8

106 22 5
                                    

Jadilah Readers yang baik. Tinggalkan Vote dan Comment sebagai rasa saling menghargai. Tekan Bintang di pojok kiri bawah ga ngabisin kuota segiga kok.

Happy Reading 💜

"Uwaaahh, ternyata lo pinter juga pelajaran sejarah." Ledek Raka seraya menerawang kertas ulangan di tangannya.

Seira menurunkan alisnya, "Nilai gue bagus?"

"Kapan-kapan ajarin gue ya Sap," Raka mengumbar tawa ledekan yang mengundang siapapun ingin tahu.

Seira merasa terbang saat ini, seorang Raka memujinya? Apakah benar nilai sejarahnya kali ini tidak anjlok lagi?
Seira merebut kertas itu dari tangan Raka, seketika juga senyumnya perlahan memudar, digantikan raut kecewa dan malu. Ia merasa dipermalukan.

"Loh kok? Padahal gue udah susah payah nyontek waktu itu."

"Udah  nyontek masih dapet limpul aje," cela Raka dibarengi tawa.

Entah kapan tepatnya, Angga dan teman-temannya sudah berbaur menjadi bagian dari kerumunan kecil itu. Ditambah lagi dengan kehadiran Alfian, ia tertarik dengan seniornya satu itu. Tapi belum apa-apa kepedeannya hancur lebur karena kelakuan dua orang remaja di hadapannya;Raya dan Raka.

Seira melirik Alfian, dia tidak ikut tertawa tapi tetap saja ia malu saat ini. Alfian pasti tidak akan mau dekat dengannya, padahal ia baru berjumpa dua kali. Angga? Seira sudah tahu, ia pasti akan dimaki-maki untuk kesekian kalinya.

Seira meremas kertas ulangannya sambil mengatup rapat bibirnya, menahan emosi dan rasa malu yang mendesak untuk keluar.

Tidak, tidak! Ia tak boleh meledak sekarang. Ia tak bisa menambah image buruknya lagi. Seira si bodoh dan Seira si galak, sungguh tidak menarik jika itu menjadi trending topic dikalangan sekolah.

Lembar ulangan sejarah yang sudah remuk tak berbentuk itu masih digenggam Seira, dengan susah payah ia menarik napas lalu mendongak menatap berani iris hitam kepunyaan Raka. Raka yang asik tertawa remeh sedari tadi hanya bisa tertegun perlahan, melihat perubahan mimik wajah Seira saat itu.

"Gini cara lo becanda ha?!" ujar Seira samar seraya mendorong tubuh tegap Raka dengan kepalan tangan yang menggenggam remukan kertas tadi.

Ia harap hanya Raka lah yang mendengar itu. Ia sudah kepalang malu, harga dirinya remuk berlapis-lapis. Bisa-bisanya Raka mempermalukannya di depan para seniornya, bagaimana bisa setelah ini ia bertemu atau berselisih jalan dengan mereka? Mereka pasti akan  mengingat kejadian ini, dan yang paling dibenci Seira adalah; ia lah yang menjadi peran utama.

Seira menuruni satu-persatu anak tangga menuju lantai dasar, ia tak bisa bertahan lebih lama di tengah kerumunan itu. Genggamannya semakin kuat, hingga buku-buku jemarinya menegang. Seira berjalan dengan cepat, mencari tempat persembunyian yang bisa menjauhkannya dari orang-orang yang berada disana.

Ia terus berjalan cepat, tak dipedulikannya dering bel tanda masuknya pelajaran pertama. Ia mencoba menyelip disela-sela keramaian siswa-siswi yang mengejar kelas agar tak terlambat. Hanya Seira yang berjalan menunduk, seakan di sekolah ini hanya dia lah yang mengalami nasib buruk.

Seira terus meremas kertas ulangan sejarahnya, berharap dengan hancurnya kertas itu bisa membuat kejadian tadi seakan tak pernah terjadi. Tapi percuma, itu hanya angan-angan.

HER  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang