Bab 25

1.1K 78 23
                                    

***

        Persiapan masuk universitas sudah dimulai. Beberapa siswa sudah menentukan kampus mana yang mereka inginkan dan mereka harus mengirim portofolio dan berkas penting lainnya untuk dijadikan tolak ukur bagi panitia seleksi kampus.
    
        Yessie mengingat saat dulu dia direkomendasikan gurunya di Universitas Yale jurusan sastra Inggris lalu akhirnya lulus. Yessie menghabiskan masa kuliah dengan tenang. Dia tidak pernah mendapat nilai rendah sehingga dia mampu meraih beasiswa. Jika mau mengulang waktu, Yessie mau mengambil jurusan lain. Dia tidak terlalu menikmati menjadi seorang guru. Dia ingin menjadi seorang psikolog seandainya dia bisa kembali ke masa lalu. Dia mau memahami  emosi orang lain agar dia bisa mengerti perasaan orang lain.

          "Boleh aku masuk?" Elena berseru di ambang pintu ruang kelas Yessie. "Silakan." Elena masuk ke dalam kelas itu. Elena memakai rok pendek, dan blus warna putih. Elena kelihatan simpel tapi sangat elegan, khas remaja.

       "Pakaian yang bagus. Aku mendambakan masa saat aku bisa pakai rok pendek dan blus," komentar Yessie seiring Elena mendekat ke arahnya. "Benar. Ini sedang tren. Maksudku kau bisa dapatkan di fashionnova.com kalau kau sudah melahirkan. Aku rasa kau masih pantas memakai pakaian seperti ini."

     "Itu tidak benar. Aku terlalu tua untuk pakai rok pendek." Yessie menghentikan kegiatan terhadap kertas yang ada di hadapannya. Dia memberikan hirauan kepada Elena. Sesuatu yang penting pasti mau disampaikan gadis itu. "Jadi apa yang membuatmu ke ruanganku? Seingat-ku kau tidak mengambil kelas-ku."
  
       "Bisakah aku duduk?" Yessie menyuruh gadis itu duduk di kursi. Dia memerhatikan gerak-gerik Elena. Yessie merasa semakin penasaran apa yang akan Elena ujarkan. "Aku agak takut. Apa ini keadaan gawat?" Elena dan Yessie tidak akrab. Mereka hanya bertemu beberapa kali di kafe sekolah bernama Monkey karena kebetulan Yessie suka minum coklat panas di sana.

          "Temanku Maria sekolah di tempat lama Nick. Dia mengklaim kalau Nick sudah menikahi seorang guru. Nick sedang menjadi topik pembicaraan hangat." Elena mengambil napas sebelum melanjutkan, "Aku tidak yakin tapi aku curiga wanita tersebut adalah dirimu. Apa aku benar?" Yessie kaget. Kenapa rumor malah memberatkan Nick bukannya Austin.

          "Ada yang salah di sini, Elena. Aku dan Nick hanya teman. Dia bukan suamiku." Mengapa Austin selalu membebani hidup Yessie. Lelaki itu melempar kedoknya kepada orang lain. Yessie menyadari bahwa Austin memang tidak bertanggung jawab. Dia cuma lelaki egois. "Aku tidak mau melanggar privasi-mu tetapi aku pun penasaran. Apa benar kau sudah menikahi murid-mu?"

          Yessie bergeming. Dia tidak mau mendapat masalah lebih jauh. Dia mengontrol semua ucapannya agar tidak terjadi bumerang di masa depan. "Aku menikah dengan pria dewasa," jawab Yessie. Setelah menginterogasi Yessie, Elena keluar dari ruang kelas wanita itu.

        Masalah terus terjadi dalam kehidupan Yessie. Biasanya Yessie langsung bergerak mengatasinya. Namun kali ini tidak. Dia membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Yessie tidak mau stres membayangkan semua duka yang menyapa kehidupannya.

        Sudah saatnya bagi Yessie mendapatkan kehidupan layak. Dia sudah mengganti nomor teleponnya agar Austin atau orang tua lelaki itu tidak menghubunginya. Yessie mau menghilang seperti yang diperintahkan oleh suaminya. Austin tidak pernah memperdulikan Yessie. Dan wanita itu mau berjuang sendirian.

         Alih-alih menemui Nick, Yessie malah pergi rumah sakit. Kandungan Yessie sudah berumur 23 minggu. Dokter pernah berkata kalau jenis kelamin bayi sudah bisa diketahui saat usia kandungan sekitar minggu tersebut. Yessie tidak mengantre panjang. Saat dia datang Dokter langsung memeriksa dirinya.

         "Bayinya perempuan. Dia sangat cantik," kata perawat. Yessie memandangi layar monitor dengan hampa. Dia tidak masalah kalau mendapatkan anak perempuan. Dia hanya takut karma terjadi pada putrinya. Austin masih muda dan suka berganti-ganti pasangan. Kenyataan itu membuat Yessie terluka.

         "Oh, dia memang sangat rupawan," tambah Yessie. Dia bangkit dari ranjang rumah sakit seiring perawat memberikan hasil cetakan X-ray kandungan Yessie. "Dia akan bahagia mendapatkan ibu sepertimu. Kalian berdua cantik." Yessie tersenyum miring waktu perawat mengklaim Yessie sebagai wanita cantik. Kalau dia cantik, mustahil Austin memilih untuk pergi dari sisinya.

         "Semua anak tentu bahagia bila punya orang tua yang merawat dan menyayangi-nya." Yessie menyeringai. Dia membayangkan betapa buruk masa kecilnya. Dia tidak punya orang tua sama sekali. Dia besar di panti asuhan. Itulah sebabnya dia begitu mudah memercayai pria seperti Austin. "Aku akan segera pulang. Aku ada pekerjaan. Aku harus memeriksa tugas murid-ku."

        "Jangan terlalu sibuk pada pekerjaanmu," balas perawat. Yessie hanya tersenyum sehingga perawat itu keluar dari ruangan. Yessie sudah berniat pulang. Dan cowok sialan yang ingin dia hindari ada di rumah sakit itu. Dunia terlalu sempit dan Yessie benci melihat lelaki itu. Austin batu saja keluar dari sebuah ruangan.

       Yessie menghindar. Dia berjalan ke arah berlawanan. Namun sepertinya Austin melihat dia. Lelaki itu mengejar Yessie dan berhasil mencekal tangannya. "Yessie. Bicaralah padaku," kata Austin. Yessie mendongaki suaminya yang kebetulan memiliki tinggi 1,9 m.

        "Hubungan kita sudah berakhir, bukan?" Yessie memulai hari baiknya dan Austin malah hadir tanpa sengaja. Mengapa mereka mesti bertemu di rumah sakit yang sama. "Aku tahu. Aku hanya--" Austin melihat hasil X-ray di tangan Yessie.

         "Kau memeriksa jenis kelamin bayinya?" Austin mendadak antusias. Dia ingin melihat gambar bayinya tetapi Yessie menjauhkan hasil cetakan X-ray di tangannya. "Jangan melihatnya. Aku tidak akan memberitahukan segala sesuatu mengenai bayiku kepadamu."

         "Lagipula. Untuk apa kau berada di sini? Apa kau menguntitku? Dengar Aussie, aku tidak tertarik lagi hidup bersama dirimu. Aku mau menjalani kehidupan normal-ku." Setahu Yessie, Austin tidak punya riwayat sakit parah. Apa yang membuat lelaki ini repot-repot pergi ke rumah sakit. "Menguntitku? Aku tidak pernah melakukan itu. Aku datang ke sini hanya ingin memperbaiki otot-ku."

        "Dokter merekomendasikan dirimu memakai steroid? Wow, aku benar-benar terkesima akan semua perbuatan burukmu. Tato, rokok, alkohol, dan sekarang steroid. Fakta apa lagi yang tidak aku tahu. Apa kau anggota sebuah gangster? Pecandu ganja? Katakan kepadaku apa yang kausembunyikan?" Yessie benar-benar kecewa. Kenakalan Austin lebih dari yang dia bayangkan. Bajingan itu tidak punya masa depan yang baik.

         "Kalau aku pecandu ganja, apa yang akan kaulakukan? Aku punya banyak uang. Aku bisa lakukan apa saja semauku." Kata-kata Austin membuat Yessie merinding. Austin tidak terlihat sedang bercanda. Dia tampak serius mengatakan dia pecandu narkoba. "Kau--, aku tidak peduli kepada dirimu. Lakukan saja kenakalan sesuka hatimu kalau itu membuat dirimu bahagia."

       Yessie berlalu dan Austin mengambil hasil X-ray bayi mereka. Perawat menulis kalau bayi itu perempuan. "Perempuan? Kenapa bayinya perempuan? Ini tidak mungkin, Yessie. Aku mengharapkan bayi laki-laki. Dia adalah pewaris McDowell Enterprise." Austin terlihat syok seakan memiliki anak gadis adalah sebuah masalah besar.

         Yessie merebut gambar buram bayi mereka. Dia berkata, "Kau mau bilang kau tidak mengharapkan bayi perempuan, bukan?" Austin tidak menjawab. "Beruntung anak kita perempuan jadi kau tidak akan mengajarkan dia cara memakai tato, mencoba rokok, dan steroid sialanmu itu. Jika kau tidak mengharapkannya, itu tidak masalah bagiku karena aku tidak mau berdebat dengan dirimu dalam memperebutkan hak asuh anak."

        Austin terlalu terkejut. Dia membiarkan Yessie pergi dari hadapannya. Austin terpukul menghadapi fakta kalau dia akan memiliki anak perempuan. Austin belum siap akan hal itu.

See u next time!

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang