Janji adalah sebuah kesepakatan yang tidak tertulis. Austin sudah berjanji akan mengantar Yessie ke Massachusetts untuk mengikuti wawancara bersama pihak penyeleksi Universitas Harvard. Tebak apa yang terjadi? Seperti biasa, Austin mengingkari janjinya. Yessie meyakinkan dirinya untuk terus bertindak mandiri.
Yessie mengambil mobil rental jam enam pagi lalu berangkat pukul 07:00. Perjalanan wanita itu memang melelahkan. Yessie beberapa kali mampir di kedai makan demi mengusir rasa kantuknya. Sampai di Massachusetts, Yessie memesan hotel dan melampiaskan rasa mengantuknya dengan tidur. Dia beristirahat selama beberapa jam sebelum akhirnya memutuskan pergi ke kafe bernama Beautiful Mug, tempat pihak penyeleksi Harvard.
Mr. Jones, panitia penyeleksi ternyata pria berusia sekitar 34 tahun-an. Tampan dan bertubuh jangkung. Tadinya Yessie mengira orang itu sudah tua namun ternyata dugaan dia salah. Yessie tidak percaya lelaki seusia dia bisa bekerja di kampus saat usianya terbilang muda. "Christian Jones," ujar lelaki itu mengenalkan diri. Dia memberikan senyuman sembari menyilakan Yessie duduk di kursi tempatnya duduk.
"Yessie Montghomory," balas Yessie. Mereka berjabat tangan. "Maaf membuat Anda menunggu." Yessie mengamati Christian dengan sangat intens. Dia mulai membayangkan Austin saat sudah lulus kuliah. Dia mungkin akan terlihat menawan persis seperti Christian. Apakah Austin mampu meraih masa depan? Mendadak Yessie bimbang, semalam dia mendapati kalau Austin terlibat dengan pria bertudung hitam. Masa depan Austin buram. Kemungkinan besar Austin pecandu narkoba. Apa yang diharapkan darinya?
"Tak apa. Silakan perkenalkan dirimu lebih jauh," kata Christian. Dia menyesap kopi seiring matanya menelusuri kecantikan Yessie. Wanita itu memiliki mata memesona, siapa pun akan terpukau oleh pesonanya, termasuk Christian. "Namaku Yessie Montghomory. Aku tumbuh di New Haven bertahun-tahun dan kuliah di Universitas Yale. Aku mengambil jurusan Sastra Inggris di sana. Aku tidak mau bilang aku pintar, namun ya, aku lulus mengan gelar kehormatan." Cumlaude di Universitas Yale adalah hal luar biasa.
Tatapan Christian semakin intens seperti pria yang tengah jatuh hati pada seorang wanita. Jujur saja, Yessie cukup resah akan pandangan itu. Yessie tidak mau terlalu percaya dengan laki-laki setelah Austin memperlakukan dia dengan sangat buruk. "Bisa ceritakan hal produktif yang kamu lakukan beberapa bulan terakhir? Maksudku, kami akan memberimu beasiswa penuh. Kami ingin melihat prestasimu yang nyata."
Sama seperti saat Yessie hendak masuk Yale dulu, pihak kampus meminta Yessie menunjukkan bakatnya, Yessie menyebut dia aktif di majalah sekolahnya. Dan menunjukkan karya-karya-nya uang terbit di beberapa majalah ternama. Sekarang pun sama, pihak Harvard menanyakan itu. Dia menginginkan prestasi Yessie.
"Selain aktif jadi guru. Sebenarnya aku punya hal produktif lain. Aku menulis sebuah novel, kurasa genre romance. Kurang lebih aku terinspirasi dari hidupku." Yessie sudah menebak ini akan terjadi, jadi waktu dia berada di New Haven dia membuat draf dan kerangka novel tentang suaminya. Yessie punya pengalaman cinta yang pahit dan dia bisa menceritakan kepedihan itu dalam sebuah karya. Paling tidak, rasa sakit pemberian Austin menghasilkan uang ratusan juta rupiah.
"Apa aku boleh tahu judul dari draf novel itu? Aku juga perlu baca chapter pertamanya. Sekiranya kalau kau membawa salinannya aku akan dengan senang hati membacanya." Yessie membuka tas jinjingnya lalu memberikan hard-copy 20 halaman mengenai rancangan novelnya.
"Judulnya My Bastard Husband, tentang kehidupan rumah tangga yang rumit," jelas Yessie.
"Kau sudah menikah--, oh aku bisa melihatnya. Kau tengah hamil, bukan? Berapa usia kandunganmu?" Christian mencoba berbasa-basi. "21 minggu," jawab Yessie. Dia cukup gugup menyaksikan Christian membaca chapter awal dalam kehidupannya. Beberapa orang tidak percaya diri akan kehidupan mereka.
"Aku suka premis-mu," puji Christian. Yessie berterima kasih. Dia kembali diam ketika Christian membolak-balik kertas yang dia pegang. "Kau belum menyusun akhir dari kisah yang kautulis. Tokoh Yvone seakan bimbang apakah dia akan meninggalkan suaminya Justin? Kau harus segera memutuskan akhir cerita yang kaubuat. Kau bertanggung jawab menamatkan apa yang kautulis."
"Aku buru-buru menulisnya. Dan aku belum sempat memutuskan bagian akhir My Bastard Husband. Aku akan melanjutkannya segera. Pasti," jawab Yessie. Novel yang ditulis Yessie 80% nyata, dari kisah hidupnya. Dan dia tidak mau memilih akhir cerita yang buruk. Dia ingin tokoh Justin bisa berubah dan memilih Yvone tetapi bagaimana dia harus menulis. Sedangkan di dunia nyata Austin dan Yessie tidak bisa bersama? Austin seorang bajingan yang sepertinya tak akan pernah berubah.
"Jika ceritamu selesai, apa kau mau kontrak dengan pihak penerbit kampus. Kami akan menerbitkan karyamu dan kurasa cerita ini cukup menyentuh." Yessie menaruh harapan saat Christian berkata begitu. "Ya, tentu. Dengan senang hati aku akan menerima kontraknya."
Christian tidak bicara lagi. Dia fokus melirik perut buncit Yessie. Seakan kehamilan akan berpengaruh buruk akan citra Universitas Harvard. "Apakah Universitas Harvard tidak menerima wanita hamil? Maafkan aku, kalian mungkin tidak tahu kalau aku mengandung bayi. Tetapi aku berjanji, aku tidak akan membuat pihak kampus malu. Aku sangat mengharapkan beasiswa ini."
Yessie menunjukkan keinginan kuat. Christian berkata, "Sebenarnya kehamilanmu cukup jadi masalah." Yessie menunjukkan ekspresi kecewa. Dia sudah jauh-jauh berkendara demi Harvard. Kalau dia ditolak, itu pasti sangat memalukan. "Kau tidak perlu cemas. Kau punya karya berupa novel. Kau tidak akan disepelekan. Aku akan berusaha membujuk panitia lain."
Beruntungnya Yessie karena yang mewawancarai dia hanyalah satu orang. Dia akan mati kutu seandainya ada tiga orang yang mengajukan pertanyaan. "Kau harus jawab beberapa soal ini agar kami yakin bahwa kau kandidat yang tepat." Christian memberikan lembaran soal dan kertas jawaban. "Waktumu tiga puluh menit."
Yessie mengerjakan tugas semampunya. Pertanyaan yang dalam soal tersebut merupakan pertanyaan dasar yang pernah Yessie pelajari waktu dia kuliah di Yale. Itu tidaklah sulit, dan Yessie merasa peluang lolos semakin besar. Perkataan teman Yessie memang sedikit benar. Wawancara mungkin hanya formalitas.
Dua puluh menit berlalu, Yessie selesai 10 menit lebih awal. Christian memuji kecepatan wanita itu. "Aku punya firasat kau akan lulus. Kau sangat cerdas, Yessie. Aku sempat mengintip jawabanmu dan kau luar biasa. Kau hebat." Yessie merasa lega Christian memberikan motivasi buatnya. "Trims."
"Lain kali kalau aku ke New York. Apa kau bersedia menemaniku untuk sekadar minum kopi?" tanya Christian. Yessie tidak membalas, dia bergeming. Christian melanjutkan, "Ini tidak ada kaitannya dengan perekrutan Universitas Harvard. Aku hanya mau berteman dengan dirimu." Christian mau mengenal Yessie lebih jauh. Dia memiliki rasa terhadap Yessie, dan dia tak mampu menahan perasaan tersebut.
"Akan kupertimbangkan. Ini kartu namaku." Yessie memberikan kartu namanya ke Christian. Ada senyum bahagia terpancar di wajah lelaki itu. Yessie tidak terlalu memberikan hirauan. Dia berujar, "Aku pulang dulu." Christian menyilakan dia pergi.
Setelah di dalam mobilnya, Yessie merasa ada penyesalan memberikan kartu nama ke Christian. Dia tidak mau ada Nick yang kedua atau Anthony Hall kedua. Yessie tidak bisa memberikan harapan kepada lelaki saat dia secara pribadi masih berusaha memulihkan keadaan traumatis menghadapi pria. Apa yang harus dia lakukan kalau Christian seperti lelaki pada umumnya yang mendekati Yessie?
See u next time! Instagram: sastrabisu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Husband (Young Daddy)
General Fiction"Kau mulai cerewet seperti ibuku, Yessie! Sejak kapan kau perhatian seperti ini padaku?" Austin tersenyum miring. Meletakkan kakinya di atas meja sambil menyemburkan asap rokok di udara. Kali ini tidak ada lagi kata "Bu" yang menyertai kalimatnya. Y...