austin McDowell mau menyelesaikan masalah antara dia dan istrinya. Dia mau melenyapkan bayi perempuan yang dikandung Yessie. Austin bingung mau mencari keberadaan wanita itu. Dia sudah mencetak riwayat panggilan Yessie di bagian telepon umum. Dan panggilan terakhirnya adalah satu hari lalu. Nomor itu tidak pernah lagi menelepon setelah itu.
Yessie tidak terlalu pandai bersembunyi karena jejaknya masih ditemukan oleh Austin. Melalui riwayat panggilan istrinya, Austin bisa menemukan tempat wanita itu terakhir menelepon. Apartemen murah dekat sekolah Nick. Austin menemukan apartemen itu dengan cepat. Sayangnya tidak ada orang di sana. Austin menendang pintu apartemen tersebut karena kesal tidak bisa bertemu Yessie.
"Menendang pintu apartemen tidak akan membuka pintunya," tegur tetangga apartemen Yessie. Seorang nenek berusia sekitar 70 tahun. Austin menyeringai mendapati istrinya berdekatan dengan wanita tua. "Jangan ikut campur, Nenek tua. Kau seharusnya mencemaskan kapan kau akan mati."
Tetangga Yessie membelalakkan mata. Namun Austin tak peduli. Dia benar-benar gusar tidak bertemu istrinya. Dia sudah menghabiskan banyak tenaga mengunjungi apartemen kosong. Sangat sia-sia dia datang.Tidak menemukan Yessie di mana-mana, Austin nekat ke rumah orang tua Nick malam-malam. Memaksa mereka mengakui keberadaan Nick. Sampai Kristina ibunya Nick menelepon putranya. Belum selesai wanita itu bicara Austin merebut ponselnya. "New Haven? Kau sedang berbulan madu bersama Yessie?" tuduh Austin.
"Kenapa kau merebut ponsel ibuku? Jangan pernah lakukan itu lagi atau aku menendang bokongmu!" tegas Nick. Dia tidak terima tindakan tak sopan Austin. "Harusnya akulah yang bicara seperti itu. Kau bercinta dengan istriku di negara bagian lainnya. Aku akan patahkan tulang-tulangmu kalau kau kembali ke New York." Austin bertutur tak kalah tajam.
Terdengar kekehan dari Nick. "Kenapa kau peduli, Aussie? Bukankah kau tidak mencintainya? Apa kau sangat terobsesi akan kehidupan Yessie?" Pertanyaan itu menohok. Austin mengepalkan tangan. Dia menegaskan, "Aku tidak terobsesi akan kehidupan Yessie!" Perkataan lelaki itu berapi-api seolah ucapan Nick benar.
"Sudahlah, Nick. Jangan urusi Aussie. Dia hanya akan menambah beban pikiranmu." Suara lembut Yessie begitu indah di telinga Austin. Pria itu diam sejenak hanya untuk mendengarkan suaranya. "Aku mau bicara dengan Yessie!" Austin memerintah usai Yessie selesai beromong.
"Apa kau mau bicara dengan dia?" Nick meminta persetujuan Yessie. Dan tampaknya wanita itu setuju sebab di detik berikutnya suara nya menggema. Yessie berkata, "Aku tidak mau berurusan lagi dengan dirimu, Aussie." Austin sudah banyak menorehkan luka di hati istrinya. Dan kini wanita itu ingin bangkit dari keterpurukan.
"Kau tidak bisa lari dariku, Yessie. Kau sangat mencintaiku." Yessie tidak membalas. Dia memang pernah mengakui perasaannya. Dan dia tidak bisa menarik kata-kata itu. Austin melanjutkan, "Aku mau kita bertemu saat kau sudah berada di New York. Aku mau membahas sesuatu bersama dirimu. Aku juga sudah bicara dengan Mom." Austin me-lembut, Yessie berpikir keras bagaimana seseorang macam Austin bisa merubah emosinya dalam hitungan detik. Seperti bara api yang disiram seember air.
"Aku tidak mau," tegas Yessie. Dia punya ideologi sebagai wanita. Dan dia tidak mau ditindas oleh seorang lelaki terus-menerus. Yessie masih bisa ingat bagaimana Austin menghina dia sebagai perempuan miskin dari panti asuhan. "Kau tidak punya pilihan, Yessie. Selagi kau mengandung bayi dari benihku maka kau tidak bisa seenaknya menjauh."
"Cukup! Aku tidak mau dengar lagi. Aku tidak mau!" Yessie mematikan sambungan telepon secara sepihak. Austin menghela napas panjang. Dia menyodorkan ponsel Kristina seiring wanita itu berujar, "Kau sudah menikah, Aussie? Kapan? Mengapa aku tidak tahu?" Kristina dan Melanie selalu bertemu di rapat komite sekolah. Bermula dari sana Kristina pun bergabung di grup sosialita Melanie.
Kristina mengambil ponselnya. "Maafkan aku Mrs. Hugo. Ini aib keluarga kami. Aku akan segera mengakhiri aib ini. Aku akan berpisah dari istriku setelah dia berhasil mengugurkan bayi kami," jelas Austin.
Kristina mengernyitkan dahinya. "Tunggu--, apa?! Apa Melanie setuju akan ide itu? Apa orang tuamu tidak punya uang untuk sekadar merawat cucu mereka?" tanya Kristina, "maksudku, kau menikahi istrimu karena ingin bertanggungjawab. Lalu kau mau menggugurkan kandungan istrimu karena mau berpisah?"
Austin meringis. "Kau akan melakukan hal yang sama saat putramu Nick menghamili anak orang. Aku sudah dengar dari Nick kalau kau merekomendasikan beberapa gadis yang ditiduri putramu untuk aborsi. Berhentilah menceramahi-ku." Kristina bungkam. Itu benar, Nick dan Austin dulunya sebangsa, sama-sama seorang berengsek. Tetapi sekarang Nick tidak begitu lagi.
Austin meninggalkan rumah orang tua Nick. Kemudian bergegas menuju pesta anak muda. Maria, gadis yang pernah berhubungan dengan Austin sedang merayakan pesta. Semua orang diundang termasuk Austin. Memang Austin tidak diundang secara personal tetapi dia bisa pergi ke sana semau dia. Erica sudah ada di pesta itu menanti kedatangan pria itu.
Austin sampai di pesta pukul 10:00 malam. Dia mengambil dua botol tequila untuk dibawa masuk ke dalam pesta tersebut. Tetapi sebelum masuk ke dalam sana, Austin bertemu pria bertudung hitam. "Kita harus berhati-hati. Jangan menyuruhku datang ke tempat ramai seperti ini. Polisi sedang mengawasi pergerakan kita," bisik pria bertudung itu.
"Tenanglah, Bung. Orang tuaku punya kedudukan baik di kota ini. Jangan takut, ini bukan masalah besar." Austin menepuk bahu pria bertudung itu kemudian mengambil paket yang ditutupi kertas berwarna coklat dari pria itu. "Berapa totalnya?"
"1400 dolar." Austin kembali ke dalam mobil kemudian melemparkan beberapa ikat uang kepada pria bertudung itu. Setelah mendapatkan kiriman tersebut, Austin bergabung ke dalam pesta Maria. Erica menyambut Austin dengan pelukan. "Selagi ada Aussie, kita akan menikmati tequila ini!" seru Erica sembari mengangkat minuman beralkohol yang ada di tangan Austin.
Beberapa anak cowok bersorak. Maria si pemilik pesta menghampiri Austin. "Aku menghargai usahamu datang ke pestaku setelah terakhir kali kau mempermalukan aku," kata Maria. Dia mengambil botol tequila lainnya kemudian melanjutkan, "Kurasa kita perlu bicara sebentar Aussie."
Ausin meminta persetujuan Erica. Dan Erica menyilakan mereka mengobrol. "Pergi saja. Lagipula dia bilang hanya sebentar." Setelah dapatkan restu, Austin mengikuti langkah Maria naik ke atas tangga. Maria masuk ke dalam ruang kamarnya.
"Apa kau mencoba menggodaku? Kalau kau berniat begitu tentu aku tidak menolak," kata Austin sembari tersenyum miring. Dia seorang predator, dan predator tak pernah menolak mangsa. Maria tertawa pelan. "Aku tidak bernafsu lagi dengan bajingan seperti dirimu."
"Jadi?"
Maria menghela napas. Dia menyentuh otot dada Austin yang terbungkus jaket. "Aku tahu rahasiamu, Aussie. Lelaki yang punya istri bukanlah Nick melainkan dirimu." Austin dibuat terkejut oleh perkataan gadis ini. "Jadi kau bermaksud memerasku? Apa yang kauinginkan?" Sudah jelas niat gadis licik ini.
Maria tergelak pelan. Dia berusaha menyentuh bibir Austin tetapi pria itu seketika tak bisa memiliki hasrat. Dia sedang terperangkap dalam masalah. Bagaimana Maria bisa tahu rahasianya? Austin mendorong tubuh Maria menjauh darinya. "Katakan padaku, apa maumu? Aku tidak suka diperas?!"
"Tenanglah, Aussie." Maria duduk di pinggir ranjang. Dan mulai mengutarakan apa maksud dari perkataannya. "Aku tahu kau pecandu ganja. Aku butuh ganja darimu, Aussie. Berikan padaku ganja yang kaupunya."
Austin terkekeh. "Aku bukan pecandu ganja! Aku tidak akan memberikan apa-apa terhadapmu. Lagipula kau tidak punya bukti soal--." Perkataan Austin terpotong saat Maria menunjukkan video perdebatan Yessie dan Austin di luar stadion sepak bola tempo hari.
"Baiklah. Ambil semua ganja sialan ini." Austin melempar paket yang ada di dalam sakunya. Dia sudah merelakan ganja yang dia perjuangkan hanya untuk gadis genit satu itu. Austin keluar dari kamar dan bergabung bersama kekasihnya di pesta tersebut.
See u next time! Instagram : sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Husband (Young Daddy)
General Fiction"Kau mulai cerewet seperti ibuku, Yessie! Sejak kapan kau perhatian seperti ini padaku?" Austin tersenyum miring. Meletakkan kakinya di atas meja sambil menyemburkan asap rokok di udara. Kali ini tidak ada lagi kata "Bu" yang menyertai kalimatnya. Y...