Bab 28

1.1K 77 5
                                    

***

        Memasak adalah keahlian Yessie. Dia tidak hanya memasak makanan Tionghoa. Dia juga memanggang bacon serta kalkun. Tak lupa dia membuat piza sebab beberapa anak tidak suka daging. Untuk makanan pencuci mulut, Yessie memilih puding. Semua yang dia kerjakan selesai dalam dua jam. Sebenarnya Yessie tidak sendirian memasak itu semua. Ada beberapa gadis dari panti itu membantunya.

           "Aku mau memberitahumu sesuatu, Rachel," kata Yessie tiba-tiba. Ini sudah waktunya memberitahu wanita paruh baya itu mengenai tujuan Yessie datang ke New Haven. "Katakan saja. Apa kau harus bertanya dulu?" Rachel mencomel sembari mencicipi hidangan buatan Yessie.

        Rasa masakan Yessie di luar ekspektasi Rachel. "Enak sekali," seru Rachel sembari menunggu Yessie bicara. Kursus memasak yang Yessie ikuti benar-benar bermanfaat. Dan wanita itu perlu diacungi jempol. Dia paham semua resep masakan.

         "Aku diterima di Harvard," kata Yessie memberitahu. Waktu dia berujar, Rachel melongo tak percaya. Mulutnya terbuka seperti sedang melihat sesuatu keajaiban. Dia berdiri seperti patung saking syok-nya. Dia menaruh sendok di atas meja dapur dengan pelan sembari mengamati Yessie. "Oh, Sayangku. Kenapa kau baru bilang sekarang?" cakap Rachel beberapa detik kemudian. 

      "Kau berhak mendapatkan semua kesuksesan ini, Yessie. Kau punya hati yang baik. Aku sangat bangga kepadamu. Kau sudah kuanggap seperti putriku." Rachel mengelus punggung Yessie dalam pelukan. Dia sudah dua kali mengalami momen seperti ini. Pertama saat Yessie lulus di Universitas Yale berkat beasiswa. Kedua saat Yessie berhasil lolos administrasi di Universitas Harvard.

         "Aku memang putrimu." Mereka saling melempar senyum sebelum akhirnya mengakhiri sesi mengharukan mereka. Yessie dan gadis-gadis panti menyiapkan kudapan di atas meja makan lalu menyantap hidangan itu bersama. Sebelumnya Nick berbincang dengan anak-anak cowok di panti itu. Sangat menyenangkan menyaksikan lelaki itu sangat mudah bergaul. Bahkan di ruang makan Nick masih menyempatkan bergurau kepada anak-anak.

        "Makanan buatanmu sangat enak, Yessie," komentar Nick. Yessie merasa pipinya terasa panas. Pujian itu sangat membahagiakan. "Kau berhasil membuatku terkesan," balas Yessie kemudian melanjutkan kegiatan makannya. Semua orang sibuk menikmati kudapan buatan Yessie.

        Meskipun makanan Tionghoa cukup asing bagi anak-anak itu, mereka tetap menyukai masakan tersebut. Bahkan bacon dan piza buatan Yessie tak terlalu dilirik. Hanya makanan Tionghoa itu yang diserbu sampai habis.

         "Kau harus menginap di New Haven," pinta Rachel memecah keheningan. Bagi Yessie itu seperti sebuah perintah. Yessie memang mau menginap di sana sebab sudah cukup lama dia tidak berkunjung ke panti itu. Namun, apakah Nick mau tinggal di sana? Yessie tidak yakin, jadi dia melirik Nick di seberang meja. "Aku suka berada di tempat ini. Maksudku--, kau bisa tinggal lebih lama."

        "Terima kasih, Nick." Kebaikan Nick lagi-lagi membuat Yessie terpukau. Tidak banyak lelaki seperti dia. Nick sudah sangat sering dilibatkan oleh skandal yang diperbuat suaminya. Orang sebaik Nick tidak pantas menanggung keburukan orang lain. "Kenapa kau selalu berterima kasih?" Nick tersenyum tipis.

         "Yessie memang begitu." Rachel melirik Nick dan Yessie bergiliran. Dia punya ide malam ini namun tidak yakin Yessie dan Nick akan setuju dengan ide itu. "Aku berniat mengadakan pesta dansa untuk sekadar menyemangati wawancara Yessie beberapa hari ke depan. Apa kalian bersedia mengikuti acaranya?" Rachel memberikan tatapan penuh harap. Siapa yang bisa menolak permintaan wanita tua seperti Rachel. Lagipula wanita itu sudah merawat Yessie sejak kecil. Yessie tidak bisa menolak kemauan wanita itu.

         "Tentu saja. Aku akan ikut acara yang kaubuat. Aku tidak akan mengecewakan dirimu." Yessie mengatakan sepenuh hati. Dan mewujudkan keinginan itu di malam harinya. Rachel memutar lagu klasik  abad pertengahan dan Yessie mulai berdansa bersama Nick. Semua orang berdansa hanya untuk bersenang-senang. Yessie berhenti saat dia merasa kelelahan. Dia duduk di samping Rachel dengan perasaan bahagia.

         Rachel bernostalgia akan masa lalunya. Dia memandangi Yessie lalu berkata, "Waktu aku muda, aku bertemu lelaki bernama Charles. Dia adalah cinta pertamaku. Aku bercinta dengan dia di dalam danau. Aku tidak akan melupakan kenangan bersama dia."

          "Kau dan Charles pasti bahagia," komentar Yessie. Dia menggeleng rambutnya agar tidak mengganggu kegiatan malam ini. "Tentu saja." Rachel memegang tangan Yessie dengan lembut. Wanita itu sudah melalui banyak hal dan dia mau berbagi nasihat dengan Yessie.

        "Apa kau tidak mau membicarakan Austin? Kau bisa katakan apa saja. Aku ibumu dan kau punya hak menceritakan semua rasa sedihmu." Benar. Tidak ada gunanya menyimpan beban sendirian. Yessie harus menumpahkan semua kesedihannya akibat dari perbuatan buruk Austin.

        "Aku mulai mencintainya. Dan semakin lama aku bersamanya, aku merasa semakin tidak mengenalnya. Aku tidak bisa memahami perasaan suamiku," jelas Yessie. Austin selalu merubah keputusannya setiap beberapa menit. Lelaki itu tidak pernah konsisten. Dia pantas mendapatkan julukan sebagai suami berengsek.

         "Suamimu masih muda. Dia butuh kau membimbing dia." Yessie menghela napas. Menahan air mata yang memaksa untuk keluar dari dalam sana. Dia tidak akan menangis hanya karena seorang pria. Dia sudah terlalu sering melakukan hal bodoh itu beberapa hari lalu. "Bukan itu masalahnya, Rachel. Bukan karena usianya. Dia hanya keras kepala."

           "Aussie tidak punya masa depan. Dia memang satu-satunya pewaris McDowell Enterprise tetapi aku yakin dia tidak bisa memimpin. Dia hanya lelaki manipulatif. Dia menghancurkan hidupnya dengan rokok, alkohol, tato, dan semua kenakalan di luar ekspektasi-ku." Yessie sudah tidak bisa percaya pada suaminya. Selama ini lelaki itu hanya memberikan kebohongan. Janji dan cinta palsu.

         "Apa kau sudah memberi dia kesempatan? Dengarkan aku, Yessie. Aku pernah memutuskan berpisah dari suamiku. Dan kau tahu? akulah orang pertama yang menyesali keputusan itu. Seorang lelaki hanya butuh kesempatan, Yessie." Tidak bisa. Jika Yessie terus mendengar nasihat Rachel maka dia akan luluh.

         "Aku tidak bisa menghancurkan hidupku hanya karena lelaki seperti Aussie," kata Yessie, "dia punya kekasih yang selalu dia prioritaskan." Rachel diam. Nick menyadari ketegangan yang terjadi di antara dua orang itu sehingga dia menghampiri Yessie.

        "Mau temani aku berkunjung ke Universitas Yale?" Yessie tahu banyak mengenai universitas itu. Dan dengan senang hati berkata, "Tentu. Kita tidak bisa melewatkan kesempatan selagi kita berada di New Haven." Mereka pergi ke kampus Yale karena merencanakan pulang pagi-pagi.

         "Kampus ini luar biasa," kata Nick setelah berhasil masuk ke dalam halaman kampus. Banyak mahasiswa masih berkeliaran. Mereka anggota ekstrakurikuler kampus. Kebanyakan dari mereka adalah atlit. "Sudah kubilang, jangan remehkan Yale." Untuk sesaat Yessie melupakan kejahatan Austin kepadanya.

          "Oh tunggu. Mom menghubungiku." Ponsel Nick berdering. Ibu dari lelaki itu menelepon. Nick memang belum cerita kalau dia berada di New Haven. Dan Nick berpikir kalau ibunya sedang cemas dia tidak pulang seharian. "Kau di mana, Nak?"

          "New Haven," jawab Nick. Terdengar cemoohan di seberang telepon. Ibunya tidak sendirian. Ada orang lain di sana. "New Haven? Kau sedang berbulan madu bersama Yessie?" tuduh seorang lelaki. Nick tahu pria itu adalah Austin.

        "Kenapa kau merebut ponsel ibuku? Jangan pernah lakukan itu lagi atau aku menendang bokongmu!" tegas Nick. Dia tidak terima tindakan tak sopan Austin. "Harusnya akulah yang bicara seperti itu. Kau bercinta dengan istrimu di negara bagian lainnya. Aku akan patahkan tulang-tulangmu kalau kau kembali ke New York." Austin bertutur tak kalah tajam.

See u next time! Instagram : sastrabisu

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang