11

112 18 0
                                    

Jadilah Readers yang baik, tinggalkan Vote dan Comment yang bermanfaat.
Happy Reading 💜

Seira ternganga, kedua alisnya terangkat, kemudian sebuah tarikan terbentuk dibibirnya. Matanya masih terperangah menatap sebuah kantung plastik yang digantungkan tepat di depan wajahnya.

Tapi didetik berikutnya, wajahnya berubah murung atau lebih kepada marah. Sorot matanya berubah tajam, bibirnya mengerucut, kedua alisnya beradu. Lelaki pembawa bungkusan itu melemparkan tatapan datar dan tak mengerti.

"Ahhk.. ahh.. awww!" pekik lelaki itu.

"Aduhhh aahhh, sakit banget. Sampai kerasa ke ulu hati nih," rengek lelaki itu memegangi perutnya.

Seira menatapnya tajam, "Ya udah, gue bawa pulang lagi."

"Rakaa!" teriak Seira saat melihat punggung lelaki itu hampir meninggalkan teras rumahnya.

Raka berbalik memasang wajah penuh kasihan, ia ingin membuat Seira merasa bersalah karena sudah menghujaninya dengan pukulan dan cubitan ganas.

"Masuk dulu," Seira memutar bola matanya malas.

"Eh Raka? si Seira minta apalagi?" Lania yang pertama kali dilihat Raka langsung menyapanya.

Seira menggembungkan pipinya, seakan tak suka dengan pertanyaan kakaknya yang seolah menyindirnya.

Raka menggaruk tengkuknya bingung, membuat Lania terkekeh. Lania berjalan mendekati Raka yang kini bokongnya menyatu dengan sofa ruang tamu, mengambil tempat di seberang Raka.

"Raka anak tunggal?" Lania mencoba membuka topik pembicaraan.

Sudah cukup lama memang Seira berteman dengan Raka, Raka juga sering sekali main ke rumah. Tetapi Lania boleh dikatakan jarang terlibat percakapan dengan Raka, karena sibuk kuliah.

"Eh? iya kak," Raka tampak sedikit canggung menjawab pertanyaan Lania.

"Papa sama mama kerja apa?"

"Kakak kepo banget sih," sahut Seira yang baru saja datang dari dapur untuk mengambil mangkuk.

"Kan cuma nanya Sei," balas Lania sedikit malas.

Seira bergidik, lalu memindahkan mie ayam bakso dari Raka ke dalam mangkuknya.

"Kak Reynand kemana ya kak?" tanya Raka merubah topik.

Lania beralih pada Raka setelah beberapa detik memperhatikan Seira sibuk dengan mangkuknya.

"Lagi di luar kota, urusan kantor."

"Kalo kak Angga?"

"Mau sensus?" timpal Seira tiba-tiba.

Raka meliriknya manyun lalu beralih pada Lania.

"Hus, ga boleh gitu ah Sei. Raka udah baik mau nganter makanan buat kamu malah dijutekin gitu."

"Raka nya aja yang terlalu baik kak, lagian Seira ga maksa kok." Ucap Seira tanpa mengalihkan fokusnya dari mangkuk.

"Ga maksa? nelponin gue sampe 12 kali, jadi itu namanya apa? permohonan?" sambar Raka sedikit ketus.

Lania hanya bisa nyengir melihat sepasang remaja di hadapannya, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan mereka disana, karena ia harus kembali melanjutkan pembuatan skripsinya. Wajar saja, sebagai mahasiswi ilmu kedokteran yang berada ditingkat akhir, ia sedang sibuk dengan skripsinya akhir-akhir ini.

"Makan tu yang kayak cewek dikit kenapa sih?" tanya Raka heran.

Seira menyilangkan sendok dan garpunya, menyandar pada sandaran sofa lalu menatap lekat wajah Raka.

HER  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang