20

80 10 2
                                    

Jadilah Readers yang baik. tinggalkan Vote dan Comment
Happy Reading 💜


Author Pov-

Lania memeluk tubuhnya dingin, tak hentinya ia mondar-mandir di teras. Tak dihiraukan juga bi Atun yang sedari tadi bolak-balik memintanya untuk menunggu di dalam.

Dengan ponsel dijemarinya,
Sudah lewat satu jam setelah ia membuat panggilan kepada Reynand, mengabarkannya bahwa Seira belum pulang dan tak bisa dihubungi.

Dingin yang menyusup ke tubuhnya membuatnya bergidik, tapi tak sedikitpun terbersit untuk pergi dari teras rumahnya. Masih betah berdiri mengamati jalanan basah yang memercikkan air hujan sedari sore tadi, berharap bisa melihat Seira di ujung jalan sana sedang menuju pulang.

Untuk kali kesekian, Lania melirik jam yang tertera di layar ponselnya.

22.45

Perasaannya menjadi tak enak, takut terjadi apa-apa dengan Seira. Raka juga tak bisa dihubungi, entah dimana keberadaan Seira saat ini.

Beberapa menit setelahnya, akhirnya ponsel Lania memperlihatkan ada panggilan masuk.

"Halo kak?"

Sapa seorang gadis diujung sambungan telepon.

***

Raka Pov-

Braaakk!

Kuhentak kuat pintu rumah dengan kasar, tak peduli dengan lantai yang ikut basah akibat seragam sekolahku yang sekarang sukses kuyup. Aku berjalan lebih dalam, tapi beberapa langkah setelah itu aku berhenti, berdiri di balik dinding pembatas.

"Maafin Alfian ma," lirih seorang lelaki yang bisa kupastikan itu Alfian.

Aku mengintip sedikit, Alfian yang berjongkok menggenggam jemari mama yang kini tampak menangis dengan kepala tertunduk.

"Maaf udah bikin mama nangis, Alfian minta maaf." Tambahnya lagi.

Sebentar, hanya sebentar aku mendengarkan percakapan pilu itu yang diikuti isak tangis mama. Tanganku mengepal, bisa-bisanya Alfian membuat mama menangis seperti ini. Aku berjalan cepat, menarik kuat lengan Alfian lalu kudorong ke belakang agar menjauh dari mama.

Alfian hanya diam, kepalanya ikut tertunduk.

"Udah ma, jangan nangis lagi." Pintaku pelan.

Mama menatapku dengan sorot murung, matanya membengkak akibat banyak menangis.

"Raka ga mau mama sakit karna kebanyakan nangis, udah ya ma?" mohonku lagi seraya menghapus bekas air mata dipipi mama.

Alfian membatu di belakang, aku memeluk hangat tubuh mama.

"Mama jahat Raka, mama jahat sama Alfian." Isak pilu kembali terdengar.

Aku memeluk erat, erat dari biasanya.
"Udah ma, mama ga jahat." Bantahku pelan.

"Mama yang jahat Raka, mama bukan ibu yang baik," tambahnya lagi.

Aku mengusap lembut bahu mama, membiarkannya menangis sepuasnya.  Sesekali ia meronta, tapi ku tahan. Mama bahkan seperti orang depresi, tidak bisa, aku tidak bisa membiarkan mama seperti ini.

HER  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang