Bab 17 : Rain 🧡💛

1.3K 69 9
                                    

∆∆∆

          Yessie sedang berbaring di kasur untuk mengistirahatkan tubuhnya akibat terlalu lelah berkeliling vila bersama Austin selama beberapa jam. Tidak dipungkiri bahwa Austin telah menyinari hari-hari Yessie yang biasanya tampak suram. Dia terus membayangkan betapa manis Austin memperlakukan wanita itu.

         Yessie belum terlelap ketika ponsel Austin berdering. Austin sedang mandi jadi Yessie berniat mengangkat panggilan telepon suaminya. Namun saat melihat nama pemanggil telepon, Yessie mengurungkan niat itu. Erica menelepon Austin. Gadis itu... Entah sampai kapan Yessie akan menjadi orang ketiga di antara Austin dan Erica.

       Yessie memegang ponsel Austin sembari mematung. Semua perlakuan romantis Austin seolah hanyalah kesia-siaan. Untuk apa? Yessie pun tak  bisa memiliki secara penuh pria itu. Percuma Austin berlaku manis kalau itu hanyalah hal sementara. "Telepon genggam-ku terus berdering. Apa Couch menghubungiku lagi?"

          "Bukan. Ini dari Erica," kata Yessie datar. Dia memberikan ponsel Austin kemudian bergegas keluar kamar. Dia tidak bisa berada di dekat Austin dan menjadi penghalang antara dua insan yang dimabuk asmara. "Aku tidak di New York. Aku sedang di New Jersey. Dad memintaku melihat-lihat bisnis mereka di kota ini," jelas Austin. Yessie masih sempat mendengar itu sebelum akhirnya menghilang di kamar tersebut.

         "Kapan kau pulang? Kenapa kau tidak memberitahuku? Seharian ini kau menghilang," tutur Erica. Hari ini Austin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Yessie. Dia lupa kalau Erica adalah belahan jiwa-nya. Mereka berencana menikah setelah lulus kuliah. Tak peduli Austin punya segudang Friends with benefits di luar sana. Erica merupakan gadis terakhir yang akan dipilih oleh Austin.

          "Maaf, ini keadaan darurat. Aku cukup sibuk," kata Austin. Dia melirik kanan dan kiri. Yessie sudah tak ada di kamar itu. "Apa aku mengganggu? Maaf kalau aku di waktu yang kurang tepat."

        "Sebenarnya iya. Kau istirahatlah. Aku akan menghubungimu lagi nanti." Austin mematikan panggilan telepon-nya. Dia segera memakai pakaian lalu mencari di mana Yessie berada. Malam ini Austin memakai pakaian tidur karena berpikir dia tidak akan keluar bersama Yessie. Dia sedang berada di puncak dan tentu menjelajahi alam bukanlah sesuatu yang bagus dilakukan ketika malam hari.

           "Di mana Yessie?" Austin bertanya seiring dia mengamati Eva sedang menyiapkan makan malam. "Dia mungkin ada di kebun. Nyonya Yessie begitu menyukai pemandangan di sana," jelas Eva. Austin bernapas lega. Dia di ruang makan sambil mengamati hidangan buatan Eva dan Camila. Eva merupakan lulusan sekolah kuliner di Paris sementara Camila sudah bekerja dengan keluarga Austin sejak kecil. Camila tak berpendidikan namun punya pengalaman banyak sebagai asisten rumah tangga. Dia jago memasak makanan Eropa dan Amerika Latin.

         Austin sudah lapar namun mendadak dia mengingat Yessie. Wanita itu belum makan. Austin menahan rasa lapar yang bergejolak di perutnya demi mencari Yessie. "Aku akan panggil istriku lebih dulu," kata Austin. Dia cukup mengkhawatirkan Yessie--penasaran mengenai apa yang sedang dikerjakan wanita itu.

         Austin mencari Yessie di kebun namun dia tak menemukan Yessie. Apa yang sedang terjadi? Mengapa Yessie menghilang tiba-tiba. Wanita itu tanggung jawab Austin. Jadi apa pun yang terjadi dia harus menemukan wanita itu.

           "Yessie!"

           Satu, dua, sampai tiga kali Austin berteriak memanggil nama wanita itu namun tak ada sahutan. Austin berlari--mengelilingi kebun buatan di vila itu. Namun hasilnya nihil, Yessie tidak ada di mana-mana. Austin sangat cemas karena ini pertama kalinya Yessie berada di tempat itu. Yessie tidak tahu apa-apa mengenai vila keluarga Austin. Ditambah lagi, di sekeliling vila itu ada hutan. Bagaimana kalau Yessie dimakan binatang buas?

          Austin memberanikan diri meninggalkan vila menuju hutan untuk mencari Yessie. Pencarian Austin kali ini membuahkan hasil. Yessie duduk di bawah pohon pinggiran hutan. "Kenapa kau menghabiskan waktumu di tempat ini? Kau menakutiku setengah mati. Apa kau tidak takut di hutan malam-malam begini?" Austin menantikan jawaban Yessie. Kalau dia tidak bicara berarti dia hantu.

           "Aku mencari udara segar," ucap Yessie. Dia memerhatikan Austin yang tengah mengumpulkan napas. Pria itu kesulitan bernapas seakan dia terkena asma. "Maafkan aku kalau aku merepotkanmu," lanjut Yessie. Hutan itu tidaklah gelap. Masih ada lampu penerang di beberapa sudut hutan. Tempat itu dirawat karena merupakan bagian dari vila elit.

          Austin merasa lega karena dia tidak sedang bicara dengan hantu. Pria itu mengambil duduk di samping Yessie. Dia penasaran bagaimana rasanya duduk di bawah pohon di malam gelap. "Kau seharusnya bilang kalau kau mau pergi ke tempat ini. Maksudku--, akan bahaya kalau kau pergi sendirian. Aku mencemaskanmu."

           Apa yang harus Yessie katakan? Dia mulai merasakan kenyamanan bersama Austin. Tapi dia bukan orang spesial di mata pria itu. "Kenapa kau mencemaskanku?" Yessie paham bahwa bertanya ke Austin merupakan hal percuma tetapi Yessie selalu ingin tahu. Dia butuh konfirmasi setiap kali Austin melakukan sesuatu.

           "Kau istriku. Kenapa kau harus bertanya seperti itu? Aku merasa senang kalau kita tidak berdebat. Kumohon, kita jangan berselisih paham lagi." Austin memandangi Yessie penuh harap. Benar, mereka seharusnya tidak berdebat. "Baiklah." Yessie pasrah. Dia selalu mengalah di setiap keadaan. Austin memandangi sekeliling mereka lalu mengajak Yessie kembali ke vila.

         "Apa aku boleh bersandar di pundakmu?" Yessie sudah pernah bersandar di pundak itu. Dan rasanya benar-benar nyaman. Tidak ada bahu pria senyaman bahu Austin. "Kau boleh bersandar kapan pun kau mau."  Yessie bersandar di bahu pria itu. Dia memejamkan mata dan tanpa dia sadari Austin menggenggam tangannya. Kini mereka semakin dekat.

          "Kalau aku menang di pertandinganku ini. Aku mau mengajakmu menonton konser Shawn Mendes bulan depan," gumam Austin. Sebenarnya dia sudah beli tiket konser itu karena takut kehabisan tiket. Nyaris setiap hari ada  konser musik di New York baik itu penyanyi mancanegara maupun lokal. Austin menyadari dia semestinya lebih memberi hadiah ke Yessie.

          "Aku berharap kau menang. Aku suka musik Shawn Mendes. Dia sangat berprestasi." Yessie belum membuka matanya. Austin menyeringai lalu bertutur, "Semua cewek merasa bahwa bumi semakin panas karena Shawn Mendes terlalu seksi. Padahal sebenarnya akulah pria paling seksi di kota New York."

          Yessie tertawa pelan. "Kau memang pria seksi." Dia membenarkan. Austin terperangah, dia tidak percaya Yessie mengatakan itu. Austin lebih nyaman kalau mereka saling mengejek. "Apa maksudmu mengatakan itu? Maksudku kau mengakui aku seksi?"

         Yessie membuka matanya. Dia memandangi Austin penuh hirauan lalu mengungkapkan, "Aku hanya bicara jujur. Kau adalah pria tampan dan seksi." Austin kehabisan kata-kata. Dia bertanya apakah Yessie mabuk atau tidak. Dan Yessie tidak sedang mabuk. Dia baik-baik saja.

         Austin masih ingin bicara namun hujan turun membasahi kota new Jersey. Hujan bukanlah sesuatu yang bisa terjadi setiap hari di tempat itu dan sekarang hujan. Sialnya Yessie memakai pakaian hamil tipis. Beberapa bagian tubuh Yessie terekspos karena hujan tersebut. Austin hanya pakai pakaian tidur namun dia melepas pakaian itu untuk menutupi tubuh Yessie. Perhatian Austin membuat Yessie semakin tersentuh. Apa yang akan terjadi pada hati wanita itu?

See u next time!

Follow me :

Instagram : Sastrabisu dan Erwingg__

Dreame/Innovel : Erwingg

Noveltoon : Spiderman96

       

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang