"Anak itu benar-benar membenci saya,"
Fauzan tak menoleh, matanya terfokus melihat gerbang sekolah di hadapannya yang masih tak memunculkan seseorang yang ditunggunya.
"Anda tahu dengan benar, bukan saya yang salah disini." Tambah lelaki bernama Hendra itu.
Fauzan menghela napas, tak suka dengan topik pembicaraan kali ini.
"Saya hanya ingin berhubungan baik dengan putra kandung saya sendiri," tambahnya sekali lagi.
Fauzan berdecak lalu menoleh, "Silahkan,"
Hendra menyeringai, "Silahkan? buktinya dia sangat membenci saya. Apa itu karena didikan anda?"
"Jaga bicara anda! saya tidak pernah melarangnya untuk menemui anda. Anda yang membuatnya menjadi seperti itu, anda lah yang membuatnya benci terhadap anda." Jelas Fauzan.
"Fauzan! ternyata anda masih sama. Tidak pernah berubah!" sontak Hendra dengan tatapan tak percaya.
"Jangan bersikap seperti anda yang paling tau bagaimana saya, anda hanya seorang ayah yang sudah menelantarkan istri dan anak anda sendiri." Balas Fauzan.
Hendra membuang muka kesal, "Apakah ada yang lebih keji dari merebut istri sahabatnya sendiri?!"
Jemari Fauzan mengepal kuat, rahangnya mengeras mendengar perkataan Hendra yang ia benci untuk memercayainya.
"Nyatanya anda juga tidak pernah berubah. Anda masih seorang lelaki yang suka memainkan perasaan wanita, membuatnya jatuh hati lalu anda tinggalkan tanpa tau penyebab masalah sebenarnya. Anda masih sama seperti 20 tahun yang lalu." Ucap Fauzan dengan seringaian.
Perkataan Fauzan sukses membuat Hendra sedikit berjengit di tempatnya. Matanya menyalang marah, tapi Fauzan tak getir sedikitpun.
"Anda tau sendiri, saya benar-benar mencintai Ana." Jawab Hendra dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Lalu kenapa dia datang kepada saya, mengatakan bahwa anda tidak pernah benar-benar menganggapnya sebagai seorang istri? haa?!" Fauzan ikut terpancing amarah.
"Itu karena anda Fauzan! Karena anda!! Anda yang menghancurkan segalanya!" bentak Hendra sambil menunjuk-nunjuk wajah Fauzan.
Fauzan berdecih, "Saya? Anda menyalahkan saya? Harusnya anda membiarkan saya bersamanya sejak awal! Harusnya anda tidak menyeretnya ke dalam perjodohan tak jelas itu! Anda juga pasti tahu sejak awal, saya yang dicintainya, Ana mencintai Fauzan! bukan Hendra!"
Sebuah pukulan mentah berhasil membuat pelipis Fauzan memar, tak ada jawaban dari mulut Hendra, tapi beberapa pukulan yang mendarat di wajah Fauzan sudah menjadi jawaban bagi Fauzan.
Perkelahian itu tak bisa terelakkan, nasi sudah menjadi bubur. Hendra kalap dan Fauzan tak bisa menghindar sedikitpun. Alhasil, adu pukul itu berlangsung.
-
Pekikan dari beberapa mahasiswi itu nyatanya tak membuat kedua mahasiswa yang sedang terlibat perkelahian di tengah lapangan sana berhenti.
Keduanya masih asik dengan layangan pukulan yang mendarat di wajah masing-masing mereka, tak peduli dengan seluruh mahasiswa dan mahasiswi seangkatannya maupun senior dan juniornya menonton aksi pergelutan itu.
Tak ada bedanya dengan seorang mahasiswi yang mengenakan almamater juga sedang terpekik histeris di pinggir lapangan, di name tag nya tertulis RISA. Berulang kali ia berteriak agar dua mahasiswa disana segera menghentikan perkelahiannya, tapi sia-sia.
Sementara seorang gadis lain dengan almamater yang sama membelalak kaget saat matanya menangkap kejadian langka itu, jus mangganya jatuh begitu saja ke permukaan tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER √
Random[REVISI] Bagi Seira, Angga itu abu-abu. Tidak ada warna yang mencolok, entah hitam atau putih. Terkadang dia begitu dingin, tapi dilain sisi ia sangat penyayang dan terlihat hangat. AmazeCover by: @carpediaem # 179 - DIA // 180511 # 814 in RANDOM...