Bab 34 :

1.3K 93 8
                                    

         Austin McDowell merasa sesuatu yang aneh telah terjadi pada istrinya. Yessie meninggalkan acara perayaan ulang tahun McDowell Entreprise setelah berbincang bersama Anthony. Entah apa yang lelaki itu katakan pada Yessie. "Aku mau ambil minum," bisik Austin kepada Erica. Dia hendak menyusul Yessie. Hanya mau memastikan wanita itu baik-baik saja? Austin melakukan sesuatu sesuai arahan isi hatinya tanpa tahu apa yang sedang dia rasakan.

        Austin mencari istrinya di toilet wanita karena terakhir kali Yessie pamit ke Melanie untuk pergi ke sana. Austin tak memperdulikan kehadiran beberapa gadis di toilet. Dia masuk begitu saja. Ada dua gadis langsung keluar toilet waktu menyaksikan kemunculan Austin. "Apa kau seorang biseksual atau semacamnya? Ini toilet wanita," kata seorang perempuan.

        Austin meringis. "Sebaiknya kau keluar dari sini karena aku punya urusan penting. Aku pemilik tempat ini, aku Austin McDowell." Wanita itu memandangi Austin tak percaya, lelaki ini memanfaatkan kedudukan orang tuanya untuk meraih keinginan yang mau dia capai. Pada akhirnya kekuasaan mengalahkan segala sesuatu. "Wow," ujar wanita itu lalu pergi.

         Austin mulai melancarkan aksinya. Dia berteriak keras, "Yessie! Apa kau ada di dalam sana?" Austin berdiri di hadapan bilik yang tertutup, satu-satunya bilik tertutup. Ada suara tangisan di dalam bilik itu. Austin curiga, orang itu adalah Yessie. Dugaan Austin benar saat pintu bilik terbuka. "Apa kau akan menguntit orang lain sampai di kamar kecil? Kau bercanda, Aussie?" Tangan Yessie bergetar.

         "Aku cuma mau memastikan kau baik-baik saja. Aku mencemaskan dirimu, Yessie," tutur Austin. Yessie tidak pernah mengira Austin akan mencemaskan dirinya. Buat apa lelaki itu khawatir akan kesehatan Yessie? Austin bahkan selalu menghancurkan kesehatan mentalnya. "Kaucemaskan aku saat kau sendiri mengancam akan mengganggu hidupku? Saat kau berniat membunuh malaikat dalam rahimku?" Suara Yessie bergetar. Austin mendekatinya, dia memberikan sebuah pelukan. Yessie berontak namun kalah sebab Austin punya otot berisi. Masih ingat kalau dia pakai steroid?

        "Maafkan aku kalau itu membuatmu takut. Aku hanya belum bisa menerima semua ini," gumam Austin. Masalah datang bertubi-tubi dalam kehidupan pria itu dan dia berusaha menyelesaikan masalah itu satu per satu. Austin hanya memiliki dua tangan, dia tak mampu mengendalikan semua situasi dalam satu waktu.

         "Aku tidak percaya kepada dirimu." Yessie berusaha mendorong Austin tetapi tenaganya kalah besar. Alhasil, dia membiarkan Austin memeluknya.

          Yessie tak bisa bergerak tetapi dia bisa bicara. Yessie mulai mengeluh. Dia berkata, "Kau mengatasnamakan aku untuk mendapatkan uang dari orang tuamu. Apa kau akan terus membebani diriku akan masalah? Kapan kau akan berubah, Aussie? Kumohon jangan dekati aku. Biarkan aku bernapas lega, biarkan aku bahagia melalui jalanku sendiri."

        Austin melepas rengkuhan yang menyatukan dia dengan sang istri. Mereka saling memandang. Austin baru menyadari betapa menawannya Yessie saat memakai gaun tak berlengan. Yessie punya lesung pipi yang memikat siapa pun. Tulang selangka-nya menonjol dan sangat elok dipandang mata.

          "Aku tidak mau meladeni dirimu." Yessie memalingkan wajah. Namun Austin merasa sangat kelaparan akan belaian. Hasrat menguasai pikiran lelaki itu. Austin mencium bibir Yessie dengan begitu kuat. Yessie mencoba menjauh, sayangnya ruangan terlalu sempit. Pada akhirnya nafsu mengalahkan akal sehat. Mereka bersenggama di dalam sana.

         "Ini terakhir kalinya kita seperti ini," kata Yessie usai mereka bersenang-senang. Yessie tidak mau masuk ke dalam perangkap Austin lagi seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya. "Jangan sakiti hatimu dengan memutuskan sesuatu yang kau sama sekali tidak mau memilih jalan itu." Austin memandangi Yessie dengan sangat serius. Yessie menyeringai, di bajingan tengik ini akhirnya bicara sok bijak.

         "Aku tidak akan sakit hati akan keputusanku. Aku wanita dewasa," tegas Yessie. Austin menelan ludah. Ada yang ingin dia bicarakan. Bukan tentang bayi perempuan namun sesuatu yang lain.

         "Aku belum mendaftar di universitas mana pun, Yessie," ungkap Austin tiba-tiba. Yessie tidak mengerti mengapa Austin mengatakan itu kepadanya. "Aku tidak mau mencampuri hidupmu. Lakukan apa pun sesuka hatimu." Yessie memakai pakaiannya. Ini kesalahan fatal, dia membiarkan suaminya meraih tubuh wanita itu. Dia tak bisa menyangkal nya sendiri. Yessie masih menyukai suaminya.

          "Aku merasa kalau aku harus tetap di New York, Yessie. Aku menolak tawaran Universitas California karena kupikir kau akan sendirian di New York. Aku tidak mau kau kesepian, Yessie. Kau hanya punya aku di kota ini." Yessie merasa sedang mimpi. Apa yang Austin pikirkan? Dia menghancurkan karirnya untuk tinggal di kota yang sama dengan istrinya. Padahal sebetulnya Yessie malah akan meninggalkan pria itu.

          "Kau memang dungu, Aussie. Semua orang menginginkan kuliah di Universitas macam UCLA. Dan kau malah menolaknya? Aku tidak percaya kau bisa sebodoh itu. Kaubilang mau tinggal di New York demi aku? Memangnya aku apa? Kau bahkan tidak mencintaiku." Jika harus menjawab apa yang sulit bagi Yessie maka dia akan menjawabnya dengan jawaban, mengetahui isi pikiran Austin. Yessie tidak pernah tahu seperti apa isi kepala lelaki itu.

         "Aku sudah pernah bilang padamu kalau hubungan kita khusus, Yessie. Aku tidak bisa menjelaskannya lewat kata-kata tetapi intinya hubungan kita spesial. Hubungan kita berbeda dari hubungan aku dan Erica." Yessie kehabisan koleksi kosa kata. Kepalanya terasa buntu, ada banyak kata terjebak di dalam kepalanya, dan Yessie tidak tahu cara mengungkapkannya.

         "Bisakah kita menjalani hubungan yang saling menguntungkan seperti dahulu?" Austin terpesona akan kecantikan istrinya. Kalau saja Yessie pakai baju seksi setiap hari, Austin tak akan melepaskan dia dengan mudah. "Tidak ada yang menguntungkan bagiku saat bersamamu. Aku selalu rugi. Kautahu karena apa? Karena kelakuanmu seperti kelakuan hewan."

          Austin tersenyum kering. "Aku memang harimau." Yessie diam lalu Austin berkata, "Kau harusnya tertawa karena aku sedang melucu." Itu sama sekali tidak lucu. Hambar dan nyaris bukan sebuah candaan.
"Aku serius, Aussie. Aku sama sekali tidak tertarik akan guyonan dirimu. Masalah hati, aku tak bisa main-main. Kau mungkin bahagia telah menjeratku hari ini namun lain kali aku akan menolak."

        Austin merubah mimik wajahnya serius. "Jadi kau menolak tawaranku?" Austin mengamati istrinya. Ada yang tidak Yessie ujarkan, dan Austin sangat penasaran. "Aku punya rencana lain. Aku mau melanjutkan S2 di Harvard. Jangan halangi aku, ini mimpiku."

          Austin menampakkan mimik muram, entah apa maksud reaksi wajah itu. "Oh, ini kabar bagus. Mom akan senang kalau tahu kau mendapat tawaran masuk Harvard." Austin menyembunyikan perasaannya. Yessie memahami perasaan suaminya lewat kepalan tangan pria itu. Namun Yessie harus apa? Membujuk Austin? Lelaki itu bahkan tidak mengerti betul perasaannya sendiri.

See u next time! Instagram/Halaman Facebook : sastrabisu

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang