Bab 5 : You really hurt me,,,

4.7K 276 29
                                    

***

Cinta itu membingungkan. Hatimu lebih mengetahui dengan siapa kau jatuh cinta. Cinta adalah perasaan pribadi. Ia bisa membuatmu menjadi bajingan dan bisa juga membuatmu jinak. Cinta rumit, ada banyak teori mengenai cinta dan macam-macamnya.

Austin MCDowell tidak pulang ke apartemen ketika jam pulang sekolahnya. Ia menghabiskan waktunya bersama kekasihnya Erica. Hubungan mereka belum berakhir, Austin memutuskan untuk tetap bersama Erica. "I still love you, Erica. I never forget you." bisik Austin sambil menggenggam tangan kekasihnya. "I know, you always love me like I love you too." Erica membalas sehingga ciuman panas tak terhindarkan.

Di rumah Erica, Austin menghabiskan malam bergairahnya. Sejenak, Austin bisa melupakan beban yang diberikan Yessie terhadapnya. Austin terlalu larut dalam kesenangannya. "Jangan mengabaikanku lagi, Aussie. Aku mau kita hidup bahagia sebagai pasangan kekasih." kata Erica dengan suara lembut.

"Tentusaja. Kita akan terus bersama." Austin bangkit dari tempat tidur, ia memakai kaos putihnya lalu berkata, "Sekarang sudah jam sepuluh malam. Aku harus pulang, Dad dan Mom akan menceramahiku kalau aku pulang terlambat." Erica menampakkan mimik tak senang.

"Time is bitch! Tapi aku tidak bisa menahanmu. Apa tidak bisa kau pulang besok saja? Aku masih ingin tidur dalam dekapanmu." Austin menggeleng. Bagaimana pun ia harus pulang. Dia harus memarahi Yessie agar tidak mengajar lagi. Untuk alasan apa wanita itu mencari uang. Bahkan Austin bisa membeli James Madison High School kalau ia mau.

"Jaga dirimu. Aku pulang dulu." pamit Austin. Ia melompat keluar jendela kamar Erica. Orang tua Erica ada di rumah. Mereka bertemu sembunyi-sembunyi. Jika orang tua Erica tahu, Austin akan tamat. Austin segera menaiki mobilnya dan meluncur ke apartemennya.

Yessie sedang menonton televisi ketika Austin masuk ke dalam apartemen. "Hei, kau tidak diperkenankan masuk rumah memakai sepatu. Apa yang kaulakukan, Aussie!" Ada sendal rumah di rak sepatu. Yessie tidak suka kebiasaan Austin yang tidak rapi. Austin memutar bola matanya saat mendengar ocehan Yessie padanya. "Ini apartemenku. Terserah aku mau melakukan apa?"

Yessie menghela napas. Dia mendekati Austin. Dia memerintahkan Austin untuk melepas sepatunya untuk kedua kalinya. "Aku tidak mau! Lepaskan sendiri kalau kau mau." Austin duduk di sofa, mengangkat kakinya agar Yessie bisa melepas sepatunya. "Aku pasti sedang mimpi buruk punya suami sepertimu." Yessie melepas sepatu Austin lalu melempari sepatu itu di wajah Austin. Yessie berlalu setelah berhasil melakukannya.

"How dare you!" Austin geram. Dia ingin melempari Yesdie namun dia sadar sendiri bahwa Yessie sedang mengandung anaknya. Austin menaruh sepatunya di rak sepatu dengan malas. Kemudian, dia bergegas ke ruang makan. Yessie membuatkan kopi dan hamburger untuk makan malam mereka. "Aku tidak tahu kamu kemana tapi aku yakin kau belum makan. Aku sudah buatkan hamburger beracun untukmu."

Austin meringis. "Oh, aku penasaran menyantap hamburger beracun buatanmu. Setidaknya kau bisa terkenal jika suamimu mati karena racun sianida?" Yessie terlalu lelah meladeni suaminya. Ia hendak masuk kamar tapi ia mendadak mual. Mungkin ia sedang dalam fase mengidam. Austin terlihat prihatin. "Hei... Kau baik-baik saja? Apa bayiku sehat-sehat saja?"

Yessie tidak membalas. Dia tidak nyaman bicara serius dengan Austin. Setidaknya dia harus tampak serba bisa agar tidak diremehkan berengsek tengik itu. "Kau sudah minum susu hamil? Jangan bilang kau tidak pernah meminum hal semacam itu." Austin memeriksa perlengkapan dapur. Ia mencari bungkus susu hamil. Dia mendapatkannya tapi sudah habis.

"Susu hamil sangat penting untuk nutrisi bayi. Kau bisa menyuruhku membi susu hamil kalau kau membutuhkannya. Kau ini ibu macam apa?" Austin mengomel. Yessie merasa sesuatu menghangat dalam dirinya. Entahlah, perhatian Austin membuatnya bahagia. "Kenapa tiba-tiba perhatian seperti ini? You weird, lagipula kau tidak mencintaiku. Kau punya pacar yang harus kauurusi."

Austin tidak punya jawaban. Dia salah tingkah. "Aku hanya--, aku--, aku mengkhawatirkanmu! Maksudku bayiku. Jika kau sakit maka itu berpengaruh pada bayiku. Mom dan Dad mengharapkan anak itu. Jadi dia harus lahir." Yessie terpaku untuk bertanya satu hal pada Austin. "Apa kau mengharapkan bayi ini juga?" Austin termangu. Ia melihat ke arah lain.

"Tentusaja tidak. Anak itu hanya akan merusak masa depanku. Setidaknya Mom dan Dad mengharapkan kelahirannya. Seharusnya kau bersyukur." kata Austin. Yessie merasakan sesuatu menumbuk hatinya. Rasanya sangat menyakitkan mendengarkan pernyataan Austin. "You hurt me, you really hurt me, Aussie! I can't believe you speak like that." Yessie meninggalkan ruang makan.

"Yess! Yessie! Aku tidak bermaksud bilang begitu. Hei dengarkan aku dulu." Austin tidak situasi semacam ini. Situasi yang membuatnya terlihat seperti lelaki bajingan. Dia bahkan tak berniat menyakiti hati Yessie. Dia hanya mengatakan apa yang ia rasakan. Austin duduk di meja makan. Dia terlalu lelah untuk mengejar. Dia menyantap hamburger buatan Yessie dan juga kopi buatan wanita itu. Austin nyaris menghabiskannya, dan dia baik-baik saja.

Yessie tidur menyamping ketika Austin usai makan malam. "Kau tidak menaruh racun di dalam hamburgernya. Padahal aku menantikan mulutku berbusa." Austin bercanda namun Yessie tak bergerak sedikit pun. Yessie tetap menikmati tidurnya. "Bicaralah agar aku tenang. Jika kau seperti ini maka aku akan merasa kau mencintaiku. Kau tahu aku bajingan. Kau tidak harus sakit hati jika mendengar kalimat pedasku."

Yessie membalik tubuhnya. "Aku tidak sedih karenamu! Kau hanyalah bajingan tengik bagiku. Jangan banyak berkhayal." Yessie menumpahkan kekesalannya. Benar kata Austin. Rasanya aneh jika mereka berdua berbicara formal dan serius. "Yes I am. Aku bajingan. Karena itu jangan pernah terlihat sedih di hadapanku." Austin berkata serius. Yessie kembali membaringkan kepalanya. Ia tidak bisa meladeni Austin terus menerus. Austin tipe orang yang acuh.

"Aku keluar dulu. Aku akan beli susu hamil untukmu. Aku melakukannya demi bayiku. Jangan merasa aku perhatian padamu." tegas Austin kemudian melangkah keluar dari dalam kamar. Austin melirik jam di tangannya. Dia ingat ada toko yang buka dua puluh empat jam. Austin benar-benar melaksanakan apa yang ia ucapkan. Ia membeli susu hamil untuk Yessie. Entahlah, pria itu merasa dia punya tanggung jawab atas bayi yang dikandung Yessie.

See u next time!

Instagram

Sastrabisu dan erwingg__

My Bastard Husband (Young Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang