Bab 32

1.1K 75 6
                                    

***

       Rumor seperti air, bila tidak berada di tempat benar, air itu akan terus menggenang, tertahan di suatu tempat. Rumor bila dibiarkan terus beredar akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Di penghujung akhir masa SMA-nya, Nick harus menghadapi rumor tentang dirinya. Nicholas tak bisa menghindari gosip tentang dia tersebut. Dia harus  menyelesaikannya secepat mungkin.

         "Katakan pada Mom sejujurnya, Nick. Kepala sekolahmu menghubungi Mom untuk mengonfirmasi tentang kau menikahi seorang guru," desak Kristina, "Apa kau menikah diam-diam?" Orang tua mana yang tak kaget bila putranya dikabarkan menikah tanpa restu orang tua.

          "Bukan aku, Mom. Orang itu adalah  Aussie. Dialah lelaki yang menikahi Yessie," jawab Nick. Sebelumnya, dia tak mau menyinggung rumor pernikahan itu sebab tak ingin menghancurkan kebahagiaan Yessie, yang diterima di Harvard. "Oh, jadi wanita bernama Yessie adalah orang yang kauajak ke New Haven? Dan Aussie mengamuk di sini? Kau selingkuh dengan wanita itu?"

        Tampaknya cerita itu masuk akal sebab Austin pernah datang ke rumah Kristina hanya untuk mencari istrinya. "Itu tak benar, Mom. Aku cuma mengantar Yessie ke New Haven," tegas Nick. Dia mungkin menyukai Yessie namun dia tak bisa menerima tuduhan mengenai perselingkuhan.

        "Lalu bagaimana rumor kau menikahi seorang guru bisa beredar, Nick? Jelaskan kepada Mom karena saat ini Mom belum memahami semuanya." Kepala sekolah Nick tak akan menelepon Kristina bila gosip tentang Nick bukan permasalahan serius. "Aussie yang menyebarkannya. Dia belum bisa menerima pernikahan antara dia dan Yessie sehingga dia butuh kambing hitam. Dan akulah sasarannya."

         "Dan kau membiarkan dia menghancurkan nama baikmu?" Nick tidak menjawab. Dia tidak tahu mesti bilang apa. Dia sedikit memahami keadaan Austin. Mereka pernah bersahabat, dan bagi Nick pertemanan dengan Austin tak bisa ia lupakan. Mereka tak pernah menyimpan rahasia satu sama lainnya. 

          "Dengar, Nick. Ini tahun terakhirmu di sekolah. Kau berhak mendapatkan pendidikan layak. Kau harus kuliah di kampus ternama. Jangan hancurkan nama baikmu," kata Kristina menasihati. Semua Ibu menginginkan yang terbaik buat anak mereka. "Sudahlah, Mom. Kampus tidak akan mendengar rumor yang beredar. Mereka akan profesional." Nick berusaha menghibur diri.

        "Serius, Nick? Kaupercaya kampus semurah hati itu? Tentu saja kampus melihat latar belakang calon mahasiswanya. Apa lagi yang bisa mereka nilai?" Nick mengangkat bahu. "Entahlah, aku belum terlalu niat membahas universitas."

       Kristina mendekati putranya. Dengan nada persuasif, dia berujar, "Kau bisa jadi atlit yang hebat, Nick. Mom sudah mengirimkan berkasmu di Universitas Yale. Kau akan kuliah di sana." Nick agak terkejut akan tindakan ibunya, dia memang baru-baru ini mengunjungi kampus itu. Nick tak niat masuk ke sana karena Yessie akan melanjutkan studi master-nya di Harvard. Nick berharap bisa kuliah di Harvard meskipun Universitas Yale memiliki level yang sama dengan Harvard.

         "Aku tidak terlalu tertarik di sana, Mom. aku mengincar Harvard." Nick ingin mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya. Jika Harvard menerimanya tentu dia akan senang. Yessie memberikan banyak perubahan dalam hidup Nick. Dia belum pernah berkencan dengan siapa-siapa sebulan terakhir meski gadis bernama Elena terus mengejarnya.

         "Mom akan mendukung semua keputusanmu. Tetapi sebelum itu, kita bersihkan nama baikmu. Mom tidak mau kau menanggung dosa orang lain." Nick memegang lembut tangan ibunya kemudian meyakinkan wanita itu. "Semua akan baik-baik saja, Oke? Jangan terlalu cemaskan putramu ini. Aku akan menyelesaikan masalahku sendiri. Apa Mom percaya padaku?" Kristina mengangguk. Inilah keputusan Nick. Kristina tak bisa berbuat banyak.

***

        Setelah Austin mengetahui keberadaan apartemen istrinya, kini giliran Melanie yang mengunjungi Yessie. Melanie tidak tahu nomor telepon Yessie jadi dia tak bisa menunggu lama. Dia datang ke apartemen murah Yessie dengan membawa harapan besar. Dia mau wanita itu kembali ke dalam pelukan putranya.

        Yessie langsung memberikan pelukan waktu melihat kemunculan Melanie di depan apartemen. Dia merasa kurang enak karena terakhir kali Melanie membelikan beberapa gaun Versace, dan Yessie malah meninggalkan anak dari wanita itu. "Kopi buatan-mu sangat enak," kata Melanie saat dia selesai menyesap kopi buatan menantunya. "Tadinya kupikir kau tak akan suka kopi itu sebab aku tak menaruh banyak gula."

         "Aku suka kopi tanpa gula. Kautahu, gula membuat kita cepat tua." Yessie memberikan anggukan kepala. "Itu sebabnya kau selalu terlihat cantik," puji Yessie. Setiap kali berada di dekat Melanie, Yessie merasa nyaman. Melanie sangat ramah, berbeda dengan putranya yang terkesan gila. Yessie merasa Austin tak mewarisi sifat orang tuanya.

        "Kau juga sangat cantik," balas Melanie. Dia menyunggingkan sebuah senyuman. Wanita itu meletakkan gelas di atas meja. Dia berusaha memilih kata yang tepat untuk memulai pembicaraan. "Jika Aussie datang mengatakan sesuatu buruk kepada dirimu. Jangan dengarkan dia. Dia belum dewasa, Yessie. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan itu tidak benar." Melanie menghela napas. Austin selalu membuat masalah dan itu membuat kepalanya pusing nyaris setiap hari.

        "Aku tak pernah mendengarkan Aussie. Namun hatiku terluka setiap kali dia memutuskan sesuatu yang salah. Dia bahkan mau mengugurkan anak kami. Dia tidak tahu perjuanganku mengandung. Dia hanya--." Yessie tak bisa melanjutkan kata-katanya. Melanie mengelus punggung menantunya agar luka wanita itu sedikit mereda.

         "Ini pasti sangat berat untuk kaulalui. Meminta maaf mungkin tidak cukup mengobati rasa sakitmu tetapi aku sangat menyesal putraku menyakitimu. Aku marah atas semua perbuatan dia. Aku merasa gagal mendidik anak itu." Beban jadi orang tua sangat berat. Yessie bisa melihat perasaan putus asa mertua-nya. Dia sadar bahwa Austin tidak akan berubah sampai kapan pun. Ibunya bahkan sudah menyerah.

         "Kau tidak perlu minta maaf atas dosa yang tidak kaulakukan. Aku mengerti posisimu." Yessie tak mau memberikan Austin kesempatan namun dia tidak akan memutuskan  hubungan dengan Melanie. "Tidak, Yessie. Austin adalah putraku. Kesalahan dia adalah kesalahanku juga. Mungkin aku terlalu sibuk bekerja sampai aku tidak sadar dia tumbuh menjadi seorang bajingan. Dan sekarang aku tidak tahu cara mengendalikan dia."

         "Jangan merasa bersalah. Kau sudah banyak berbuat baik kepada diriku dan keluargaku. Kau memenuhi kebutuhan anak panti di New Haven. Rachel sudah cerita kepadaku semuanya. Kau punya hati yang baik, aku dan Rachel tak akan melupakan semua kebaikanmu terhadap keluargaku." Yessie tidak tahu persis orang tuanya. Dan Rachel merawat dia dengan sukarela. Rachel merupakan satu-satunya keluarga bagi Yessie. Dia lega karena Melanie mau mengurus kebutuhan anak panti.

         "Itu sudah tugasku, Yessie." Melanie mengambil napas. Dia ragu mengungkapkan niat sebenarnya dia datang ke apartemen itu. Akan tetapi Melanie tak mau datang sia-sia. "Apakah kau dan Aussie sudah tidak bisa bersama? Aku tahu ini permintaan yang berat. Namun maukah kau kembali kepada putraku? Dia sangat membutuhkanmu, Yessie." Yessie mematung. Apakah dia sanggup kembali kepada Austin saat lelaki itu tak pernah menganggap Yessie sebagai istri? Ini berat.

See u next time! Instagram : sastrabisu

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang