32

90 14 6
                                    

"Sori, ga bisa nemenin lo kemarin. Gue sibuk rapat osis buat turnamen basket. Sori ya Sei," Raya tak henti-hentinya menggoyangkan lengan Seira sambil memohon.

"Iyaa Ray, iyaa. Santai aja," Seira sudah terlihat gerah karena kelakuan sahabatnya itu.

"Beneran dimaafin?" kali ini suaranya seperti diimut-imutkan, membuat Seira ingin sekali muntah di wajah Raya.

Seira memutar bola matanya jengah, "Iyaa."

Raya terkekeh senang, lalu kembali sibuk sendiri. Sudah jam istirahat, tapi kedua remaja itu belum mengangkat bokongnya menuju kantin. Seira baru saja ingin tidur sebentar, tapi notifikasi ponselnya mengurungkan niatnya.

"Ray, gue keluar bentar." Ucap Seira lalu segera keluar sebelum Raya sempat merespons.

Ayunan langkah cepat-cepat terdengar menarik perhatian salah seorang lelaki yang baru saja keluar dari kelas sebelahnya. Menatap punggung Seira sambil meneliti sesuatu.

"Hai,"

Seira berbalik, melihat Alfian tersenyum ramah di belakangnya, dengan dua botol minuman ditangannya.
Seira hanya membalasnya dengan senyuman. Alfian duduk di salah satu bangku belakang Taman sekolah, begitu juga dengan Seira. Taman belakang sekolah tak terlalu ramai seperti lapangan, Seira juga tak tahu kenapa Alfian memilih tempat seperti ini untuk bertemu.

Alfian menyodorkan sebotol minuman, Seira hanya mengambilnya santai, membuka tutupnya lalu meneguknya sedikit.

"Kenapa mau ketemu?"

"Gimana keadaan kamu?" Alfian malah balik bertanya.

Seira bungkam sejenak, tak suka dengan topik kali ini. Ia benci jika selalu ditanyai tentang keadaannya, itu membuatnya kembali teringat tentang penyakit menakutkan itu.

Seira mendesah lalu menatap fokus botol minum yang dimainkannya dijemarinya, "Baik."

"Kapan kamu operasi?"

Seira membuka tutup botol lalu meneguk airnya sekali lagi, dadanya bergemuruh mendengar kalimat Alfian.

"Kenapa kamu ngajak ketemu?" Seira mengalihkan pembicaraan.

"Aku berharap kamu bisa operasi secepatnya," jawab Alfian masih ingin membahas topik sebelumnya.

"Kalo kamu mau ngomong ini, aku ga ada waktu." Seira berdiri dari duduknya cepat.

Sigap Alfian ikut berdiri, menahan lengan Seira agar tak pergi. "Aku mau kamu sembuh,"

Seira berbalik membalas tatapan Alfian remeh, "Bukan lo doang, gue juga mau."

"Terus kenapa kamu ga mau laksanain operasi itu?" Alfian masih berusaha bersikap lembut.

Seira menepis tangan Alfian dari lengannya, membuang muka sejenak laku kembali melihat manik Alfian.

"Lo ga tau rasanya! ga usah jadi orang yang paling tau segalanya." Ucap Seira dengan nada tinggi.

"Gue cuma mau lo baik-baik aja Sei." Balas Alfian sangat pelan dan terdengar menyayat hati Seira-Alfian tulus mengatakannya.

Seira tak lagi menjawab, ia hanya diam di tempat. Beberapa detik setelahnya, Alfian berjalan menjauh dari tempat itu, meninggalkan Seira beberapa langkah di belakang.

"Apa lo masih pacar gue?" teriak Seira yang berdiri di tempat awal.

Alfian menghentikan langkahnya, memandang hadapannya dengan kosong, membelakangi Seira.
Alfian berbalik, menatap lurus Seira yang mengepal kuat botol minum di tangannya.

HER  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang