Bab 36

1.3K 92 12
                                    

       Fokus adalah tips paling penting agar seseorang bisa mencapai kesuksesan. Seseorang tidak bisa melakukan dua hal sekaligus dalam satu waktu. Yessie menanamkan itu sejak lama. Dan kini pilihannya sudah bulat. Yessie mau melanjutkan kuliah. Dan menolak tawaran suaminya untuk rujuk, dalam artian Austin mau Yessie menjadi boneka pria itu seperti biasa. Tentu Yessie tak mau. Dia akan mempertimbangkan seandainya Austin mau memutuskan Erica.

        "Kapan kau akan berangkat ke Massachusetts?" tanya Austin ketika mereka sudah pertengahan menuju apartemen Yessie. "Besok pagi. Aku sudah memesan mobil rental. Wawancaranya dari pihak Harvard berlangsung sore, jadi aku bisa berangkat pagi. Kurasa mengendara tiga jam bukanlah hal sulit." Yessie belum pernah mengendarai mobil dari NY ke Massachusetts tetapi dia mau mencobanya.

        Austin kaget. Dia tidak pernah mengira Yessie bisa seberani itu. Dia tahu rasanya naik kendaraan berjam-jam, dan itu amat melelahkan. "Aku akan mengantarmu. Apa kau tidak peduli bayi kita? Apa kau mau beranak sendirian dalam perjalanan?" Austin kelihatan gusar, secara harfiah khawatir akan keadaan istrinya.

        Yessie tersenyum kecil, dan Austin berkata, "Aku tidak bermaksud peduli pada bayi itu. Maksudku, aku belum siap menerimanya. Namun aku akan terus mencoba menganggap dia berkah dari Tuhan." Setelah Yessie menamparnya tempo hari, Austin tidak berani lagi memaksa Yessie mengugurkan bayi mereka. Austin berusaha menerima kenyataan meski itu sangat sulit.

        Tengah malam telah tiba, namun kota New York masih bercahaya, selalu bersinar terang. Lampu jalan dan semua bangunan megah menyala layaknya mereka adalah bintang. Kota ini tak pernah tidur. Bahkan ada beberapa toko buka 24 jam. Uang adalah segalanya dan tak ada seorang pun yang mau menyia-nyiakan uang. Mereka tak kenal lelah terus bekerja.

         "Aku bisa berangkat sendiri. Aku tidak mau merepotkan dirimu, Aussie. Kautahu, aku masih berusaha memahami jalan pikiranmu. Kau berubah-ubah, aku tidak bisa percaya padamu. Kau menyimpan banyak rahasia. Aku tidak mau kecewa." Yessie berujar tanpa melihat wajah suaminya.

        Ketika Yessie berpikir bahwa Austin adalah pria jahat, suaminya itu tiba-tiba memperlakukan Yessie menjadi sangat spesial. Yessie tak tahu mesti bagaimana menghadapi suaminya, rasanya lebih baik bila mereka terus bertengkar tanpa harus saling bertemu lagi. "Kau tidak boleh menolak. Aku akan menjemputmu pagi-pagi." Yessie meringis. Dia tidak mau percaya pria ini. Jadi dia hanya diam. Dia akan lihat apakah Austin sungguh melakukan itu? Austin tidak selalu menepati janjinya.

          Yessie memutar musik agar mereka tidak perlu mengobrol. Dan itu berhasil. Austin fokus pada hal lain. Austin melihat ponselnya berdering. Ada pesan masuk, Austin membaca pesan itu. Lalu berujar kepada istrinya, "Aku akan mampir ke suatu tempat." Yessie cuma memberikan anggukan kepala.

        Sekitar 3 menit, Austin sampai ke tempat yang dia maksud. Dia menghentikan mobil di pinggir jalan.  Dia memarkirkan mobil itu kemudian bertutur, "Jangan keluar dari dalam mobil. Aku harus mengurus sesuatu." Yessie penasaran apa yang akan dilakukan oleh suaminya. Jadi dia membalas, "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini."

          Yessie tidak sepolos itu. Dia tak akan menunggu seperti yang diminta oleh Austin. Dia harus menemukan kebenaran yang selalu dirahasiakan oleh suaminya. Jadi, Yessie diam-diam mengikuti langkah Austin. Yessie melihat suaminya di suatu tempat. Sebuah bangunan kumuh di tengah kota. Bangunan itu seharusnya sudah dihancurkan pemerintah namun entah kenapa itu tidak dilakukan. Apakah itu properti pribadi atau hal semacamnya? Yessie tidak tahu.

        Austin menemui pria bertudung, sangat misterius. Lelaki itu juga memakai topeng. Yessie merasa merinding. Yessie tidak berani mendekati Austin sebab sudah jelas kalau itu akan bahaya buat dia. Yessie memilih kembali ke dalam mobil  dengan perasaan ngeri menjalar di tubuhnya.

         "Siapa yang kautemui tadi, Aussie?" tanya Yessie. Belum selesai suaminya menjawab, Yessie melihat paket berbungkus kertas coklat di tangan Austin. "Dan apa yang sedang kaupegang itu?" Yessie benar-benar tidak tahu lagi seperti apa wujud Austin. Apakah Austin yang dia kenal selama ini masih sama? Yessie baru tahu kalau ternyata suaminya berurusan dengan pria asing bertudung hitam.

        "Ini hanya paket kecil. Ini rokok herbal," kata Austin. Yessie tidak percaya. Austin bisa beli rokok herbal di Walmart bukannya menyuruh orang bertudung membelikan dia. Ini sungguh aneh. Ada rahasia besar yang dipendam Austin. "Dan pria bertudung itu?" Setiap kali mengingat pertemuan Austin dengan lelaki asing bertudung hitam. Yessie merasa seperti ada sesuatu yang membuat dia merinding, takut.

        "Apa yang sebenarnya ingin kauketahui, Yessie? Pria bertudung itu hanya temanku. Aku tidak suka diinterogasi begini," tegas Austin. Dia duduk di kursi mobil dengan kasar. Austin menaruh paket coklat di kursi belakang mobil. "Jika dia hanya temanmu mengapa kau takut diinterogasi?" Austin tidak menjawab.

        "Kaubeli narkoba dari pria bertudung itu 'kan?" tebak Yessie. Dulu dia hanya menduga-duga soal Austin pecandu obat terlarang. Sekarang tampaknya dia memiliki cukup bukti untuk mengatakan argumennya. "Aku bukan pecandu narkoba!" teriak Austin. Dia meremas setir mobil kuat-kuat. Ekspresi marah Austin persis saat Maria bertanya kepada lelaki itu mengenai pembelian ganja.

        "Baiklah. Kita akan buktikan itu." Yessie mengambil paket di kursi belakang mobil. Namun dengan cepat Austin meraih paket itu. "Ini melanggar privasi-ku, Yessie. Aku sedang berbaik hati padamu dengan mengajakmu nonton konser tetapi kau berusaha melangkah lebih jauh. Kau mengurusi kehidupan pribadiku." Yessie melihat ketakutan dan kemarahan bercampur hanya dengan melihat mata suaminya.

         "Jika itu hanya rokok herbal, kenapa kau bereaksi berlebihan seperti ini, Aussie?" Yessie kecewa. Dia bisa memaklumi suaminya merokok dan minum-minum namun dia tidak bisa terima kenyataan kalau Austin pecandu narkoba tanpa dia ketahui sebelumnya? Yessie ingin membuktikan kalau apa yang dia pikirkan salah. Namun reaksi Austin menjawab pertanyaannya, Austin seperti seorang pecandu obat terlarang. Dan paket itu mungkin berisi narkoba.
      
        "Oh, jadi selama ini kau mengatanamakan aku untuk mendapatkan uang dari orang tuamu lalu kaubeli obat terlarang? Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Apa kau juga pengedar?" Yessie pernah berharap dia bisa benci Austin kalau dia tahu keburukan lelaki itu.

        Akan tetapi setelah menghabiskan waktu menonton konser, harapan itu ternyata salah. Yessie menginginkan Austin punya masa depan layak. Dia mau Austin kuliah di kampus ternama. Sayangnya, Austin selalu buat Yessie kecewa. Pecandu narkoba? Yessie tidak tahu lagi harus berbuat apa.

        "Cukup, Yessie!" bentak Austin, "lebih baik kau keluar dari mobilku sekarang!" Yessie membelalakkan mata. Dia tidak menyangka Austin tega mengusirnya hanya karena mau menyembunyikan kedoknya.

        "Apa narkoba itu lebih penting dari aku?" Austin masih tampak berapi-api. "Ini bukan narkoba! Dan aku bilang keluar dari mobilku!" tegas Austin. Meskipun Austin terus menyangkal, Yessie semakin yakin kalau Austin pecandu narkoba.

        "Baiklah. Terima kasih sudah menunjukkan sifat aslimu!" Yessie keluar dari dalam mobil. Dan saat Yessie sudah keluar, Austin pergi begitu saja. Yessie menunggu Austin kembali namun dia tidak melakukan itu. Meskipun sedih, Yessie merasa bersyukur karena tidak pernah terbuai rayuan Austin. Dia telah mengambil keputusan tepat karena tidak menerima tawaran Austin untuk tinggal bersama lagi.

See u next time! Instagram : sastrabisu. Btw apakah kalian sadar kalau part 34 dan 35 ke balik? Baca judulnya dulu kak sebelum baca. Soalnya kalo di library-ku bab nya ketukar.

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang