***
Orang tua selalu mengharapkan yang terbaik buat anak mereka. Semua orang tua begitu termasuk Melanie McDowell. Secara khusus dia menyuruh putranya berkunjung ke rumah wanita itu. Austin datang beberapa jam setelah ibunya menghubungi dia. Austin melewati banyak masalah hari ini. Dia baru pulang dari rumah sakit ketika Nick datang mendatangi lelaki itu.
Nick marah karena Austin menjadikan Nick kambing hitam atas skandal lelaki itu. Semua orang berpikir Nick menelantarkan istrinya padahal Austin-lah orang itu. Nick belum pernah menikah secara hukum. "Anggap saja dia istrimu. Bukankah kalian sering berhubungan seks?" Saat mengatakan itu, Nick memukuli Austin secara brutal.
Hidung Austin memerah, ada setitik darah di sana. Bagian sudut mata lelaki itu bengkak. "Astaga, ada masalah apa lagi, Aussie? Kau habis bertengkar?" Melanie memegangi wajah putranya dengan perasaan amat cemas. Bagaimana pun nakalnya seorang Austin. Melanie tidak bisa menyembunyikan perasaan sayang kepada putranya itu."Sudahlah, Mom. Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka biasa. Masalah anak cowok." Austin mengambil duduk di ruang tengah. Dia melepas jaket hitam yang melekat di tubuhnya. Austin tahu kalau ibunya pasti bakalan membahas hubungan rumah tangganya bersama Yessie. Itu sudah sangat jelas. Semua masalah hadir berkat kepergian Yessie.
"Apa kau tidak bisa berhenti membuat kenakalan?" Melanie bertanya sembari menggeleng. Dia mengingat kenakalan demi kenakalan Austin. Entah sampai kapan Austin bisa berubah menjadi anak yang bertanggung jawab. "Aku cuma menjalani kehidupanku, Mom. Semua anak lelaki terlahir sebagai pribadi yang bengis."
Austin tidak mau membahas pertengkaran dia dan Nick. Jadi lelaki itu langsung mengatakan inti dari pertanyaan dia sejak tadi. "Mom memintaku ke sini karena Yessie, bukan?" tebak Austin. Tebakan itu seratus persen benar. Apa lagi yang bisa dibahas orang tuanya kecuali istrinya, Yessie.
"Yessie mengganti nomor ponselnya, Aussie. Dia sungguh ingin menjauh darimu. Sebenarnya apa yang kaulakukan kepada istrimu? Mom masih sempat membelikan pakaian kepada dia sebelum kalian sungguh-sungguh berpisah." Melanie menuntut jawaban pasti. Yessie bilang hubungan antara dia dan Austin sudah dekat kemudian dalam beberapa jam kedekatan itu seakan hanyalah sebuah kata hampa. Mereka memilih berpisah.
"Apa Mom yakin dia mengganti nomor teleponnya?" Austin baru tahu informasi itu. Dia belum pernah menghubungi istrinya. Dan ketika dia tahu Yessie mengubah nomor ponsel itu, Austin merasakan sesuatu mengganjal di dalam dadanya, semacam sesak. Austin mencoba menghubungi Yessie dan nomor istrinya di luar jangkauan.
"Mungkin baterai ponsel Yessie mati, Mom. Dia tidak mungkin mengganti nomor teleponnya begitu saja. Dia pernah bilang kalau dia mencintaiku. Dia seharusnya tak melakukan itu kalau memang dia sayang kepadaku." Austin menaruh ponsel miliknya di atas meja. "Mom sudah menghubungi dia sejak lima jam lalu. Tidak mungkin baterai ponselnya habis selama itu. Kau tidak takut sesuatu buruk terjadi kepadanya?"
"Dia baik-baik saja, Mom. Aku bertemu dia di rumah sakit. Tidak ada hal buruk yang menimpa Yessie." Austin berujar sembari mengkhayal. Dia tidak menyangka Yessie mengambil tindakan nekat. Mengganti nomor telepon? Apakah dia sungguh mau melupakan Austin?
"Apa tepatnya yang dia lakukan di sana? Di rumah sakit, bukan? Tentu ada masalah sehingga dia pergi ke sana." Austin sudah tahu. Dan itulah yang sedari tadi Austin renungkan. Yessie mengandung anak perempuan dan Austin belum siap punya bayi gadis mungil. "Yessie periksa jenis kelamin bayi kami." Austin mengumumkan.
Melanie terkejut. Dia mengangkat tangan kanannya agar Austin menjelaskan secara detail maksudnya. "Anak kami merupakan seorang anak gadis." Austin muram. Dia tidak pernah berniat punya anak perempuan. Dia tidak tahu cara mendidik anak perempuan. "Itu kabar yang sangat baik. Akhirnya keluarga McDowell akan memiliki seorang putri." Melanie kelihatan bahagia.
"Apa Mom sangat menyukai punya cucu perempuan?" Melanie belum menyahut selagi Austin melanjutkan, "Dia hanya perempuan, Mom. Dia tidak akan mampu jadi pewaris McDowell Enterprise. Aku tidak siap memiliki anak gadis." Austin mengutarakan isi hatinya. Melanie melangkah pelan agar dia bisa lebih dekat dengan putranya.
"Apa bedanya bayi laki-laki dan perempuan, Nak? Inilah saatnya bagi kita menunjukkan kesetaraan gender. Putrimu akan jadi legenda. Apa yang tengah kaupikirkan, Aussie?" Melanie mencoba menasihati putranya dengan cara lebih persuasif, berharap Austin mau mendengarkan dia.
"Aku menyakiti banyak gadis, Mom. Aku merasa sangat buruk membayangkan kehidupan bayi kami di masa depan. Akan ada banyak lelaki yang akan melukai putriku. Aku tidak mau itu terjadi." Austin sudah bayangkan seperti apa masa depan yang mesti di hadapi putrinya. Dia belum siap akan semua takdir yang diberikan kepadanya.
"Kau sudah menyadari kesalahanmu, Nak. Putrimu sudah memberimu berkah. Ajaklah istrimu kembali. Kau bisa buka lembaran baru. Sambut kelahiran bayi kalian penuh sukacita." Melanie mengelus pundak putranya. Bagi seorang ibu, putra sebesar Austin tetaplah seorang bayi mungil yang membutuhkan bimbingan.
"Aku tidak bisa, Mom." Austin mengambil jaket hitam miliknya kemudian memakainya. "Bayi kami bukanlah berkah. Ini kutukan dan aku harus memaksa Yessie menggugurkannya. Bayi itu tidak boleh lahir." Melanie membelalakkan mata, tidak percaya Austin tega mengatakan kalimat mengerikan itu.
"Aussie!" Austin meninggalkan rumah ibunya tak peduli ibunya memanggil tanpa henti. Austin merasakan masalah demi masalah membuat pikirannya menjadi kacau. Bagaimana dia harus menyelesaikan semua masalah yang tengah dia hadapi. Rumor tentang Nick menelantarkan istrinya belum reda, suatu hari kebenaran akan terungkap. Dan sekarang dia mesti memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa meyakinkan Yessie untuk melenyapkan bayi mereka.
Austin memang berencana memelihara bayi mereka bersama Erica. Namun itu sebelum Austin tahu kalau anak pertamanya berjenis kelamin perempuan. Apa yang bisa dilakukan Austin? Dia tidak yakin bisa membayangkan menjadi ayah dari seorang bayi perempuan. Austin berada di apartemen satu jam kemudian. Ada pesta anak muda yang akan dia hadiri tetapi Austin terlalu lesu untuk sekadar ikut pesta.
"Kau sudah beli tiket konser Shawn Mendes. Astaga kau sangat romantis, Aussie." Erica sumringah waktu dia melihat Austin masuk ke dalam kamar. "Tunggu, wajahmu? Kau bertengkar dengan seseorang?" Erica membuka lemari mungil dekat tempat tidur. Ada kotak P3K di sana. Erica segera mengambilnya, dia hendak mengobati luka di wajah Austin.
"Aku menolong seseorang lalu aku dipukuli." Austin bohong. Dia duduk di tepi ranjang, membiarkan Erica mengobati luka di wajah itu. "Lebih baik jangan menolong orang. Kau baik sekali, Sayang." Erica memegang lembut pipi Austin. Wajah tampan itu kini berubah jadi babak belur.
"Berbicara mengenai tiket konser itu, aku sangat bersemangat, Aussie. Kita jarang pergi ke konser." Erica selesai mengurusi wajah pacarnya. Dia berharap banyak mengenai tiket konser di tangannya. "Sebenarnya itu bukan tiket konser milikku. Itu tiket milik Mom dan Dad. Mereka mau kencan bersama. Itu hadiah untuk mereka," kata Austin tidak jujur.
See u next time!
Instagram : sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Husband (Young Daddy)
Narrativa generale"Kau mulai cerewet seperti ibuku, Yessie! Sejak kapan kau perhatian seperti ini padaku?" Austin tersenyum miring. Meletakkan kakinya di atas meja sambil menyemburkan asap rokok di udara. Kali ini tidak ada lagi kata "Bu" yang menyertai kalimatnya. Y...